letak ayat yang dilupakan para ustadz bioskop dan ikhtilath

“Bunyi dan letak ayat yang dilupakan para ustadz bioskop & ikhtilath”
(Oleh: Mantan anak gaul '99-'04)

Awalnya judul tulisan ini bukan “ustadz bioskop dan ikhtilath” melainkan nama AH. Saya ubah akhiran judulnya dengan pertimbangan:

1. Dari pengalaman saya dengan bahasa netral (baca: sopan) menanggapi ‘tantangan bonus tiket & hadiah umroh’ yang ditebarnya 2 tahun lalu, fansnya malah melancarkan bullying & fitnah, bukan menelaah kalimat-kalimat sopan saya dengan seksama. Murid kencing berlari karena ‘teladan’ guru kencing berjalan. Muncul video berjudul “UAH diajak masuk Salafy”.

Kontradiktif & bernafsu. Katanya tak perlu ditanggapi, tapi di saat yang sama minta penggemar membacakan ‘pesan masuk’. Zhahirnya bertolak belakang dengan lidah yang seolah merendah. Klaim siap dikritik, tapi merasa jadi korban ‘lemparan’ dan tidak bersalah. Kami disuruh tabayyun, sementara yang bersangkutan bebas menuduh dan memfitnah. Beberapa fatwanya yang menyesatkan telah disanggah banyak asatidzah. Hingga saya pikir, jika dengan bahasa sopan tidak bisa menyadarkannya, sesekali bahasa ‘gaul’ tak apalah.

2. Membantah pemikirannya selalu melahirkan fitnah “numpang tenar” yang zaman sekarang disebut “pansos”. AH yang memang terkenal ini bahkan mencantumkan fitnah pansos “istri 3 ekonomi seret kalah pamor” (terhadap ustadz yang mengkritiknya) dalam bukunya. Kalau dia tidak minta maaf sebelum wafat, dia akan mempertanggungjawabkan dosa fitnahnya di hari kiamat.

3. Ustadz yang mengajak nonton bioskop bukan baru AH saja. Banyak ustadz harakah (pergerakan) yang mendahuluinya. Maaf harus sebut harakah, karena nyatanya memang tidak ada ustadz salafy yang ngajak umat ke bioskop. Sebutlah ustadz haraki lokal seperti HN yang mengajak nonton sebuah film religi buah novel fiksi karya ustadz haraki lainnya, HE, yang bahkan ikut menjadi pemeran/sutradara dalam film itu. 

Tapi itupun tak mengherankan karena pembesar ikhwani seperti YAQ memang lebih dulu memfatwakan bolehnya (dengan syarat yang tidak waqi’), sebagaimana dimuat dalam sebuah situs haraki ikhwani berinisial D berakhiran A. Jadi, menghilangkan namanya akan membuat isi artikel ini general. Kapanpun di masa mendatang ada ustadz terkenal mengajak nonton bioskop, artikel ini akan terus menjadi sanggahan.

4. Para ustadz yang mengajak ke bioskop atau yang suka ikhtilath, memang nampak punya penyakit keilmuan terkait wanita. Sangat bebas. Ada yang suka berfoto bareng dengan penggemar wanita. Ada yang istrinya dipajang di medsos hingga bisa dilihat siapa saja. Ada yang liqa’ duduk berhalaqah bersama wanita, bebas tatap mata, tanpa pembatas dan tanpa hajat syar’i/darurat. 

Kajian dan rapat lembaga dakwah kampus/rohis SMA dan majelis taklim ummahat yang dibimbing para murabbi haraki, seperti itu sudah biasa. Di sini ada kajian keluarga. Saya pernah isi dengan hijab. Giliran yang ngisi ustadz ikhwani, hijabnya disuruh lepas. Ibu-ibu yang tidak mau menghadap ustadznya (karena tanpa hijab) dimarahi, dianggap tidak sopan.

Foto ustadzah caleg mereka bebas dilihat pasang mata non mahram karena dipajang di jalan raya. Ustadzah mengisi di TV, yang tentu harus tampil cantik dengan make up, jadilah mereka ustadzah mutabarrijah. Jangan lupa salah satu yang terparah: Joget Gangnam Style bareng para ikhwan akhwat partai Ikhwanul Musliminnya Indonesia (PxS) pendukung ex-Gubernur Jabar saat musim kampanye di salah satu sudut Jabar. Maka tak heran jika mereka mengajak orang nonton bioskop dengan alasan filmnya religi. Ilmu mereka lahir dari rahim manhaj yang berpenyakit.

ustadz bioskop dan ikhtilath

Lalu apa bunyi dan di mana letak ayat yang dilupakan ustadz bioskop & ikhtilath itu?

قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ۚ ذَٰلِكَ أَزْكَىٰ لَهُمْ ۗ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ
“Katakanlah kepada orang laki-laki yang beriman agar mereka menahan pandangan dan memelihara kemaluan mereka. Yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (QS. An-Nuur: 30)

وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا مَا ظَهَرَ مِنْهَا ۖ وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَىٰ جُيُوبِهِنَّ ۖ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاءِ بُعُولَتِهِنَّ أَوْ إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُولِي الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَىٰ عَوْرَاتِ النِّسَاءِ ۖ وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ مِن زِينَتِهِنَّ ۚ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَ الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Katakanlah kepada wanita yang beriman agar mereka menahan pandangan dan kemaluan mereka. Dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak. Dan hendaklah mereka menutupkan kerudung ke dadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suaminya, ayahnya, ayah suaminya, atau putra-putranya, atau putra-putra suaminya, atau saudara-saudara laki-lakinya, atau putra-putra saudara lelakinya, atau putra-putra saudara perempuannya, atau wanita-wanita Islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”

Posisinya dalam mushaf ada di sebelah kanan, turun 5 baris. Kalau Anda buka di HP, maka posisinya adalah di tengah layar dan bisa juga di pojok atas jika Anda scroll ke atas. Mengetahui posisi ayat baik, tapi memahami kandungannya jauh lebih urgent.

Syaikh As-Sa’di rahimahullah berkata dalam tafsirnya,

يَغُضُّوا مِنْ أَبْصَارِهِمْ :عن النظر إلى العورات وإلى النساء الأجنبيات، وإلى المردان، الذين يخاف بالنظر إليهم الفتنة، وإلى زينة الدنيا التي تفتن، وتوقع في المحذور. 
“Menahan pandangannya, yaitu dari memandang aurat, wanita-wanita asing (non mahram) dan para amrad (lelaki ganteng menyerupai wanita) yang mengundang fitnah jika melihatnya, melihat perhiasan dunia yang akan membuatnya terfitnah dan menjerumuskannya ke dalam perkara-perkara yang terlarang.” (Taisir Al-Karim Ar-Rahman hal. 515)

Hubungan ayatnya dengan bioskop?

1. Tidak ada film (Indo) tanpa pemeran wanita, sekalipun film religi.

Sebut 1 per 1 film layar lebar yang Anda tahu. Adakah yang tanpa aktris? Jika tidak ada, maka dipastikan sang ustadz dan kaum muslimin yang diajaknya akan melihat si pemeran wanita yang notabene non mahram tanpa ada kondisi hajat syar’i atau darurat. Film hanya perkara hiburan yang tidak mengandung satu dari kedua kondisi tersebut. Belum lagi semua wanita yang dijadikan pemeran terbilang wanita-wanita cantik. Bahkan bagi produser, aktris kafir tanpa hijab tak apa, yang penting cantik.

2. Film tak akan laku tanpa aktris cantik dan aktor tampan.

Penonton akhwat yang kurang rasa haya’ akan bergumam, “Arrrhh, tampannya.” Lelaki dan ustadz jelalatan akan berkata, “Masya Allah, cantiknya.” Bila tak sesuai selera, mereka akan berijma’, “Ya elah, gini aja. Kagak ada yang lain cuy?”

Di tengah pujian dan hinaan ini, bagaimana kalau itu istri antum? Orang awam bangga, muslim yang baik benci mendengar istrinya dipandangi lelaki lain, seharusnya.

3. Produser, director, aktor, aktris, hingga ustadz yang jadi pemeran pembantu/sutradara/ screenwriter realitanya di tempat syuting memang sedang ikhtilath yang diharamkan dalam agama.

Berkaca dari beberapa film adaptasi dari novel religi. By the way, saya tamat baca AAC saat belum ada logo best seller di covernya. Membuka halaman terakhirnya saya bergumam, seandainya jadi film pasti laku. Kala itu saya sudah hijrah, hijrah ke kajian harakah. Tahu bukunya juga dari senior di harakah. Saya nekad jadikan bedah bukunya sebagai mata acara Ramadhan kampus, langsung dengan penulisnya, meski seorang teman berkata, “Buku cerita fiksi tidak ada isi ilmunya kok dibedah?”

Dibalut dengan ujian membaca/hafalan Qur’an untuk pemeran utama, casting film-film religi ‘hasil khayalan ustadz’ itu berakhir dengan ikhtilath. Aurat wanita ditebar dengan poster promo lantaran sebagian artisnya tidak berhijab. Selama syuting campur baur laki perempuan bahkan melihat aurat dan kecantikan wanita non mahram tanpa batas. Ustadz yang notabene jurusan hadits di fakultas ushuluddin nyemplung dalam kubangan ikhtilath itu sebagai pemeran bahkan sutradara.

Oya, saya ingat waktu baca cetakan awal AAC, di bagian akhirnya ada adegan menikah dan bermesraan dengan media gelas di malam pertama. Adegan seronok seperti itu masuk scene film AAC tidak ya? Jika ya, sungguh terlalu orang berilmu yang hadir di tempat syuting maupun bioskop penayangnya. Ada orang bersentuhan dan bermesraan dengan lawan jenis, eh mereka tonton. Bila aktor dan aktrisnya pasutri di dunia nyata saja haram untuk melihatnya, apalagi kalau bukan? Dan memang bukan wahai Ustadz!

4. Bioskop adalah tempat pacaran yang pas untuk pegangan tangan dan bermesraan.

Penyakit keilmuan soal wanita yang bebas tadi akhirnya melahirkan umat ikhwan dan akhwat yang suka ikhtilath. Bioskop tempat yang pas. Banyak dari mereka yang pacaran (Islami katanya) meskipun berjilbab besar dan penyuka nasyid. Rusaknya, yang ngajak ke sana justru para ustadz!

5. Mantan & masih anak gaul tahu, premier sebuah film akan diisi foto bareng campur aduk laki dan perempuan.

Pemeran pria biasa berfoto bareng dengan penggemar wanita. Begitu juga sebaliknya untuk pemeran wanita. Ustadz bioskop di mana? Di sana dan biasa saja. Jadi setan bisu, lihat kemungkaran tapi tidak mengingkari tidak juga pergi.

Mau menambahkan poin soal di bioskop banyak musik, film fiksi itu berarti cerita dusta, dan ‘illat-‘illat pengharaman ke bioskop yang lain, pasti tak dianggap jika mereka melegalkan yang lebih parah dari itu. Belum lagi sudah diketahui, rata-rata ustadz haraki itu memang membolehkan dengar musik. Haditsnya cacat katanya, padahal taqlid kepada sesamanya.

Dakwah lewat layar lebar?

Apa yang Anda harapkan dari dakwah semacam dakwah bioskop?
Faaqid asy-syai’ laa yu’thii…
Yang tidak punya ilmu dalam dakwah, bagaimana mau berdakwah?
Aktris bioskopnya tidak berhijab, bagaimana mau mengajak muslimah berjilbab?
Demi akting, aktris pembantu film religinya adalah wanita kafir.
Sutradaranya, istri sutradaranya dan pemainnya banyak yang punya penyakit sepilis alias liberal dan menganggap semua agama baik.
Mulai aktor pemeran KH. Ahmad Dahlan hingga aktris pemeran akhwat bercadar dalam film AAC pada murtad dari Islam.

Dakwah bioskop, semu dan musiman. Para ustadz bioskop dan ikhtilath justru menggiring remaja muslim ke jurang kerusakan.

Penghujung Jum'at, 21 Muharram 1441/20 September 2019

Tidak ada komentar: