Bolehkah Bayar Zakat Untuk Suami Pengangguran

Bolehkah Bayar Zakat Untuk Suami Pengangguran
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 
Ustadz, suami saya sekarang belum bekerja. Dan sampai waktunya nanti ketika telah sampai waktu untuk membayar zakat dan suami belum dapat pekerjaan, Bagaimana jika saya membayarkan zakat kepada suami atau membayarkan zakat (tidak disebutkan disini) fitrah karena masih bekerja dan bagaimana hukumnya, Ustadz? Istrinya bekerja sedangkan suaminya belum bekerja.

Jawaban:

وعليكـمــ اﻟسّلامــ ورحمـۃ اﻟلّـہ وبركاتہ
جـزاك اﻟلّـہ خـــيرًا 
Ada yang menanyakan tentang suaminya yang belum bekerja.

Wahai Kaum Muslimin..... Apa definisi bekerja menurut?

Definisi bekerja ialah

.....كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ...
"...Daud memakan hasil dari pekerjaan tangannya."

Apakah maksudnya Daud itu sebagai pegawai dari sebuah pemerintahan?
Atau sebagai sebuah perusahaan?
(Jawabannya, pent) Tidak tentunya.

Maka yang dimaksud bekerja dalam mustalah syar'i atau terminologi atau istilah syariat adalah apapun bekerja yang menghasilkan uang. 

Tidak mesti Anda harus menunggu kapan diterima sebagai pegawai di perusahaan ini atau kapan diterima menjadi pegawai.
TIDAK

Bekerjalah!!!
Keluar dari rumah!!! atau di rumahpun sekarang bisa bekerja bagi pekerjaan yang bisa Anda lakukan di rumah. Banyak orang-orang menghasilkan kekayaan besar, hanya bekerja di garasi rumahnya membuat program-program. Jadi orang kaya raya di dunia. Tanpa harus menjadi pegawai.
Maka , ubahlah cara berfikir Anda sebagai muslim!!!

Kata Rasululullah Shallallahu'alaihi Wasallam, "Seorang di antara kalian pergi mengambil kayu bakar dan diangkat dipanggul dan dijual, lebih baik daripada dia tidak menghasilkan sama sekali."**

Tidak dalam masalah akhirat dia menghasilkan. Tidak dalam masalah dunia dia menghasilkan.

Maka ubahlah cara pandang kita terhadap pekerjaan atau bekerja.
Apapun yang Anda lakukan, maka lakukan!!
Dan tidak jadi hina kita bila kita menjadi orang suruhan disebuah usaha, warung umpamanya.
Kita datang kesana, "Pak, ada yang bisa saya cuci piringnya untuk hari ini".
"Ya, silahkan. Saya berikan upah hari ini sekitar Rp 5000 - Rp 10000."

Halal.
Lebih enak daripada Anda duduk, sedangkan istri Anda yang keluar mencari pekerjaan dan mencari nafkah.

Kembali kepada pertanyaan: Bolehkah istri memberikan zakat kepada suaminya?

Kalau memang ternyata suaminya bekerja (yang resmi tadi) belum dapat, kemudian bekerja tidak resmi juga hasilnya pas pasan saja, statusnya masih sebagai fakir miskin, maka BOLEH istri memberikan zakat kepada suaminya selagi status suaminya adalah sebagai FAKIR MISKIN.
Sebagai fakir miskin maka dibolehkan.

Wabillahitaufiq

*) Dari Al Miqdam, dari Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam, beliau bersabda:

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ، وَإِنَّ نَبِىَّ اللَّهِ دَاوُدَ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ
“Tidak ada seseorang memakan suatu makanan yang lebih baik dari makanan hasil kerja keras tangannya sendiri. Dan Nabi Daud ‘alaihis salam makan dari hasil kerja keras tangannya.”
(HR. Bukhari No. 2072)

[Shahih: Shahihul Jami’ no: 5546 dan Fathul Bari IV/303 no: 2072]

**) Diriwayatkan dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwa Nabi shallallahu‘alaihi wasallam bersabda:

لأَنْ يَحْتَطِبَ أَحَدُكُمْ حُزْمَةً عَلَى ظَهْرِهِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ يَسْأَلَ أَحَدًا فَيُعْطِيَهُ، أَوْ يَمْنَعَه
“Sesungguhnya seseorang di antara kamu mencari seikat kayu bakar, lalu dipanggul di atas punggungnya itu lebih baik daripada ia meminta-minta kepada orang lain, bisa jadi ia diberi ataupun ditolak.” (HR. Bukhari No. 2074)

[Shahih: Shahihul Jami’us Shaghir no: 7069, Fathul Bari IV/303 no: 2074, Tirmidzi II/94 no: 675, dan Nasa’i V/96]

Tambahan dalil dalam sebuah hadist dari Abu Sa’id Radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:

عَنْ أَبِي سَعِيدٍ اَلْخُدْرِيِّ رضي الله عنه : …جَاءَتْ زَيْنَبُ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ تَسْتَأْذِنُ عَلَيْهِ فَقِيلَ يَا رَسُولَ اللَّهِ هَذِهِ زَيْنَبُ فَقَالَ أَيُّ الزَّيَانِبِ فَقِيلَ امْرَأَةُ ابْنِ مَسْعُودٍ قَالَ نَعَمْ ائْذَنُوا لَهَا فَأُذِنَ لَهَا قَالَتْ يَا نَبِيَّ اللَّهِ إِنَّكَ أَمَرْتَ الْيَوْمَ بِالصَّدَقَةِ وَكَانَ عِنْدِي حُلِيٌّ لِي فَأَرَدْتُ أَنْ أَتَصَدَّقَ بِهِ فَزَعَمَ ابْنُ مَسْعُودٍ أَنَّهُ وَوَلَدَهُ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتُ بِهِ عَلَيْهِمْ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَدَقَ ابْنُ مَسْعُودٍ زَوْجُكِ وَوَلَدُكِ أَحَقُّ مَنْ تَصَدَّقْتِ بِهِ عَلَيْهِمْ
“Dari Abu Sa’id al Khudri Radhiyallahu anhu : … Zainab, isteri Ibnu Mas’ud datang meminta izin untuk bertemu. Ada yang memberitahu: “Wahai Rasulullah, ini adalah Zainab,” beliau bertanya,”Zainab yang mana?” Maka ada yang menjawab: “(Zainab) isteri Ibnu Mas’ud,” beliau menjawab,”Baiklah. Izinkanlah dirinya,” maka ia (Zainab) berkata: “Wahai, Nabi Allah. Hari ini engkau memerintahkan untuk bersedekah. Sedangkan aku mempunyai perhiasan dan ingin bersedekah. Namun Ibnu Mas’ud mengatakan bahwa dirinya dan anaknya lebih berhak menerima sedekahku,” Nabi bersabda,”Ibnu Mas’ud berkata benar. Suami dan anakmu lebih berhak menerima sedekahmu.” Dalam lafazh lain, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa salllam menambahkan:

نَعَمْ لَهَا أَجْرَانِ أَجْرُ الْقَرَابَةِ وَأَجْرُ الصَّدَقَةِ
“Benar, ia mendapatkan dua pahala, pahala menjalin tali kekerabatan dan pahala sedekah.” (HR Al-Buhari)

Download Audio : https://archive.org/details/ZAKATSERIES-20ZAKATUNTUKSUAMIPENGANGGURAN

Source : ETA [Erwandi Tarmizi & Associates]
Ditranskip oleh: Team Transkip BiAS & ETA
Sumber: @BimbinganMuamalahMaaliyah
Follow Us: https://m.facebook.com/syariahmovement/

Tidak ada komentar: