Pengertian Dan Hukum Tahlilan -.
Istilah "tahlilan" atau "slametan" sudah sangat populer di telinga kita semua, lantaran sudah menjadi adat istiadat klasik dan tradisi mayoritas kaum muslimin di seantero dunia masa kini, tak ketinggalan negeri Indonesia Raya ini, baik pedesaan maupun perkotaannya. Ritual yang satu ini seakan sudah mendarah daging dan menjadi prevalensi (kelaziman) yang mengikat masyarakat tatkala tertimpa musibah kematian sehingga sangat jarang keluarga yang tidak menyelenggarakan ritual ini karena takut diasingkan masyarakatnya.
Ironinya, mereka menganggap ritual ini merupakan salah satu bentuk
ibadah.
Mereka juga mencuatkan opini publik bahwa ritual ini adalah ciri khas penganut madzhab Syafi'i. Padahal, jika kita menelusuri kitab-kitab klasik madzhab Syafi'iyyah, niscaya akan kita dapati bahwa ternyata justru ulama-ulama madzhab Syafi'iyyah adalah ulama terdepan dalam mengingkarinya, bahkan mereka adalah paling keras jika dibandingkan dengan madzhab lainnya. Lantas, kenapa malah kenyataannya sekarang justru para pengaku madzhab Syafi'i di negeri ini paling getol menyemarakkannya?!
Mereka juga mencuatkan opini publik bahwa ritual ini adalah ciri khas penganut madzhab Syafi'i. Padahal, jika kita menelusuri kitab-kitab klasik madzhab Syafi'iyyah, niscaya akan kita dapati bahwa ternyata justru ulama-ulama madzhab Syafi'iyyah adalah ulama terdepan dalam mengingkarinya, bahkan mereka adalah paling keras jika dibandingkan dengan madzhab lainnya. Lantas, kenapa malah kenyataannya sekarang justru para pengaku madzhab Syafi'i di negeri ini paling getol menyemarakkannya?!
Nah, uraian berikut adalah nukilan-nukilan dari para ulama Syafi'iyyah
tentang hal ini. Semoga menjadi pelajaran berharga bagi kita untuk selalu
semangat mencari kebenaran dan tidak menjadi orang yang dibutakan oleh taklid
dan fanatik.
Baca Juga
karena apa wanita dinikahi lelaki sholeh ?
apakah amal shalih gugur walau fatwanya diketahui belakangan ?
Apakah hukum orang yang membaca al-Qur'an sementara dia dalam kondisi tidak berwudhu, baik dibaca secara hafalan maupun dibaca dari mushaf?
Baca Juga
karena apa wanita dinikahi lelaki sholeh ?
apakah amal shalih gugur walau fatwanya diketahui belakangan ?
Apakah hukum orang yang membaca al-Qur'an sementara dia dalam kondisi tidak berwudhu, baik dibaca secara hafalan maupun dibaca dari mushaf?
APA ITU TAHLILAN ?!
Yang dimaksud "tahlilan" adalah sebuah acara yang diselenggarakan ketika salah seorang dari anggota keluarga meninggal dunia.Gambaran acaranya sebagai berikut: Secara bersama-sama, setelah proses penguburan selesai, seluruh keluarga, handai tolan, serta masyarakat sekitar berkumpul di rumah keluarga mayit (jenazah) hendak menyelenggarakan acara pembacaan beberapa ayat al-Qur'an, dzikir, berikut do'a-do'a yang ditujukan untuk mayit di alam sana. Karena dari sekian materi bacaannya terdapat kalimat tahlil yang diulang-ulang (ratusan kali), acara tersebut biasa dikenal dengan istilah "tahlilan".
Biasanya, acara ini berlangsung setiap hari hingga hari ketujuh dari
saat kematian kemudian keempat puluhnya, seratus harinya, setahunnya, dan
seterusnya. Pada acara tersebut, keluarga mayit menyajikan hidangan makanan/
minuman yang selalu variatif kepada orang-orang yang sedang berkumpul di
rumahnya.1
Apa yang disebutkan di atas adalah gambaran secara umum, sekalipun
biasanya ada beberapa perbedaan antara daerah satu dengan daerah
lainnya.
___________
1. Santri NU Menggugat Tahlilan hlm. 11-12 oleh Harry Yuniardi
Berdasarkan dalil-dalil di atas, para ulama menegaskan tentang
kandungannya, terutama para ulama Syafi'iyyah. Berikut ini kami nukilkan
cuplikan ucapan mereka dengan teks aslinya berikut artinya (kecuali jika
ucapannya terlalu panjang) serta sumbernya sehingga bisa dipertanggungjawabkan
dan dicek kebenarannya:
Fatwa Ulama Kontenporer Tentang Tahlilan
1. Imam Syafi'i رحمه الله berkata:
وَأَكْرَهُ الْمَأَتِمَ وَهِيَ الْجَمَاعَةَ وَإِنْ لَمْ يَكُنْ
لَهُمْ بُكَاءٌ فَإِنَّ ذَلِكَ يُجَدِّدُ الْحُزْنَ وَيَكَلِّفُ الْمُؤْنَةَ مَعَ
مَا مَضَى مِنَ الأَثَرِ
"Dan saya membenci berkumpul-kumpul (dalam kematian) sekalipun tanpa
diiringi tangisan karena hal itu akan memperbaharui kesedihan dan memberatkan
tanggungan (keluarga mayit) serta berdasarkan atsar (hadits) yang telah lalu.
"1
Beliau juga berkata:
وَأُحِبُّ لِجِيْرَانِ الْمَيِّتِ أَوْذِيْ قَرَابَتِهِ أَنْ
يَعْمَلُوْا لِأَهْلِ الْمَيِّتِ فِيْ يَوْمٍ يَمُوْتُ وَلَيْلَتِهِ طَعَامًا
يُشْبِعُهُمْ فَإِنَّ ذَلِكَ سُنَّةٌ وَذِكْرٌ كَرِيْمٌ وَهُوَ مِنْ عَمَلِ أَهْلِ
الْخَيْرِ قَبْلَنَا وَبَعْدَنَا
"Dan saya menyukai agar para tetangga mayit beserta kerabatnya untuk
membuatkan makanan yang mengenyangkan bagi keluarga mayit di hari dan malam
kematian. Karena, hal tersebut termasuk sunnah dan amalan baik para generasi
mulia sebelum dan sesudah kita."2
______________
1. Al-Umm 1/318
2. Ibid. 1/317
2. Imam as-Sirazi berkata:
وَيُكْرَهُ الْجُلُوْسُ لِلتَّعْزِيَةِ، لِأَنَّ ذَلِكَ
مَحْدَثٌ، وَالْمُحْدثٌ بِدْعَةٌ
"Dan dibenci duduk-duduk untuk takziah, karena itu adalah perkara baru
dalam agama, dan itu adalah bid'ah."1
_____________
1. Al-Muhadzdzab 1/139
3. Imam Nawawi berkata:
"Dan adapun duduk-duduk ketika melawat maka hal ini dibenci oleh
Syafi'i, pengarang kitab ini (as-Sirazi), dan seluruh kawan-kawan kami
(ulama-ulama madzhab Syafi'i). Syaikh Abu Hamid dan lain-lainnya menukil
perkataan Imam Syafi'i dalam kitabnya, at-Ta'liq. Mereka mengatakan, 'Maksud
duduk-duduk di sini adalah keluarga mayit berkumpul dalam satu rumah sehingga
orang-orang juga berkumpul melawati mereka. Sebaiknya mereka pergi menyelesaikan
urusannya masing-masing. Bila ada yang melawat mereka ketika itu, maka itulah
waktunya. Tidak ada perbedaan bagi laki-laki maupun perempuan akan dibencinya
duduk-duduk seperti itu. "1
Beliau juga menukil perkataan pengarang kitab asy-Syamil2 sebagai berikut:
وَأَمَّ إِصْلاَحُ أَهْلِ الْمَيِّتِ طَعَامًا وَجَمْعُ
النَّاسِ عَلَيْهِ فَلَمْ يُنْقَلْ فِيْهِ شَيْئٌ وَهُوَ بِدْعَةٌ غَيْرُ
مُسْتَحَبَّةٍ
"Adapun apabila keluarga mayit membuatkan makanan dan mengundang manusia
untuk makan-makan, maka hal itu tidaklah dinukil sedikit pun bahkan termasuk
bid'ah, bukan sunnah."3
_____________
1. Al-Majmu' Syarh Muhadzdzab 5/278
2. Yaitu Imam Ibnu Shabbagh (477 H). Dan kitab asy-Syamil adalah
penjelasan terhadap Mukhtashar al-Muzani. Ibnu Khallikan
رحمه الله mengatakan, "Termasuk kitab Syafi'iyyah yang
paling bagus, Valid nukilannya dan kuat dalilnya." '(Wafayatul A'yan
3/385)
3. Al-Majmu' 5/290. Lihat pula kitab al-Adzkar hlm. 127 karya Imam
Nawawi.
4. Imam al-Fairuz Abadi berkata:
وَكَانَتِ الْعَادَةُ أَنْ يُعَزِّيَ أَهْلَ الْمّيِّتِ
وَيَأْمُرَهُمْ بِالصَّبْرِ، وَلَمْ تَكُنِ الْعَادَةُ أَنْ يَجْتَمِعُوْا
لِلْمَيِّتِ، وَيَقْرَؤُوْنَ لَهُ الْقُرْآنَ، وَيَخْتِمُوْهُ عِنْدَ قَبْرِهِ،
وَلاَ فِيْ مَكَانٍ آخَرَ، وَهَذَا الْمَجْمُوْعُ بِدْعَةٌ
وَمَكْرُوْهٌ
"Biasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم takziah kepada keluarga mayit dan menyuruh mereka
agar bersabar. Dan bukan kebiasaan jika mereka berkumpul untuk mayit, membacakan
al-Qur'an untuknya, dan mengkhatamkan al-Qur'an untuknya, baik di kuburannya
atau lainnya. Kumpul-kumpul seperti itu adalah bid'ah yang tercela. "1
______________
1. Safar Sa'adah hlm. 111
5. Al-Hafizh as-Suyuthi berkata:
وَمِنْ الْبِدَعِ الإِجْتِمَاعُ لِعَزَاءِ الْمَيِّتِ...وَكَذَأ
اجْتِمَاعُ الرِّجَالِ عَلَى الْقَبْرِ الْيَوْمَ لبثَّانِي
والثَّالِثَ
"Termasuk perkara bid'ah adalah berkumpul-kumpul kepada keluarga mayit
... (kemudian beliau menukil perkataan Imam Syafi'i di atas tadi) dan juga
kumpul-kumpulnya kaum lelaki di kuburan mayit pada hari kedua dan ketiga.
"1
_____________
1. Al-Amru bil Ittiba' hlm. 288
6. Imam Ibnu Nahhas
mengatakan ketika menjelaskan tentang bid'ah-bid'ah seputar jenazah:
وَمِنْهَا: مَا يَفْعَلُهُ أَهْلُ الْمَيِّتِ مِنَ الأَطْعِمَةِ
وَغَيْرِهَا، وَدِّعْوَةِ النَّاسِ إِ لَيْهَا وَقِرَاءَةِ الْخَتَمَاتِ، وَمَنْ
لَمْ يَفْعَلْ ذَلِكَ كَانَ كَأَنَّهُ قَدْتَرَكَ أَمْرًا وَاجِبًا، وَهَذَا إِنْ
كَانَ مِنَ الْمَالِ مَنْ يَجُوْزُ تَبَرُّعُهُ مِنَ الْوَرَثَةِ، فَهُوَ بِدْعَةٌ
مَكْرُوْهَةٌ لَمْ تَرِدْ عَنِ السَّلَفِ الصَّالِحِ، وإِنْ كَانَ مِنَ التَّرِكَةِ
الَّتِيْ فِيْهَا يَتِيْمٌ أَوْ غَئِبٌا، وَلَمْ يُوِصِ الْمَيِّتُ بِذَلِكَ حَرُمَ
الأَكْلُ مِنْهَا، وَحُضُوْرُهَا، وَوَجَبَ إِنْكَارُهَا، وَمَنْعُهَا
"Dan antaranya adalah apa yang dilakukan oleh kerabat mayit berupa
membuat makanan dan selainnya, dan mengundang manusia kepadanya serta membaca
khataman. Barangsiapa yang tidak melakukan hal itu maka seakan-akan telah
meninggalkan suatu kewajiban. Hal ini jika diambil dari harta ahli waris yang
boleh dipergunakan maka hukumnya bid'ah tercela, tidak ada contohnya dari
salaf shalih. Dan jika dari peninggalan untuk anak yatim atau orang yang
tidak ada padahal mayit tidak mewasiatkan harta tersebut maka haram memakannya
dan menghadirinya serta wajib mengingkari dan melarangnya. "1
____________
1. Tanbihul Ghafilin hlm. 301
7. Imam al-Munawi
berkata ketika menjelaskan hadits "Buatkanlah makanan untuk keluarga Ja'far":
فَيُنْدَبُ لِجِيْرَانِ الْمَيِّتِ وَأَقَارِبِهِ الأَبَاعِدِ
صُنْعُ ذَلِكَ، وَيَحْلِفُوْنَ عَلَيْهِمْ فِي الأَكْلِ، وَلاَيُنْدَبُ فِعْلُِ
ذَلِكَ لأَهْلِهِ الأَقْرَبِيْنَ، لأَنَّهُ شُرِعَ فِي السُّرُوْرِ، لاَ فِي
الشُّرُوْرِ، فَهُوَ بِدْعَةٌ قَبِيْحَةٌ، كَمَا قَالَهُ النَّوَوِيُّ
وَغَيْرُهُ
"Maka dianjurkan bagi para tetangga mayat dan para
kerabatnya yang jauh untuk membuatkan makanan keluarga mayit dan mendesaknya
untuk makan. Namun, hal itu tidak dianjurkan bagi keluarganya terdekat karena
membuat makanan itu disyari'atkan ketika kegembiraan bukan kesedihan, hal itu
adalah bid'ah yang jelek sebagaimana dikatakan oleh an-Nawawi dan lainnya.
"1
______________
8. Ibnu Hajar al-Haitami
Beliau ditanya tentang kebiasaan manusia pada hari ketiga setelah
kematian, mereka membuat makanan lalu membagikannya kepada orang fakir dan
sebagainya, demikian juga pada hari ketujuh dan genap sebulannya berupa roti
yang dibagikan ke rumah para wanita yang menghadiri jenazah sebagaimana adat
penduduk setempat. Barangsiapa yang tidak melakukan hal itu maka dia akan dicela
dan dicibir. Apakah jika mereka melakukan hal itu baik dengan niat adat atau
sedekah diperbolehkan hukumnya, atau bagaimana?
Beliau menjawab: "Semua perbuatan yang disebut dalam pertanyaan di atas
termasuk perkara bid'ah yang tercela."1
___________
1. Al-Fatawa al-Fiqhiyyah al-Kubra 2/7
9. Syaikh Ahmad Zaini Dahlan
mufti Syafi'iyyah Makkah, pernah ditanya masalah ini lalu dia menjawab:
نَعَمْ، مَايَفْعَلُهُ النَّاسُ مِنَ الاِجْتِمَاعِ عِنْدَ أَهْلِ
الْمَيِّتِ وَصُنْعِ الطَّعَامِ مِنَ البِدَعِ الْمُنْكَرَةِ الَّتِيْ الدِّيْنِ
وَأَيَّدَبِهِ الإِسْلاَمَ وَالْمُسْلِمِيْنَ
"Benar, apa yang dilakukan kebanyakan manusia berupa kumpul-kumpul pada
keluarga mayit dan membuatkan makanan termasuk perkara bid'ah yang mungkar.
Apabila pemerintah—yang Allah menguatkan sendi-sendi Islam dengannya — melarang
hal ini, dia akan diberi pahala."
Kemudian Syaikh Zaini Dahlan menukil perkataan Ahmad bin Hajar dalam Tuhfatul Muhtaj lalu berkata:
وَلاَ شَكَّ أَنَّ مَنْعَ النَّاسِ مِنْ هَذِهِ الْبِدْعَةِ
الْمُنْكَرَةِ فِيْهِ إِحْيَاءُ لِلسُّنَّةِ وَإِمَاتَةٌ لِلْبِدْعَةِ وَفَتْحٌ
لِكَثِيْرٍ مِنْ أَبْوَابِ الْخَيْرِ وَغَلْقٌ لِكَثِيْرٍ مِنْ أَبْوَابِ الشَّرِّ
فَإِنَّ النَّاسَ يَتَكَلَّفُوْنَ تَكَلُّفًا كَثِيْرًا يُؤَدِّيْ إِلَى أَنْ
يَكُوْنَ ذَلِكَ الصُّنْعُ مُحَرَّمًا
"Tidak ragu lagi bahwa melarang manusia dari bid'ah yang mungkar ini
termasuk menghidupkan sunnah dan mematikan bid'ah, membuka pintu-pintu kebaikan
dan menutup pintu-pintu kejelekan. Sebab banyak di antara manusia, mereka
memberatkan diri-diri mereka sehingga menjurus kepada keharaman. "1
Setelah menukil fatwa Syaikh Zaini Dahlan, mufti Syafi'iyyah Makkah,
penulis (Syaikh Abu Bakar Muhammad Syatha, Red.) kemudian menukil
fatwa Syaikh Abdurrahman bin Abdulah Siraj al-Hanafi, mufti Hanafiyyah Makkah,
lalu berkata: "Fatwa serupa juga dikeluarkan oleh mufti Malikiyyah dan mufti
Hanabilah."2
__________
1. I'anah Thalibin juz 2 hlm. 145-146 oleh Syaikh Abu Bakar Muhammad
Syatha
10. Syaikh Ali Mahfuzh
Setelah menukil ucapan para ulama madzhab empat tentang kumpul untuk
takziah dan membuatkan makanan untuk mereka, Syaikh Ali Mahfuzh mengatakan,
"Kesimpulannya, apa yang dilakukan oleh manusia sekarang berupa membuatkan
makanan untuk para penakziah dan mengeluarkan dana untuk acara kematian, ketujuh
dan empat puluh harinya, dan seterusnya; semua itu termasuk bid'ah yang tercela
dan menyelisihi petunjuk Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan para salaf shalih setelahnya. Bahkan
(perbuatan itu) seringkali menyebabkan kesulitan karena para keluarga mayit akan
bersusah payah membuat makanan mewah yang tidak biasanya sekalipun dengan
berhutang atau menjual barang.
Anehnya, mereka menyangka bahwa hal itu adalah untuk sedekah yang
pahalanya akan sampai kepada mayit, padahal makanan tersebut kebanyakannya malah
masuk ke perut orang-orang yang mampu, sedangkan orang yang miskin, sekalipun
minta, mereka tidak dapat, kalaupun dapat maka hanyalah sisa-sisanya
saja."
Beliau melanjutkan, "Daripada menyia-nyiakan harta untuk acara bid'ah
yang tidak diizinkan oleh syari'at dan tidak diterima oleh akal, sewajibnya bagi
bagi ahli waris untuk membayarkan hutang mayit pada manusia, sebab mereka adalah
penanggung jawab setelahnya di dunia dan akhirat."1
____________
1. Al-lbda' fi Madharil Ibtida' hlm. 211-212
11. Syaikh Ahmad bin Hajar alu
Buthami Ketika menyebutkan tentang bid'ah-bid'ah seputar jenazah, beliau
berkata, "Acara slametan ini tidak diperselisihkan tentang keharamannya karena
termasuk makan harta dengan cara yang batil. Oleh karenanya, sebagian orang
zaman sekarang biasanya melegalkan bid'ah dengan bid'ah hasanah (!) menegaskan
bahwa acara ini termasuk bid'ah yang sesat karena:
Pertama: Menyelisihi sunnah, sebab justru para tetangganyalah yang seharusnya
membuatkan makanan bagi kerabat mayit, sebagaimana dalam hadits: 'Buatkanlah
makanan untuk keluarga Ja'far.'
Kedua: Pemborosan harta
Ketiga: Makan harta manusia dengan cara batil karena bisa jadi ahli waris
adalah orang yang fakir miskin atau masih anak-anak, apalagi kadang-kadang
manusia berhutang karena takut dicemooh oleh masyarakatnya sebab tidak
mengadakan acara bid'ah ini."1
* * *
Demikianlah perkataan ulama madzhab Syafi'i. Akan tetapi, aneh tapi
nyata, mengapa para tokoh agama di negeri ini yang menisbah-kan dirinya
kepada madzhab Syafi'i malah justru sebagai pelopor utama dalam menentang
madzhab Syafi'i. Wallahul Musta'an.
Dan lebih lucu lagi cerita sebagian ustadz ketika menyampaikan ucapan
para ulama madzhab Syafi'i di atas yang sangat keras menentang acara tersebut
kepada salah seorang penggiat acara, dengan entengnya dia menjawab, "Kita ini
sudah banyak mengikuti madzhab Syafi'i, jadi sekali-kali bolehlah kita
menyelisihinya!!"
___________
1. Tahdzirul Muslimin hlm. 278
Tidak ada komentar: