Taat bukan berarti jadi corong, apalagi tukang pasang badan..

Taat bukan berarti jadi corong

Sobat! Yuk kembali membaca hadits Nabi shallallah ‘alaihi wasallam agar kita tidak kelewat batas dan juga tidak menyimpang dari tuntunan, beliau bersabda,

يَكُونُ بَعْدِي أَئِمَّةٌ لَا يَهْتَدُونَ بِهُدَايَ وَلَا يَسْتَنُّونَ بِسُنَّتِي وَسَيَقُومُ فِيهِمْ رِجَالٌ قُلُوبُهُمْ قُلُوبُ الشَّيَاطِينِ فِي جُثْمَانِ إِنْسٍ قَالَ قُلْتُ كَيْفَ أَصْنَعُ يَا رَسُولَ اللَّهِ إِنْ أَدْرَكْتُ ذَلِكَ قَالَ تَسْمَعُ وَتُطِيعُ لِلْأَمِيرِ وَإِنْ ضُرِبَ ظَهْرُكَ وَأُخِذَ مَالُكَ فَاسْمَعْ وَأَطِعْ
“Akan ada setelahku pemimpin-pemimpin yang menjalankan petunjuk selain petunjukku dan mengambil teladan selain keteladananku. Dan akan ada di tengah mereka orang-orang yang hatinya hati setan dalam tubuh manusia.”

Sahabat Hudzaifah bertanya: “Apa yang harus saya lakukan wahai Rasulullah jika aku mendapati masa itu?”

Beliau menjawab: “Dengar dan taatlah (dalam kebaikan) kepada pemimpin walaupun punggungmu dipukul dan hartamu diambil, tetaplah engkau mendengar dan taat.” (Muslim)

Jelas ya, taat dan mendengar, tentunya taat dalam kebenaran, adapun dalam kesesatan dan perbuatan haram, maka dengar saja walau tidak perlu ditaati.

Dahulu orang orang jawa mengajarkan ilmu kesaktian dalam berkomunikasi di kondisi sulit seperti di atas: Bungen Tuwo (mlebu tengen metu kiwo alias masuk telinga kanan langsung keluar dari telinga kiri).

Sekali lagi jelas ya, bukan jadi tukang stempel, dan bemper yang selalu pasang badan, tanpa peduli salah atau benar, apalagi na'uzubillah sampai reaktif sampai pakai ayat atau hadits, apapun caranya agar titah salah bisa jadi terkesan sesuai sunnah , na'uzubillah.

Semoga mencerahkan.

Nasihat dari guru kita Ust DR Muhammad Arifin Badri (dosen STDI Imam Syafi’i Jember)

Tidak ada komentar: