Korban Kekerasan India: Mereka Memaksaku Mengucap Mantra Hanuman

Mereka Memaksaku Mengucap Mantra Hanuman

New Delhi – Kekerasan meletus antara ribuan orang yang mendukung dan menentang hukum kewarganegaraan baru yang dirilis pemerintah nasionalis Hindu pimpinan Narendra Modi. Setidaknya 20 orang tewas, sementara puluhan lainnya luka-luka.

Undang-Undang Amendemen Kewarganegaraan memudahkan warga beberapa negara tetangga untuk mendapatkan kewarganegaraan India, mengecualikan Muslim. Para kritikus mengatakan hukum itu bias terhadap Muslim dan merusak konstitusi India.

Saksi mata kekerasan melihat gerombolan massa menggunakan tongkat dan pipa berjalan-jalan di bagian timur laut Delhi pada Selasa (25/02/2020). Sementara itu terjadi serangan pembakaran dan penjarahan. Asap hitam mengepul dari pasar ban yang dibakar.

Setidaknya dua masjid di timur laut Delhi juga dibakar. “Banyak yang terluka menderita luka tembak,” kata pejabat rumah sakit.

Rumah sakit Guru Teg Bahadur di perbatasan timur New Delhi sering penuh. Pada hari Rabu, ratusan orang memadati bangsal saat dokter bekerja sepanjang malam untuk mengobati korban luka.

Mohammad Akram memperhatikan ketika putranya yang berusia 17 tahun keluar dari ruang operasi setelah dioperasi karena luka tembak di dadanya. Remaja itu mengatakan dia ditembak di teras apartemen keluarganya ketika melihat gerombolan Hindu memasuki lingkungannya.

Pasien baru terus datang ke rumah sakit, dibawa dengan tandu. Mereka yang mengalami cedera kepala diarahkan ke ruang gawat darurat yang penuh sesak.

Mohammad Akbar berhasil sampai ke rumah sakit dengan darah mengucur di kepalanya setelah diserang pada Rabu pagi.

Akbar, seorang Muslim, mengatakan gerombolan Hindu memaksanya untuk mengucapkan mantra Hanuman, sebuah nyanyian renungan Hindu yang didedikasikan untuk Dewa Hanuman, dewa Hindu yang populer.

“Mereka menyerang saya setelah itu mulai memukuli saya. Satu orang memukul kepala saya dengan kapak,” kata Akbar.

Shaleen Mitra, penasihat menteri kesehatan Delhi, Satyender Jain, mengatakan polisi juga memblokir ambulans untuk mengevakuasi korban luka-luka dari rumah sakit swasta kecil yang penuh sesak di Mustafabad, daerah mayoritas Muslim, ke rumah sakit umum Guru Teg Bahadur yang lebih besar.

“Polisi mengatakan kepada petugas kesehatan bahwa mereka tidak bisa memberi mereka perlindungan dari para perusuh,” katanya.

Kerabat korban Muslim menyebut polisi hanya berdiri diam ketika massa Hindu membakar gedung-gedung dan memukuli orang. Bagaimana kekerasan dimulai, dan siapa yang harus disalahkan, masih belum jelas. (kiblat.net)

Tidak ada komentar: