Kenapa Santri Di Pesantren Tidak Boleh Pegang Hp Android ? ini Yang Dikhawatirkan

Tidak Boleh Pegang Handphone

Inilah yang dikhawatirkan pesantren mengapa gak ngebolehin santri bawa hp ke asrama.

Sayang sekali kalo pas liburan di rumah mereka dibebasin pake hp/laptop or difasilitasi wifi 24 jam tanpa pengawasan orang tua.
--
ZINA MAYA

Mungkinkah???

Awal tahun 2016, saya masih di kesiswaan sekolah. Tugas saya adalah menangani kasus siswa dan oprek penggunaan ITnya.

Saya tuliskan kasus ini bukan untuk menjelekkan siapa pun atau pihak manapun. Murni ini pelajaran besar untuk para orang tua dan kita semua.

Pada saat itu, saya mendapati sebuah kasus di sekolah yang unik. Yang pada akhir putusan, mereka tak lagi lanjut bersekolah di tempat kami.

Awalnya ditemukan sebuah foto yang menampakkan setengah badan siswi putri pada sebuah chat.

Chat via Line waktu itu di HP yang tersita. Shocked pastilah kita sbg gurunya. Karena keseharian berjilbab. Itu di chat dg lawan jenis.

Demi mengetahui sedalam apa kasus ini, saya harus berdialog dg remaja ini. Well done.

Ia yang merasa dekat dengan saya, memberikan semua PIN Line, WA dan Skypeenya. Dengan satu pesan, berurai air mata ia mengatakannya.

"Setelah ini, jangan pernah kecewa dengan saya ya, us." Sebuah panggilan khas di sekolah dia sematkan untuk saya. Ia meletakkan kepalanya di pangkuan saya. Nangis.

Malamnya saya buka laptop dan HP yang sudah diserahkan ke saya sekalian PINnya.

Saya mulai dari HPnya. Begitu saya masuk applikasi chat Linenya, tangan saya bergetar.

Seorang remaja usia hampir tujuh belas tahun, hafalan Quran di atas 7 Juz, setiap hari ia sempurna berjilbab. Saya tulis, bukan untuk sebuah judgement nantinya.

Namun, sebuah hikmah yang harus kita petik, bagi yang memiliki anak remaja atau menjelang usia-usia segitu. Ia sengaja melanggar hukum dengan membawa HP ke asrama.

Saya masuk ke hulu chat. Ratusan ribu chat. Luckily, tidak ada chat yang dihapus.

Di situ saya menggigil pilu menjadi guru. Apa yang saya dapatkan, jauh lebih dewasa dari yang saya bayangkan.

Awal chat, dari si dianya. Anak laki yang kebetulan tidak tinggal di asrama. Rumah 24 jam full wifi, pengawasan ortu nihil karena sibuk dengan karir.

Awalnya semua dialog layaknya orang jatuh cinta. Gombalan bucin khas mereka. Everyday and all night. Prime time chat adalah 22.00 -04.00.

Mancing-mancing lah menggoda. Namun, lama-lama, anak-anak remaja yang jatuh cinta ini, diksinya membuat saya terganga.

Fasilitas Line atau WA yang support segala fasilitas dengan chat tertulis, call dan Vidcaĺl, adalah privatisasi chat antara dua orang yang makin tersimpan kecuali dua pelaku yang chat saja yang mengetahuinya.

Saya orang ketiga yang tahu, setelah semua chat berlalu. Tapi saya bukan setan, okay?

Membaca isi chat mereka, lutut saya lunglai. Merasa gagal menjadi pendidik dan merasa ngeri sekali dengan zaman untuk anak-anak saya pribadi.

Chat mereka, tak sekedar tulisan, atau Vn bahkan sampai Vidcall. Everynight. Pantesan, ni anak merem aja di sekolah. Waktunya habis di malam hari.

Apa yang saya temukan di chat? Gombalan yang sangat dewasa dari usia mereka. Sampai-sampai si gadis rela berselfi setengah busana dan mengirimkan ke pasangannya. Sehari bisa lebih dari sepuluh kali saat mereka libur.

Bahasa "kamar dan ngamar" menjadi sangat biasa. Dari setiap vidcall yang mereka lakukan dan bahas, all very close dengan sex on the phone.

Permintaan remaja laki yang menjurus pada si remaja putri untuk open psysichally on the phone tertulis verbal. Ya, kemudian merekam dalam foto dan video.

Ini horor, pembaca. Sebagai Ibu dan pendidik. Saya hancur lebur di sini. Anak laki yang jatuh cinta, difasilatasi gadget dan dunia maya yang gampang, rayuan yang pintar, anak putri yang mabuk rayuan dan nurut dengan ancaman karena sudah terekam jejak sebelumnya, mau apa kecuali menurutinya.

Menuruti permintaan untuk memfoto bagian-bagian vitalnya bahkan pada aurat besarnya. Unggah foto alias picture up alias Pap bahasa mereka. Atau record video dan send.

Dalam hitungan menit, berapa gambar yang ter-pap. Berapa video yang terunggah. Belum lagi saat mereka Vidcall dan apa saja yang mereka lakukan dan bicarakan saat vidcall.

Sisa-sisa pembahasan after vidcal saja membuat saya lunglai. Pembicaraan yang dekat dengan sexually intercourse.

Ini Zina maya, Maaak!!

Saya menangis berhari hari saat menjalankan tugas ini. Karena saat itu hanya saya yang bisa mengakses isi semua gadgetnya. Belum lagi ketika saya pindah ke Skypee mereka. Tak jauh beda. Menambah luka di hati saya sebagai gurunya.

Saya sempat sakit setelah sepekan saya membuka ketiga aplikasi chat mereka. Dunia maya, dengan fasilitas live video yang private sekali di ketiganya, membuka peluang -Zina Maya- begitu mudahnya.

Ya, zina maya, bermula dari tulisan, dengan gombalan rayuan, bertahap naik sampai vidcal dan aktifitas live yang very close to sexually intercourse in virtual, sangat mudah.

Fasilitas banyak tersedia. Smartphone di tangan kita. Tinggal waktu dan mau atau tidak mau kita melakukannya.

Ya, semua, tergantung pada manusianya. Zaman semakin mudah untuk berzina dan semakin mudah untuk menutupinya. Dunia maya, menyediakannya. Modalnya kuota. Taruhannya adalah iman kita.

Yang tidak mudah, adalah mendidik diri dan anak-anak kita. Bisa atau tidak menghindarinya. Namun, yang jelas, pengawasan Allah meliputi semuanya.

Sejauh apa seseorang bersembunyi, tak ada zina yang sendiri. Allah Maha Mengawasi.

Credit : By Ustadzah Nurma SMAIT NH Surakarta
Diambil dari grup Islamic Parenting

Tidak ada komentar: