Faedah-Faedah Dari Kisah Nabi Musa -'Alaihis Salaam-

[1]- BUAH DARI KESABARAN MUSA -‘alaihis salaam- DAN KAUMNYA

“Kita perhatikan kisah Musa -‘alaihis salaam- dan kisah kemenangan serta keberhasilannya. Sungguh, Allah telah menolongnya atas Fira’un dan pasukannya dengan kemenangan yang nyata…

Bagaimana bentuk kemenangan tersebut? Apakah dengan cara mengadakan kudeta politik sehingga menyampaikan Musa kepada singgasana Mesir?

Jawaban yang benar adalah: Apa yang Allah kabarkan dalam Al-Qur’an.

Sungguh, Allah memilih Musa dengan risalah dan dengan firman-Nya. Allah membebaninya untuk berdakwah mengajak Fir’aun kepada Allah. Maka Musa melaksanakan perintah Rabb-nya dan dia menjelaskan bukti-bukti yang nyata atas kebenaran risalahnya.

{فَأَرَاهُ الآيَةَ الْكُبْرَى * فَكَذَّبَ وَعَصَى * ثُمَّ أَدْبَرَ يَسْعَى * فَحَشَرَ فَنَادَى * فَقَالَ أَنَا رَبُّكُمُ الأعْلَى}
“Lalu Musa memperlihatkan kepadanya mu’jizat yang besar. Tetapi Fir’aun mendustakan dan mendurhakai. Kemudian dia berpaling seraya berusaha menantang (Musa). Maka dia mengumpulkan (pembesar-pembesarnya) lalu berseru memanggil kaumnya. (Seraya) berkata: “Akulah tuhanmu yang paling tinggi”.” ( QS. An-Naazi’aat: 20-24 ) …

Dan kaum Fir’aun justru menambah permusuhan Fir’aun kepada Musa dan kaumnya, sebagaimana firman Allah -Ta’aalaa-:

{وَقَالَ الْمَلأ مِنْ قَوْمِ فِرْعَوْنَ أَتَذَرُ مُوسَى وَقَوْمَهُ لِيُفْسِدُوا فِي الأرْضِ وَيَذَرَكَ وَآلِهَتَكَ قَالَ سَنُقَتِّلُ أَبْنَاءَهُمْ وَنَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ وَإِنَّا فَوْقَهُمْ قَاهِرُونَ}
“Dan para pemuka dari kaum Fir’aun berkata (kepada Fir’aun): “Apakah kamu membiarkan Musa dan kaumnya untuk berbuat kerusakan di negeri (Mesir) ini dan meninggalkanmu dan tuhan-tuhanmu?” Fir’aun menjawab: “Akan kita bunuh anak laki-laki mereka dan kita biarkan hidup anak-anak perempuan mereka dan sesungguhnya kita berkuasa penuh atas mereka.” ( QS. Al-A’raaf: 127 )

Adapun sikap Musa dalam menghadapi tindakan Fir’aun yang melampaui batas ini; maka di dalamnya terdapat pelajaran bagi para da’i yang mengajak kepada Allah:

{قَالَ مُوسَى لِقَوْمِهِ اسْتَعِينُوا بِاللَّهِ وَاصْبِرُوا إِنَّ الأرْضَ لِلَّهِ يُورِثُهَا مَنْ يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ}
“Musa berkata kepada kaumnya: “MOHONLAH PERTOLONGAN KEPADA ALLAH DAN BERSABARLAH. Sesungguhnya bumi (ini) milik Allah; diwariskan-Nya kepada siapa yang Dia kehendaki di antara hamba-hamba-Nya. Dan kesudahan (yang baik) adalah bagi orang-orang yang bertakwa.” ( QS. Al-A’raaf: 128 )

Dan perkara sudah sangat sulit hingga mencapai puncaknya. Maka Bani Israil menyampaikan keluhannya kepada Musa:

{قَالُوا أُوذِينَا مِنْ قَبْلِ أَنْ تَأْتِيَنَا وَمِنْ بَعْدِ مَا جِئْتَنَا قَالَ عَسَى رَبُّكُمْ أَنْ يُهْلِكَ عَدُوَّكُمْ وَيَسْتَخْلِفَكُمْ فِي الأرْضِ فَيَنْظُرَ كَيْفَ تَعْمَلُونَ}
“Kaum Musa berkata: “Kami telah ditindas (oleh Fir’aun) sebelum engkau datang kepada kami dan setelah engkau datang.” Musa menjawab: “Mudah-mudahan Allah membinasakan musuhmu dan menjadikan kamu khalifah di bumi; maka Allah akan melihat bagaimana perbuatanmu.”.” ( QS. Al-A’raaf: 129 )

Lihatlah kepada tarbiyah (pengajaran yang diberikan oleh) para nabi! Dan lihatlah kepada kesabaran mereka ketika menghadapi situasi dan keadaan yang sulit!!…

Kemudian Allah menghendaki untuk membinasakan mereka (Fir’aun dan kaumnya) dan menolong Musa dan Bani Isra-il dari kejelekkan mereka (Fir’aun dan kaumnya). Maka Allah menetapkan bagi mereka cara yang bijaksana; tanpa ada revolusi dan tidak juga kudeta politik. Karena syari’at para nabi dan akhlak mereka enggan untuk melakukan pengkhianatan, dan makar rahasia, serta menumpahkan darah manusia; hanya untuk mencapai kepada kekuasaan -seberapa pun mulia tujuannya-…

Itulah cara-cara mulia yang dilakukan oleh Musa dan orang yang beriman kepadanya:

  • Sabar atas keadaan sulit…
  • Sabar atas penyembelihan (yang dilakukan Fir’aun terhadap anak-anak laki-laki mereka)…
  • Sabar atas pembunuhan…

Dan hal itu tidak menggoyahkan iman mereka, dan tidak merusak ‘Aqidah mereka, serta tidak menghilangkan kesabaran mereka.

Ternyata hal itu menjadi jalan untuk kemenangan mereka…

  • Jalan untuk membinasakan musuh mereka…
  • Jalan yang telah ditentukan oleh Rabb mereka…
  • Jalan yang kita masih bisa membacanya sampai sekarang…

Tidak tercium aroma politik sama sekali…

Tidak ada juga kudeta politik…

[2]- TERBUKTI…MUSA -‘alaihis salaam- TIDAK MENGINGINKAN KEKUASAAN

Dan di sana juga ada faedah lain; yaitu: kalaulah Musa berusaha mengadakan kudeta politik dan menginginkan kekuasaan untuk menegakkan Daulah (negara) -sebagai puncak dari tujuan risalah para nabi-; maka tentunya dia akan segera kembali ke Mesir; karena kesempatan (untuk menjadi penguasa) sekarang terbuka lebar; dimana: Allah telah membinasakan Fir’aun dan bala tentaranya, tentunya yang tersisa hanyalah: wanita, anak-anak, serta para pelayan.

Kenapa kemudian Musa tidak mengambil kesempatan yang sangat besar ini dan menegakkan Daulah (negara) di negeri yang Allah sifatkan dengan firman-Nya:

{كَمْ تَرَكُوا مِنْ جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ * وَزُرُوعٍ وَمَقَامٍ كَرِيمٍ * وَنَعْمَةٍ كَانُوا فِيهَا فَاكِهِينَ}
“Betapa banyak taman-taman dan mata air-mata air yang mereka tinggalkan, juga kebun-kebun serta tempat-tempat kediaman yang indah, dan kesenangan-kesenangan yang dapat mereka nikmati di sana.” ( QS. Ad-Dukhaan: 25-27 ) [Lihat: Majmuu’ul Fataawa (XXVII/505-506)]

Justru dia tinggal di padang pasir Saina’ tanpa Daulah (negara), tanpa kekuasaan, dan tanpa pemerintahan?!!

Sehingga harus kita katakan: Sungguh, Musa adalah seorang rasul yang mulia, rasul yang agung, termasuk Ulil ‘Azmi, dia telah menyampaikan tugas kerasulan dengan cara yang paling baik dan paling sempurna.”

[Manhajul Anbiyaa’ Fid Da’wah Ilallaah Fiihil Hikmah Wal ‘Aql (hlm. 177-179), karya Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali -hafizhahullaah-]


Faedah-Faedah Dari Kisah Nabi Musa

[3]- LALU...APA SEBENARNYA YANG DIINGINKAN MUSA?!

“Allah -Ta’aalaa- berfirman:

{إِنَّ فِرْعَوْنَ عَلا فِي الأرْضِ وَجَعَلَ أَهْلَهَا شِيَعًا يَسْتَضْعِفُ طَائِفَةً مِنْهُمْ يُذَبِّحُ أَبْنَاءَهُمْ وَيَسْتَحْيِي نِسَاءَهُمْ إِنَّهُ كَانَ مِنَ الْمُفْسِدِينَ}
“Sungguh, Fir’aun telah berbuat sewenang-wenang di muka bumi dan menjadikan penduduknya berpecah belah, dia menindas segolongan dari mereka (Bani Isra-il), dia menyembelih anak laki-laki mereka dan membiarkan hidup anak perempuan mereka. Sungguh, Fir’aun termasuk orang yang berbuat kerusakan.” ( QS. Al-Qashshash: 4 )

Dan kaum (pengikut) Fir’aun adalah orang-orang musyrik serta penyembah berhala -tanpa diragukan lagi-.

Maka, bagaimanakah Musa memulai dakwahnya? Apakah dia menuju perbaikan ‘Aqidah umat penyembah berhala tersebut? Ataukah dia memulainya dengan menuntut hak-hak Bani Isra-il dan merebut kekuasaan serta berusaha keras untuk mendirikan Daulah (negara) Islam dengan mengambil alih kekuasaan dari tangan-tangan para thaghut (orang-orang yang melampaui batas) -yang pemimpin terdepannya adalah Fir’aun yang mengaku tuhan-?!

SUNGGUH, DAKWAH MUSA ADALAH SEPERTI DAKWAH PARA PENDAHULUNYA DAN SAUDARA-SAUDARANYA DARI KALANGAN PARA NABI: SUNGGUH, RABB-NYA TELAH MEWAHYUKAN PONDASI TAUHID KEPADANYA DAN ALLAH MEMILIHNYA UNTUK MENGEMBAN RISALAH SERTA MELAKSANAKAN IBADAH KEPADANYA.

Allah -Ta’aalaa- berfirman:

{وَهَلْ أَتَاكَ حَدِيثُ مُوسَى * إِذْ رَأَى نَارًا فَقَالَ لأهْلِهِ امْكُثُوا إِنِّي آنَسْتُ نَارًا لَعَلِّي آتِيكُمْ مِنْهَا بِقَبَسٍ أَوْ أَجِدُ عَلَى النَّارِ هُدًى * فَلَمَّا أَتَاهَا نُودِيَ يَا مُوسَى * إِنِّي أَنَا رَبُّكَ فَاخْلَعْ نَعْلَيْكَ إِنَّكَ بِالْوَادِ الْمُقَدَّسِ طُوًى * وَأَنَا اخْتَرْتُكَ فَاسْتَمِعْ لِمَا يُوحَى * إِنَّنِي أَنَا اللَّهُ لا إِلَهَ إِلا أَنَا فَاعْبُدْنِي وَأَقِمِ الصَّلاةَ لِذِكْرِي * إِنَّ السَّاعَةَ آتِيَةٌ أَكَادُ أُخْفِيهَا لِتُجْزَى كُلُّ نَفْسٍ بِمَا تَسْعَى}
“Apakah telah sampai kepadamu kisah Musa? Ketika dia (Musa) melihat api, lalu dia berkata kepada keluarganya: “Tinggallah kamu (di sini), sesungguhnya aku melihat api, mudah-mudahan aku dapat membawa sedikit nyala api kepadamu atau aku akan mendapat petunjuk di tempat api itu.” Maka ketika dia mendatangi tempat api itu; dia dipanggil: “Wahai Musa! Sungguh, Aku adalah Rabb-mu, maka lepaskanlah kedua terompahmu; sesungguhnya engkau berada di lembah yang suci, Thuwa. Dan Aku telah memilih engkau; maka dengarkanlah apa yang akan diwahyukan (kepadamu). Sungguh, Aku ini Allah, tidak ada sesembahan (yang berhak diibadahi) selain Aku; maka beribadahlah kepada-Ku dan dirikanlah Shalat untuk mengingat Aku. Sungguh, Hari Kiamat itu akan datang, Aku merahasiakan (waktunya) agar setiap orang dibalas sesuai dengan apa yang dia usahakan.” ( QS. Thaahaa: 9-15 )

Demikianlah pembuka risalahnya; diwahyukan kepadanya ‘Aqidah Tauhid, dan dia -secara pribadi- dibebani untuk melaksanakannya pada diri sendiri kemudian dilaksanakan di kehidupannya.

Kemudian dia dibebani untuk mendakwahkan pondasi yang agung ini; maka Allah mengutusnya kepada Fir’aun, dan menjelaskan cara untuk mendakwahinya serta gaya bahasa bijaksana untuk menghadapi Fir’aun. Allah -Ta’aalaa- berfirman:

{اذْهَبْ إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى * فَقُلْ هَلْ لَكَ إِلَى أَنْ تَزَكَّى * وَأَهْدِيَكَ إِلَى رَبِّكَ فَتَخْشَى}
“Pergilah engkau kepada Fir’aun! Sesungguhnya dia telah melampaui batas, dan katakanlah (kepada Fir’aun): “Adakah keinginanmu untuk membersihkan diri (dari kesesatan)? Dan engkau akan kupimpin ke jalan Rabb-mu agar engkau takut kepada-Nya?” ( QS. An-Naazi’aat: 17-19 )

Dan Allah menguatkannya (membantunya) dengan saudaranya: Harun; agar lebih kuat dalam menegakkan hujjah. Dan Allah mengajari keduanya untuk bersikap lemah lembut dalam berdakwah; karena itulah jalan terbaik untuk bisa menyampaikan hidayah kepada orang yang memang Allah kehendaki untuk memberikan hidayah kepadanya:

{اذْهَبَا إِلَى فِرْعَوْنَ إِنَّهُ طَغَى * فَقُولا لَهُ قَوْلا لَيِّنًا لَعَلَّهُ يَتَذَكَّرُ أَوْ يَخْشَى}
“Pergilah kamu berdua kepada Fir’aun karena dia benar-benar telah melampaui batas; maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Fir’aun) dengan kata-kata yang lemah lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.” ( QS. Thaahaa: 43-44 )

Maka, keduanya melaksanakan perintah Rabb-nya dan berdakwah mengajak kepada Allah; DENGAN TUJUAN AGAR DIA (FIR’AUN) MENDAPAT HIDAYAH DAN AGAR DIA MEMBERSIHKAN DIRI; AGAR DIA MASUK KE DALAM GOLONGAN ORANG YANG TAKUT KEPADA ALLAH DAN MENJAGA DIRI DARI AKIBAT (JELEK) KESYIRIKAN DAN KEZHALIMAN.”

[Manhajul Anbiyaa’ Fid Da’wah Ilallaah Fiihil Hikmah Wal ‘Aql (hlm. 67-68), karya Syaikh Rabi’ bin Hadi Al-Madkhali -hafizhahullaah-]


[4]- FAEDAH:  “KERAS DALAM MEMBANTAH AHLI BID’AH; BUKAN BERARTI WALA’ (LOYAL) KEPADA ORANG KAFIR…

Kadangkala seorang mukmin perlu bertindak keras dalam meluruskan saudaranya melebihi tindakannya terhadap orang kafir. Tidakkah anda lihat Nabi Musa -‘alaihis salaam- bersikap lembut terhadap Fir’aun akan tetapi bersikap keras terhadap saudaranya sendiri: Nabi Harun -‘alaihis salaam-. Allah -Ta’alaa- menceritakannya dalam Al-Qur’an:

{...وَأَخَذَ بِرَأْسِ أَخِيهِ يَجُرُّهُ إِلَيْهِ...}
“…dia (Musa) memegang kepala saudaranya (Harun) sambil menarik ke arahnya…” ( QS. Al-A’raaf: 150 )

LANTAS, SIAPAKAH YANG BOLEH MENUDUH BAHWA NABI MUSA TELAH MELANGGAR PRINSIP WALA’ (LOYALITAS SESAMA MUSLIM) DAN BARA’ (BERLEPAS DIRI TERHADAP MUSUH)?! ATAU MENUDUH BELIAU TELAH BERBUAT DAN BERKATA LANCANG TERHADAP SAUDARANYA SERTA BERLAKU LEMBUT TERHADAP THAGHUT?!”

[Madaarikun Nazhar Fis Siyaasah (hlm. 96- cet. VIII), karya Syaikh ‘Abdul Malik bin Ahmad Ramadhani Al-Jaza-iri -hafizhahullaah-]

-FAEDAH-FAEDAH RUKUN IMAN (hlm. 129-139), karya: Ahmad Hendrix-

https://drive.google.com/file/d/0B3FT6ui1GzNVaGN2V28yMXFfNEU/view?usp=docslist_api

Tidak ada komentar: