HIJRAH DARI SYIRIK DAN ORANG MUSYRIK

HIJRAH DARI SYIRIK DAN ORANG MUSYRIK

Hijrah / baro'/ menjauhi/ meninggalkan dari perbuatan syirik dan orang musyrik adalah seruan awal para Rasul, karena ia merupakan masalah prinsip agama/ ashluddin (yakni aqidah tauhid) yang menjadi awal dakwahnya para Rasul.

Begitu pula tatkala Rasulullah Muhammad shalallahu alaihi wasallam diutus.

Perintah pertama yang turun saat itu adalah meninggalkan syirik dan orang musyrik, yakni dengan turunnya surat Al-Mudatsir dan Al-Muzammil. Jika saat itu Al-Quran ditulis/ disusun dalam bentuk kitab seperti mushhaf sekarang ini, maka Alqur'an yang ada saat itu belum sampai satu lembar. Yang berarti menjauhi/ meninggalkan syirik dan orang musyrik merupakan masalah yang sangat penting yang harus didahulukan.

Karenanya, apakah mungkin saat itu ada seorang Muslim yang tidak kufur dengan thoghut (tidak menjauhi perbuatan syirik dan orang musyrik)? Padahal inti dan awal dakwah para Rasul adalah: "ibadahilah Allah saja, tinggalkan Thaghut" (QS. an-Nahl 36) dan ayat al- Qur'an yang awal turun setelah 5 ayat Al 'Alaq di gua Hiro' adalah Al-Mudatsir (QS 74:5) dan Al-Muzammil (73:10), yang ia menjadi prinsip dasar dalam agama tauhid ini? Allah Subhanahu wa ta'ala berfirman:

وَلَقَدْ بَعَثْنَا فِى كُلِّ أُمَّةٍ رَّسُولًا أَنِ اعْبُدُوا اللَّهَ وَاجْتَنِبُوا الطّٰغُوتَ  ۖ 
"Dan sungguh, Kami telah mengutus seorang Rasul untuk setiap umat (untuk menyerukan), ibadahilah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut," (QS. An-Nahl 16: 36)

وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ
"dan tinggalkanlah segala (perbuatan) yang keji (syirik)," (QS. Al-Muddassir 74: 5)

وَاصْبِرْ عَلٰى مَا يَقُولُونَ وَاهْجُرْهُمْ هَجْرًا جَمِيلًا
"Dan bersabarlah (Muhammad) terhadap apa yang mereka katakan dan tinggalkanlah mereka dengan cara yang baik." (QS. Al-Muzzammil 73: 10)

Apakah mungkin pada saat itu ada orang Islam yang tidak kufur dengan thoghut (menjauhi orang musyrik)?

Ketika ada orang mengkisahkan Abbas bin Abdul Muthalib menjadi anggota parlemen musyrikin Quraisy (?), saya anggap hal itu wajar-wajar saja, karena dia itu tokoh kaum musyrikin Mekkah dan anak seorang tokoh kaum Musyrikin yang simpati kepada perjuangan Nabi dan ada dukungan ikatan keluarga dengan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam. Maka pada saat kaum Anshor melakukan bai'ah kepada Rasulullah Saw di Aqobah (yang merupakan acara yang penting dan rahasia), Rasulullah Saw membolehkan Abbas bin Abdul Muthalib, paman beliau untuk mengawalnya.

Saya membaca buku Sirah yang the best seller Al-Mubarokfury (penulisan terbaik), di dalamnya mengutip ungkapan sahabat Anshar yang hadir saat Bai'at Aqobah kedua (tahun 13 kenabian) menjelang Rasulullah hijrah ke Madinah.

Penuturan Ka’b bin Malik Al-Anshari Radhiyallahu 'Anhu mengkisahkan terjadinya Bai'ah Aqobah ke 2 (thn. 13 kenabian), dikutip oleh Al-Mubarakfury sebagai berikut:

Seorang pemuka Anshar untuk menuturkan kepada kita pertemuan monumental ini, pada saat-saat terjadinya perseteruan antara paganisme dan Islam.

Inilah penuturan Ka’b bin Malik Al-Anshari Radhzyallahu Anhu:


"Kami pergi untuk menunaikan haji, yang sebelum itu kami sudah benjanji kepada Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam untuk bertemu di Aqabah pada pertengahan hari-hari Tasyriq. Pada malam hari kami berjanji untuk bertemu beliau. Abdullah bin Amr bin Haram, salah seorang pemimpin dan bangsawan kami sedang bersama kami. Yang hingga detik itu kami masih merahasiakan keadaan kami yang sesungguhnya, maka kami mengajaknya untuk bergabung, lalu kami katakan kepadanya, “Wahai Abu Jabir, sesungguhnya engkau adalah pemimpin kami dan orang yang terhormat di antara kami. 

Kami tidak ingin jika engkau menjadi bahan bakar api neraka di kemudian hari.” Lalu kami mengajaknya masuk Islam dan kami beritahukan pula janji kami untuk bertemu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam di Aqahah. Seketika itu pula dia menyatakan masuk Islam dan bersama-sama kami dia ikut ke Aqabah. Dia kami angkat sebagai pemimpin rombongan.

Seketika itu pula dia menyatakan masuk Islam dan bersama-sama kami dia ikut ke Aqabah. Dia kami angkat sebagai pemimpin rombongan.

Pada malam itu kami tidur di tengah kaum kami. Setelah lewat sepertiga malam, kami keluar dari rombongan menuju tempat yang sudah kami janjikan untuk bertemu Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam. Masing-masing dari kami berjalan mengendap-ngendap dengan langkah hati-hati hingga akhirnya kami semua berkumpul di bukit Aqabah. Jumlah kami ada tujuh puluh tiga orang laki-laki dan wanita, yakni Nasibah binti Ka’b dan Ummu Ammarah dari Bani Mazin bin An-Najjz, dan Asma binti Amr atau Ummu Mani’ dari Bani Salamah.

Kami berkumpul di bukit menunggu, hingga Rasulullah Shallallahu Alaihi wa Sallam mendatangi kami berserta paman beliau, Al-Abbas bin Abdul-Muththalib. Sekalipun saat itu dia belum masuk Islam, tetapi dia ingin menyertai beliau dan beliau pun percaya kepadanya.

(Sumber: Sirah Nabawiyah, Syaikh Shafiyurrahman Al-Mubarakfury, bab: Baiat Aqabah kedua, hlm. 165-166)


Buku ini sebagai buku yang berhasil meraih juara 1 dalam lomba karya tulis tentang Sirah Nabi yang di prakarsai Rabithah al-Alam al-Islami.

Pendek kata, kita umat Islam diperintah untuk mengikuti millah/ ajaran Nabi Ibrahim as. Allah subhanahu wa ta'ala berfirman:

ثُمَّ أَوْحَيْنَآ إِلَيْكَ أَنِ اتَّبِعْ مِلَّةَ إِبْرٰهِيمَ حَنِيفًا  ۖ وَمَا كَانَ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
"Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), Ikutilah millah Ibrahim yang lurus, dan dia bukanlah termasuk orang musyrik." (QS. An-Nahl 16: 123)

Dan kita diperintah oleh Allah untuk mencontoh sikap beliau melaksanakan ajaran tauhid (sebagai buktinya: baro' dengan Thoghut), sebagaimana firman-Nya:

قَدْ كَانَتْ لَكُمْ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ فِىٓ إِبْرٰهِيمَ وَالَّذِينَ مَعَهُۥٓ إِذْ قَالُوا لِقَوْمِهِمْ إِنَّا بُرَءٰٓؤُا مِنْكُمْ وَمِمَّا تَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللَّهِ كَفَرْنَا بِكُمْ وَبَدَا بَيْنَنَا وَبَيْنَكُمُ الْعَدٰوَةُ وَالْبَغْضَآءُ أَبَدًا حَتّٰى تُؤْمِنُوا بِاللَّهِ وَحْدَهُۥٓ
"Sungguh, telah ada suri teladan yang baik bagimu pada Ibrahim dan orang-orang yang bersama dengannya, ketika mereka berkata kepada kaumnya, "Sesungguhnya kami berlepas diri dari kamu dan dari apa yang kamu ibadahi selain Allah, kami mengingkari (kekafiran)mu dan telah nyata antara kami dan kamu ada permusuhan dan kebencian buat selama-lamanya sampai kamu beriman kepada Allah saja (bertauhid)". (QS Mumtahanah 60: 4)

Karena itu ada seorang ulama yang sangat kita kenal, yakni

Syeikh Muhammad bin 'Abdul Wahhab mendefinisikan Islam sebagai berikut:

الإِسْلامُ هُوَ الإِسْتِسْلامُ ِللهِ بِالتَّوْحِيْدِ وَ اْلإِنْقِيَادُ لَهُ بِالطَّاعَةِ وَ الْبَرَأَةُ مِنَ الشِّرْكِ وَ أَهْلِ الشِّرْكِ
Islam adalah ber-istislam (tunduk, patuh) kepada Allah dengan mentauhidkannya, tunduk kepada-Nya dengan penuh ketaatan dan berlepas diri (baro') dari kesyirikan dan orang-orang musyrik.

(Sumber: Da’watu Syaikh Muhammad bin ‘Abdul-Wahhab, Da’watus-Salafiyah , hlm. 225)

Jadi, tidak ada orang disebut sebagai Muslim jika tidak mau kufur kepada Thoghut.

Semoga bisa difahami.

By: #Al_Ghazaburry

Tidak ada komentar: