Ilmuan belum mampu menyingkap seberapa mematikan Virus corona Covid-19

Virus corona Covid-19

Para ilmuwan belum mampu menyingkap seberapa mematikan virus corona tipe baru, Covid-19. Terlebih, tingkat kematian dari infeksi virus itu berbeda antara di China dan di 30-an negara lain yang memiliki kasus positif Covid-19.

Fakta itu seolah memperberat misteri yang harus diungkap. Kasus kematian dari wabah penyakit yang bermula di kota Wuhan, Provinsi Hubei, China itu 99 persen memang bersumber dari Negeri Tirai Bambu.

Akan tetapi, seiring dengan merebaknya Covid-19 di negara lain, bahkan tingkat kematian rendah pun bisa menambah banyak jumlah korban. Peneliti menanggap penting untuk mengungkap faktor yang membuat tingkat kematian yang rendah bisa terjadi di negara lain.

"Anda bisa mendapatkan hasil yang buruk pada awalnya, sampai kemudian Anda benar-benar memahami cara mengendalikan wabah itu,” ujar Bruce Aylward, wakil dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang menjadi kepala tim ilmuwan mempelajari wabah Covid-19, pada Selasa (25/2).

Seperti dikutip AP, Aylward bersama tim ilmuwan telah kembali dari China untuk mempelajari lebih dalam tentang Covid-19. Di Wuhan, dua persen hingga empat persen pasien dilaporkan meninggal. Namun, secara keseluruhan, tingkat kematian di negara itu sangat rendah, yaitu 0,7 persen.

Tidak ada yang berbeda tentang virus dari satu tempat ke tempat lain. Namun, di Wuhan, jenis virus corona yang belum pernah diketahui sebelumnya menyerang dengan cepat, membuat rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya di kota itu kewalahan.

Pada awal wabah virus corona terjadi dan diumumkan pada Desember 2019, pasien pertama yang terinfeksi mengalami sakit parah, hingga akhirnya mendapat perawatan. Di bagian lain China, pihak berwenang menemukan kasus infeksi yang lebih ringan.

Tidak ada perawatan atau penanganan khusus bagi pasien Covid-19 karena infeksi virus tidak memiliki obat. Namun, perawatan yang dilakukan seperti penyakit akibat infeksi virus lainnya dapat membantu.

Di China, pada awalnya pasien virus Covid-19 harus dirawat hingga 15 hari. Namun, saat ini hanya menjadi sekitar tiga hari. Aylward mengatakan, bukan berarti itu adalah kemajuan baik, karena masih terlalu dini untuk menyatakannya.

“Saya frustasi terhadap orang yang mengatakan angka kematiannya tidak terlalu buruk karena ada kasus-kasus yang lebih ringan. Maaf, jumlah orang yang sama yang sekarat, masih meninggal,” ujar Aylward.

Hingga pekan lalu, sebagian besar orang yang didiagnosis di luar Cgina terinfeksi setelah melakukan perjalanan ke negara itu. Menurut spesialis wabah dari Johns Hopkins University, Lauren Sauer, orang yang bepergian secara umum lebih sehat dan dengan demikian, mungkin lebih cepat untuk pulih.

Meski demikian, Aylward memperingatkan agar pihak berwenang di berbagai negara untuk berhati-hati dan tidak terfokus pada tingkat kematian. Banyak negara yang cenderung fokus pada pasien dengan gejala-gejala terinfeksi parah, sehingga melewatkan kasus-kasus ringan, sama seperti yang terjadi di Wuhan pada awalnya.

Covid-19 yang berasal dari keluarga virus corona yang sama dengan beberapa wabah lainnya menjadi lebih mematikan dengan tingkat penyebaran yang cepat. Kini, jumlah kasusnya lebih dari 81 ribu di seluruh dunia dan sekitar 2.700 kematian.

Saat wabah SARS terjadi pada 2002-2003, sebanyak 774 orang meninggal. Sementara itu, MERS yang mewabah sejak 2012 tercatat menemewaskan sedikitnya 828 orang.

Di samping itu, ada flu yang berasal dari keluarga virus berbeda yang memiliki tingkat kematian sekitar 0,1 persen. Flu juga bisa lebih mematikan. Hal itu karena jutaan orang bisa terkena flu setiap tahunnya di seluruh dunia dan menyebabkan jumlah kematian per tahun mencapai ratusan ribu.

Seperti SARS, Covid-19 memiliki potensi lebih mematikan bagi orang yang lebih tua, terutama mereka yang memiliki penyakit kronis, seperti penyakit jantung atau paru. Meski di antara orang yang lebih muda jarang terjadi kematian, tetapi tetap harus diwaspadai, seperti kasus dokter berusia 34 tahun di China yang meninggal akibat infeksi virus Covid. Ia adalah orang yang mengetahui wabah sejak awal dan memberi peringatan, namun justru mendapat teguran dari pemerintah negara itu.

Di China, 80 persen pasien yang baru terdeteksi positif virus corona mengalami gejala-gejala sakit ringan, sedangkan 13 persen lainnya sudah mengalami sakit parah. WHO mengatakan, orang dengan kasus ringan sembuh dalam waktu sekitar dua minggu, sementara mereka yang sakit bisa memakan waktu antara tiga hingga enam pekan. republika.co.id

Tidak ada komentar: