Penderita Kanker Di Indonesia Meningkat, Perokok Bertaubatlah

Angka penderita kanker di Indonesia terus meningkat. Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar Kementerian Kesehatan (Riskesdas) di 2018, terjadi kenaikan prevalensi kanker pada usia lebih dari 15 tahun sebesar 10,9 persen.

Ketua Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC) Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Winny Setyonugroho mengatakan, kenaikan tersebut salah satunya karena perilaku merokok. Privalensi tersebut naik dari 2013 yang mencapai tujuh persen. "Hasil Sirkemas tahun 2016 menunjukan terjadi kenaikan konsumsi tembakau yang dihisap maupun dikunyah oleh usia 15 tahun ke atas. Ini memang memilukan dari 32,8 menjadi 33,8," kata Winny di acara Workshop Pengendalian Tembakau di Indonesia, di Hotel Neo+ Awana Yogyakarta beberapa waktu lalu.

Perokok Bertaubatlah

Ia menjelaskan, kenaikan tersebut juga dibarengi dengan kenaikan perokok usia 10 hingga 18 tahun. Bahkan, ia menegaskan rokok tersebut haram sesuai dengan Hukum Merokok Majelis Tarjih dan Tajdid Nomor 6/SM/MTT/III/2010.

Ketua Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Yunahar Ilyas mengatakan, harus ada pengendalian akan konsusmsi produk tembakau atau rokok ini. Tentunya tidak hanya ditujukan kepada umat Muslim khususnya warga Muhammadiyah saja. "Namun juga menjadi kewajiban bagi seluruh rakyat Indonesia," ujarnya.

Ia menegaskan, wajib hukumnya untuk mengupayakan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan masyarakat. Tentunya dengan menjauhi dan dapat mengendalikan konsumsi rokok. "Sehingga menciptakan lingkungan yang kondusif bagi terwujudnya suatu kondisi hidup sehat yang merupakan hak setiap orang yang juga sebagai tujuan syariah kita," kata Ilyas.

Wakil ketua MTCC UMY, Dianita Sugiyo mengatakan, dalam mewujudkan kesehatan masyarakat, perlu upaya untuk mengamankan zat adiktif seperti nikotin yang terkandung dalam rokok. Hal ini tentunya diatur dalam Pasal 113 hingga Pasal 116 dan Pasal 199 UU Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.

Sugiyo menjelaskan, dalam UU tersebut dijelaskan produk termbakau termasuk zat adiktif. Oleh karena itu, harus ada upaya pengamanan terhadap zat adiktif demi kemajuan bangsa dan melindungi generasi penerus bangsa. Hal ini dapat dilakukan dengan memaksimalkan kawasan tanpa rokok. "Agar generasi penerus kita terlindungi dari paparan asap rokok konvensional maupun elektrik yang menyebabkan penyakit dan mudarat bagi mereka," jelasnya. (republika.co.id)

Tidak ada komentar: