Zakat Untuk Gharim dan Sabilillah

Zakat Untuk Gharim dan Sabilillah

Pertanyaan dari Bapak Zulkifli di Cileungsi

Dijawab oleh : Ustadz DR. Erwandi Tarmizi, MA

Download Audio : https://archive.org/details/ZAKATSERIES-18ZAKATUNTUKGHARIMSABILILLAH

Source : ETA [Erwandi Tarmizi & Associates]

# Pertanyaan
السلام عليكم ورحمة اللّه وبركاته 
Ustadz,
⑴ Apakah boleh membayar zakat ke ikhwan kita yang mempunyai hutang?
⑵ Bolehkah zakat itu, zakat misalnya untuk membayar bantuan operasional radio ** (misalnya) /sarana dakwah ?

​​‎​T: hutangnya untuk (keperluan, -pent) apa?
J: Untuk membayar kebutuhan pokok (sehari-hari)
T: Kemudian dia punya asset lain tidak untuk menutupi hutangnya? Dia memang ada hutang tapi tanahnya di kampung ada 5 hektar masih ada, ada asset lain untuk menutupi hutangnya?
J: Ada yang ada (memiliki aset, pent), ada juga yang tidak

# Jawaban
وعليكـمــ اﻟسّلامــ ورحمـۃ اﻟلّـہ وبركاتہ
Pertanyaan pertama | bolehkah kita menyalurkan zakat kepada orang yang berhutang untuk kebutuhan pokoknya ?

⇨Al Gharimin yang berhak menerima zakat yang status nya adalah sebagai orang yang berhutang, dia berhutang untuk (syarat, -pent)
1. suatu hal yang mubah bukan untuk hal yang haram dan
2. berhutang untuk hajjah (ada kebutuhan) nya.

Kalau bila tidak terpenuhi (syarat, -pent) ini, (hukumnya, -pent) tidak boleh dia berhutang. Tidak boleh (hutangnya, -pent) dibayar dari zakat.

(Contoh, -pent) 

Dia berhutang umpamanya untuk beli mobil mewah padahal
1. bagi dia cukup kendaraan motor (kebutuhan, pent) dia hanya (berdua, -pent) dengan istrinya saja. 
2. dan bisa bawa motor dan
3. memang tidak membutuhkan mobil dan (kemudian, pent) beli mobil dengan cara berhutang (MAKA, pent) tidak boleh dibayarkan zakat untuk dia. Karena ini lebih dari hajjah (kebutuhannya)

(Contoh lain, pent) 

tapi dia dengan
1. 5 anak dengan istrinya
2. tidak mungkin naik motor 7 orang kan

(Maka kondisinya, pent) tidak mungkin, berarti dia butuh mobil dan butuh transportasi untuk itu. Berhutang untuk mobil dan sebatas kemampuannya, berapa mobil minimal (harga mobil minimal) yang bisa digunakan oleh dia maka berhutang ini adalah mubah.

Bila lebih dari kebutuhannya TIDAK mubah termasuk Ishraf (berlebih-lebihan) apalagi ini hutang berlebih-lebihan maka tidak boleh dibayarkan (salurkan, -pent) zakat kepada dia.

Bila terpenuhi persyaratan ini,
1. dia berhutang untuk sesuatu yang mubah dan
2. sesuai dengan kebutuhan dia dan
3. dia tidak memiliki asset yang lain,

(bukan seperti, -pent) pada yang memiliki (aset, -pent) seperti tadi, dikampungnya ada tanah 5 hektar maka dia memang berhutang tapi bisa dia jual sebagian, bagian satu petak tanahnya tadi,
Mungkin dengan 100 meter tanahnya bisa menutupi hutangnya ini dan masih ada sisanya lebih banyak lagi assetnya maka dengan demikian TIDAK boleh dibayarkan juga hutang dia walaupun untuk hutang (untuk kebutuhan, -pent) pokoknya.
(Disalurkan dari zakat ini, -pent)

Pertanyaan kedua |
1. Zakat untuk sarana dakwah dibolehkan kah atau tidak?
2. Atau masuk Asnaf yang mana?

Sebagian para ulama menafsirkan Fīsabilillāh dengan lebih umum, setiap (Shubulul khoiryr) jalan jalan kebaikan apapun jalan kebaikan ini dibolehkan.

Dan ini pendapat yang dikuatkan oleh MUI pusat tapi pendapat ini menurut saya Wallāhu Ta'āla a'lam Marjuh (tidak kuat sekali).

Diantara nya berdasarkan dalil Allāh jelaskan satu persatu,
8 asnaf
√ Fakir
√ Miskin
√ Orang yang berhutang
√ Amil

Bukankah semua ini jalan kebaikan,tapi sekarang kita terjemahkan jalan kebaikannya adalah seluruh jalan kebaikan, kalau begitu buang-buang kata-kata Allāh menjadi satu ABC dan ada terakhirnya menutup seluruhnya.

Tentulah makna Fīsabilillāh disini menyempit yaitu dengan makna Muqathil Mujahidin (orang yang berperang dijalan Allāh Subhānahu wa Ta'āla)

Para khibar ulama lembaga ulama besar kerajaan Saudi Arabia meluaskan makna Fīsabilillāh ini tapi tidak terlalu luas juga, dengan mengqiyas kan bahwasanya Jihad Fīsabilillāh sebagaimana islam sebarkan dengan (Saifu wa sinna) dengan senjata dengan Jihad, Islam juga disebarkan dengan ilmu dan dakwah.

Maka untuk sarana ilmu dan sarana dakwah di bolehkan untuk dibayarkan juga zakat tetapi karena ini hukumnya qiyas jangan menjadi prioritas.

Karena hukumnya Qiyas yang lain, (maka, pent) yang tsabit dengan nash seperti Fakir Miskin lebih dipentingkan daripada ini, karena untuk sarana dakwah ini berapapun zakat anda akan habis.

Maka prioritaskan dulu yang Fakir Miskin, sehingga dalam banyak hadīts Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam mengatakan,

"Diambil dari yang kaya diberikan kepada fakir miskin"

Seolah-olah yang menerima zakat itu hanyalah Fakir Miskin saja.

Maka berdasarkan, buatlah skala prioritas bila anda sebuah lembaga Amil, bikin skala prioritas bila
1. tertutupi hajjah Fakir Miskin karena ini hajjah daruriyah sekali,
2. baru untuk sarana-sarana lainnya,

bila tidak (demikian, pent) anda sampaikanlah pada sarana dakwah tadi dan hendaklah lembaga atau instansi dakwah dalam hal ini bijak.
Bila memang operasional mereka telah tertutupi sebaiknya jangan lagi diterima dari zakat ini.
(yaitu, -pent)
Bila belum tertutupi operasional (maka, pent) halal bagi mereka untuk menerimanya (penyaluran dari zakat anda, -pent).

Wabillahi Taufik..

Ditranskip oleh: Team Transkip BiAS & ETA

Sumber: @BimbinganMuamalahMaaliyah
Follow Us: https://m.facebook.com/syariahmovement/

Tidak ada komentar: