Ada yang bilang begini :
“Keluar rumah berani. Ke pasar berani. Ke ruang publik berani. Giliran ke masjid takut corona.?”
“Tidak berjama’ah ke masjid, tapi masih keluar buat bekerja. Situ waras?!”
“Ke ATM berani, ke pasar berani, ke warung berani…. Giliran ke masjid ga berani takut corona katanya… Antum waras??”
Mari coba kita pelajari dan luruskan.
Komentar-komentar di atas, didasari oleh analogi (qiyas) antara masjid dan pasar.
Apakah analogi tersebut sudah tepat?
Tepat tidaknya, silahkan pembaca simpulkan sendiri setelah membaca catatan-catatan berikut :
Pertama, menganalogikan pasar dengan Masjid, adalah bentuk perendahan kepada kemuliaan Masjid.
Kami teringat sebuah syair yang sangat menyinggung tentang hal ini,
وكيف يقال البدر أضوا من السها *** وكيف يقال الدر خير من الحصا
ألم ترى أن السيف يزري بقدره *** إذا قيل هذا السيف أمضى من العصا
ألم ترى أن السيف يزري بقدره *** إذا قيل هذا السيف أمضى من العصا
Bagaimana bisa dikatakan purnama lebih terang dari bintang kecil. Dan kerikil permata berharga dari kerikil.
Bukankah martabat pedang akan berkurang, saat dikatakan pedang lebih tajam dari kayu?!
Masjid adalah tempat yang paling dicintai Allah. Sementara pasar adalah tempat yang paling dibenci oleh Allah. Bagaimana bisa kedua hal ini dibandingkan?!
Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
Bukankah martabat pedang akan berkurang, saat dikatakan pedang lebih tajam dari kayu?!
Masjid adalah tempat yang paling dicintai Allah. Sementara pasar adalah tempat yang paling dibenci oleh Allah. Bagaimana bisa kedua hal ini dibandingkan?!
Nabi shalallahu alaihi wa sallam bersabda,
أَحَبُّ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ مَسَاجِدُهَا ، وَأَبْغَضُ الْبِلَادِ إِلَى اللَّهِ أَسْوَاقُهَا
Tempat yang paling dicintai Allah adalah masjid – masjid. Adapun tempat yang paling dibenci oleh Allah adalah pasar-pasar. (HR. Muslim)
Bagaimana bisa dibandingkan, tempat turunnya rahmat Allah dan para malaikat, dengan tempat berkumpulnya maksiat dan kefasikan (kecuali yang dirahmati Allah)?!
Ini alasan pertama bahwa analogi masjid dengan pasar dalam kasus corona, tidak nyambung atau apple to apple.
Kedua, masjid ada pengganti, sementara untuk pasar tidak.
Melaksanakan sholat, bisa dimanapun asalkan tempatnya suci. Nabi shalallahu alaihi wa sallam yang mengatakan,
Bagaimana bisa dibandingkan, tempat turunnya rahmat Allah dan para malaikat, dengan tempat berkumpulnya maksiat dan kefasikan (kecuali yang dirahmati Allah)?!
Ini alasan pertama bahwa analogi masjid dengan pasar dalam kasus corona, tidak nyambung atau apple to apple.
Kedua, masjid ada pengganti, sementara untuk pasar tidak.
Melaksanakan sholat, bisa dimanapun asalkan tempatnya suci. Nabi shalallahu alaihi wa sallam yang mengatakan,
جعلت لي الأرض مسجدا وطهورا
“Seluruh bumi telah dijadikan tempat sujud (masjid) untukku, dan sarana bersuci.” (HR. Bukhori dan Muslim)
Sementara pasar tidak sefleksibel tempat sholat. Pasar tidak bisa digantikan. Masyarakat butuh makanan pokok, kebutuhan sehari-hari, obat-obatan dll. Mereka tak bisa menemukan itu di rumah, di sawah, di hutan, di gunung, di gua, di tengah gurun pasir. Itu semua hanya bisa didapatkan di pasar.
Sehingga meski masjid ditutup karena alasan pencegahan corona, ibadah sholat tetap bisa dilaksanakan di rumah. Adapun jika pasar, toko, mall semua ditutup, kebutuhan makan dan kesehatan masyarakat tidak bisa terpenuhi. Padahal menjaga nyawa juga kewajiban.
Oleh karenanya para ulama hanya menghimbau menutup masjid, bukan pasar. Karena kewajiban melaksanakan sholat di masjid dapat tergantikan, masih bisa ditunaikan di tempat selain masjid. Sementara kewajiban memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, tak dapat tergantikan, hanya bisa didapat di pasar, tak bisa digantikan.
Ketiga, perkumpulan masa di masjid, sifatnya berulang setiap hari, sementara di pasar, tidak.
Di masjid kita berkumpul dengan jama’ah lainnya setiap hari, bahkan sehari lima kali. Sementara orang belanja ke pasar tidak setiap hari, cukup sepekan sekali atau dua pekan sekali atau sebulan sekali.
Keempat, physical distancing sangat susah dilakukan di masjid, sementara di pasar lebih mudah.
WHO merekomendasikan menjaga jarak fisik sekurangnya satu meter, dalam rangka pencegahan virus Corona. Karena jangkauan drobplet yang menjadi media penyebaran virus Corona, adalah sekitar satu meter.
Di masjid kita dituntut untuk merapatkan shaf, atau setidaknya berdekatan. Kemudian karpet, sajadah masjid atau lantai tempat sujud, berhubungan langsung dengan mulut dan hidung, yang menjadi sumber penyebaran dan penularan virus Corona. Ini menyebabkan penyebaran corona lebih cepat di masjid. Adapun di pasar, physical distancing lebih mudah diupayakan. Karena ruangnya yang lebih luas.
Wallahua’lam bis showab.
Referensi :
– Matsarot Al-Gholat fil Istidlal ‘Ala Ighlaaqi Al-Masajid Li ajli Corona, karya Syekh Dr. Muhammad Al-Mula Al-Jufairi.
Hamalatul Quran Yogyakarta, 17 Sya’ban 1441 H
Sementara pasar tidak sefleksibel tempat sholat. Pasar tidak bisa digantikan. Masyarakat butuh makanan pokok, kebutuhan sehari-hari, obat-obatan dll. Mereka tak bisa menemukan itu di rumah, di sawah, di hutan, di gunung, di gua, di tengah gurun pasir. Itu semua hanya bisa didapatkan di pasar.
Sehingga meski masjid ditutup karena alasan pencegahan corona, ibadah sholat tetap bisa dilaksanakan di rumah. Adapun jika pasar, toko, mall semua ditutup, kebutuhan makan dan kesehatan masyarakat tidak bisa terpenuhi. Padahal menjaga nyawa juga kewajiban.
Oleh karenanya para ulama hanya menghimbau menutup masjid, bukan pasar. Karena kewajiban melaksanakan sholat di masjid dapat tergantikan, masih bisa ditunaikan di tempat selain masjid. Sementara kewajiban memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari, tak dapat tergantikan, hanya bisa didapat di pasar, tak bisa digantikan.
Ketiga, perkumpulan masa di masjid, sifatnya berulang setiap hari, sementara di pasar, tidak.
Di masjid kita berkumpul dengan jama’ah lainnya setiap hari, bahkan sehari lima kali. Sementara orang belanja ke pasar tidak setiap hari, cukup sepekan sekali atau dua pekan sekali atau sebulan sekali.
Keempat, physical distancing sangat susah dilakukan di masjid, sementara di pasar lebih mudah.
WHO merekomendasikan menjaga jarak fisik sekurangnya satu meter, dalam rangka pencegahan virus Corona. Karena jangkauan drobplet yang menjadi media penyebaran virus Corona, adalah sekitar satu meter.
Di masjid kita dituntut untuk merapatkan shaf, atau setidaknya berdekatan. Kemudian karpet, sajadah masjid atau lantai tempat sujud, berhubungan langsung dengan mulut dan hidung, yang menjadi sumber penyebaran dan penularan virus Corona. Ini menyebabkan penyebaran corona lebih cepat di masjid. Adapun di pasar, physical distancing lebih mudah diupayakan. Karena ruangnya yang lebih luas.
Wallahua’lam bis showab.
Referensi :
– Matsarot Al-Gholat fil Istidlal ‘Ala Ighlaaqi Al-Masajid Li ajli Corona, karya Syekh Dr. Muhammad Al-Mula Al-Jufairi.
Hamalatul Quran Yogyakarta, 17 Sya’ban 1441 H
Sumber : https://www.alukah.net
✒ Ditulis oleh Ustadz Ahmad Anshori
(Alumni Universitas Islam Madinah, Pengajar di PP Hamalatul Qur’an Yogyakarta)
✒ Ditulis oleh Ustadz Ahmad Anshori
(Alumni Universitas Islam Madinah, Pengajar di PP Hamalatul Qur’an Yogyakarta)
Tidak ada komentar: