Memberikan Suara dalam Pemilu Demokrasi

MEMILIH dalam PEMILU bukan berarti mendukung demokrasi
MEMILIH dalam PEMILU Bukan pula dalam keadaan darurat, karena unsur dari syarat darurat tidak terpenuhi
Memilih dalam pemilu adalah melakukan sesuatu yg mudharatnya lebih kecil

Memberikan Suara dalam Pemilu Demokrasi

Fatwa dan Penjelasan Ulama :

1. Fatwa “Komite tetap untuk fatwa dan karya ilmiah” Negara Saudi Arabia, yang diketuai oleh Syeikh Binbaz -rohimahulloh-.
2. Fatwa Syeikh Albani –rohimahulloh-.
3. Penjelasan Syeikh Assi’di –rohimahulloh-.
4. Fatwa Syeikh Utsaimin –rohimahulloh-.
5. Syeikh Abdul Muhsin al-Abbad –hafizhohulloh– (Ahli hadits paling senior di Madinah sekarang).
6. Fatwa Majma’ Fikih Islami (Akademi Fikih Islam).

Penulis simpulkan dalam poin-poin berikut ini:

1. Para ulama tersebut sepakat bahwa pemilu dalam sistem demokrasi, tidak sesuai dengan Syariat Islam. Oleh karenanya, tidak pas bila ada orang membantah fatwa-fatwa di atas dengan dalil bahwa sistem pemilihannya tidak islami, karena semua ulama tersebut sepakat dengan hal itu.

2. Seorang muslim diwajibkan mengikuti pemilu, karena maslahat mengikutinya lebih besar daripada madhorotnya, atau madhorot meninggalkannya lebih besar daripada maslahatnya.

Dari sini, kita bisa memahami, bahwa kebaikan bukanlah hanya pada sesuatu yang 100 persen baik, tapi cukuplah dikategorikan sebagai kebaikan; bila kebaikannya lebih besar dari keburukannya, sebagaimana masalah di atas, yakni: memperjuangkan kepentingan Kaum Muslimin dengan mengikuti pemilu.

Contoh dalam Syariat Islam, seperti: hukum rajam, potong tangan, qishosh, hajr, haramnya maisir dan khomr, dll… meskipun dalam syariat-syariat tersebut ada sisi negatifnya, namun kebaikan yang ditimbulkan jauh lebih besar dan lebih luas pengaruhnya, sehingga keburukannya dianggap tidak ada sama-sekali.

3. Fatwa tentang wajibnya menyumbangkan suara dalam pemilu, tidak melazimkan fatwa tentang bolehnya masuk parlemen, sebagaimana dikemukakan oleh Syeikh Albani -rohimahulloh-. Adapun fatwa bolehnya masuk parlemen,melazimkan bolehnya menyumbangkan suara dalam pemilu, sebagaimana dijelaskan dalam fatwa-fatwa di atas (selain fatwa Syeikh Albani).

4. Bila orang-orang yang baik tidak mengisi posisi-posisi penting, maka tentu akan diisi oleh orang-orang selain mereka. Dan ini sesuatu yang tidak bisa dipungkiri oleh akal sehat.

5. Banyak orang yang melarang mengikuti pemilu berdalil; bahwa telah lama ada Kaum Muslimin masuk dalam pemilu, namun mereka tidak berhasil mengubah keadaan.

Tentu ini dalil yang tidak pas, karena keberhasilan tidak harus berupa “mewujudkan maslahat 100 persen”, tapi bisa juga berupa “mewujudkan sebagian maslahat”, atau “menolak mafsadat”, atau bahkan hanya “mengurangi mafsadat”. Dan tentunya hal ini telah ada dan tidak mungkin dipungkiri adanya.

Belum lagi, usaha seseorang tidak harus menunjukkan hasilnya dalam waktu dekat, tapi bisa juga usaha tersebut baru tampak hasilnya setelah dia lama meninggal.

Sekian tulisan ini, wallohu ta’ala a’lam. Semoga bermanfaat bagi penulis dan Kaum Muslimin, amin.

Penulis DR. Musyaffa Addariny, MA

Tidak ada komentar: