![]() |
murid syiah di huzhatin najfati |
1. Mereka bersikap berlebihan kepada para imam mereka, dengan mengklaim bahwa semua mereka adalah maksum (terjaga dari dosa), mereka juga banyak memperuntukkan ibadah kepada para imam tersebut, seperi; do’a, istigatsah (meminta pertolongan), menyembelih (atas nama mereka) dan thawaf, ini merupakan syirik besar yang telah Alloh –Ta’ala- nyatakan tidak diampuni. Kesyirikan ini dilakukan oleh para ulama dan orang-orang awam mereka.
2. Mereka mengatakan bahwa al Qur’an telah mengalami perubahan, dengan dikurangi atau ditambah. Dalam masalah ini mereka mempunyai banyak karangan buku yang diketahui oleh para ulama mereka dan mayoritas masyarakat mereka, sehingga pernyataan bahwa al Qur’an telah dirubah menjadi salah satu dasar penting pada madzhab mereka.
3. Mengkafirkan mayoritas para sahabat –radhiyalllahu ‘anhum- dan berlepas diri dari mereka, mendekat diri kepada Alloh dengan melaknat dan memaki mereka, mereka juga mengklaim bahwa para sahabat telah menjadi murtad setelah Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- meninggal dunia kecuali hanya segelintir orang saja (hanya tujuh orang), ini bentuk pendustaan terhadap al Qur’an yang telah menjelaskan keutamaan mereka dan mengabarkan bahwa Alloh telah meridhoi mereka dan telah memilih mereka untuk menemani (perjuangan) Nabi-Nya –shallallahu ‘alaihi wa sallam-. Hal ini juga berarti mencela al Qur’an karena al Qu’an diriwayatkan melalui para sahabat, jika mereka kafir maka tidak ada jaminan mereka tidak akan merubah al Qur’an, inilah akidah mereka orang-orang Rafidhoh sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya.
Syeikh Islam Ibnu Taimiyah –rahimahullah- berkata:
“Sedangkan barang siapa yang telah melampaui batas dan mengklaim bahwa para sahabat telah menjadi murtad kembali sepeninggal Rasulullah –shallallahu ‘alaini wa sallam- kecuali hanya belasan orang saja atau mayoritas mereka telah berlaku fasik, maka orang ini tidak diragukan lagi akan kekafirannya, karena dia telah mendustakan teks al Qur’an yang tidak hanya pada satu masalah saja, dari mulai keridhoan Alloh terhadap para sahabat dan pujian-Nya kepada mereka, bahkan barang siapa yang meragukan kekafirannya dalam kondisi seperti ini, maka dia pun bisa menjadi kafir, karena kandungan dari makalah ini bahwa para perawi al Qur’an dan sunnah adalah orang-orang kafir atau fasik dan bahwa ayat ini:
كنتم خير أمة أخرجت للناس )
“Kalian adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia”. (QS. Ali Imron: 110)
Sebaik-baik umat tersebut adalah generasi awal, jika mayoritas mereka adalah kafir dan fasik, maka konsekuensinya adalah bahwa umat ini menjadi seburuk-buruk umat dan umat yang terdahulu adalah yang paling buruk. Kekafiran orang yang menyatakan hal itu termasuk yang mudah dikenali di dalam Islam”. (Ash Sharim al Maslul ‘ala Syatim ar Rasul: 590)
4. Menisbatkan bida’ kepada Alloh –Ta’ala-, maksudnya adalah munculnya pendapat baru yang sebelumnya tidak ada. Hal ini berarti menisbatkan ketidaktahuan kepada Alloh –Ta’ala-.
5. Mereka meyakini taqiyyah, yaitu; menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang disembunyikannya. Sejatinya hal ini adalah bentuk kedustaan, kefasikan dan kecerdikan untuk menipu orang lain, bagi mereka hal itu tidak hanya dilakukan pada saat berada dalam ketakutan saja, bahkan mereka berpendapat menggunakan taqiyyah menjadi bagian dari agama, baik dalam masalah kecil maupun besar, dalam keadaan takut maupun aman, dan semua yang menjadi hak dari salah seorang imam dari para imam mereka, seperti memuji para sahabat Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- atau menyetujui ahlus sunnah wal jama’ah meskipun dalam masalah-masalah thaharah, makanan dan minuman, orang-orang syi’ah menolaknya dan mereka mengatakan: “Bahwa imam (mereka) mengatakan itu karena dia bertaqiyyah”.
6. Mereka meyakin “Ar Raj’ah” yaitu; keyakinan bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan ahli baitnya (Ali, Hasan dan Husain dan para imam lainnya) mereka semua akan kembali lagi. Dan pada sisi yang lain Abu Bakar, Umar, Utsman dan Mu’awiyah, Yazin bin Dzi al Jausyan dan semua yang telah menyakiti ahli bait menurut pendapat mereka.
Menurutnya mereka semua akan kembali lagi ke dunia sebelum datangnya hari kiamat, pada saat kembalinya imam Mahdi dan menampakkan dirinya -sebagaimana yang telah dinyatakan kepada mereka oleh musuh Alloh Ibnu Saba’- mereka akan kembali untuk membalas mereka sebagaimana mereka telah menyakiti ahli bait dan memusuhi mereka dan mencegah hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan, maka mereka menjatuhkan siksa yang berat kemudian mereka mati lagi, kemudian baru hidup kembali pada hari kiamat untuk pembalasan yang terakhir sekali lagi, beginilah yang mereka tuduhkan.
Dan lain-lain dari keyakinan rusak mereka yang memungkinkan untuk diketahui rincian dan batilnya keyakinan mereka melalui kitab: “Al Khuthuth al ‘Aridhah” karangan Muhibbud Diin al Khotib, atau “Ushul Madzhab Syi’ah Imamiyah” karangan DR. Nashir al Fiqari, atau “Firaq Mu’ashirah Tantasibu ila al Islam” karangan DR. Ghalib bin Ali ‘Iwaji: 1/127-269, atau “Al Mausu’ah al Muyassarah fil Adyan wal Madzahib wal Ahzaab al Mu’ashirah: 1/51-57)
Ulama Lajnah Daimah lil Ifta’ pernah ditanya:
“Apakah cara-cara Syi’ah Imamiyah menjadi bagian dari Islam ?, siapa yang mencetuskannya ?; karena Syi’ah menisbatkan madzhab mereka kepada sayyidina Ali –karramallahu wajhahu- ?
Mereka menjawab:
“Madzhab Syi’ah Imamiyah adalah madzhab bid’ah (yang baru) di dalam Islam, dasar-dasar dan masalah cabangnya. Maka kami sarankan anda untuk membaca kitab “Al Khuthuth al ‘Aridhoh”, Mukhtashar at Tuhfah al Itsnai ‘Asyriyah”, Minhajus Sunnah karangan Syiekh Islam, di dalam buku-buku tersebut dijelaskan banyak hal tentang bid’ah-bid’ah mereka.
(Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Abdur Razzaq ‘Afifi, Abdullah bin Ghadyan) (Fatawa Lajnah Daimah: 2/377)
Sebaik-baik umat tersebut adalah generasi awal, jika mayoritas mereka adalah kafir dan fasik, maka konsekuensinya adalah bahwa umat ini menjadi seburuk-buruk umat dan umat yang terdahulu adalah yang paling buruk. Kekafiran orang yang menyatakan hal itu termasuk yang mudah dikenali di dalam Islam”. (Ash Sharim al Maslul ‘ala Syatim ar Rasul: 590)
4. Menisbatkan bida’ kepada Alloh –Ta’ala-, maksudnya adalah munculnya pendapat baru yang sebelumnya tidak ada. Hal ini berarti menisbatkan ketidaktahuan kepada Alloh –Ta’ala-.
5. Mereka meyakini taqiyyah, yaitu; menampakkan sesuatu yang berbeda dengan apa yang disembunyikannya. Sejatinya hal ini adalah bentuk kedustaan, kefasikan dan kecerdikan untuk menipu orang lain, bagi mereka hal itu tidak hanya dilakukan pada saat berada dalam ketakutan saja, bahkan mereka berpendapat menggunakan taqiyyah menjadi bagian dari agama, baik dalam masalah kecil maupun besar, dalam keadaan takut maupun aman, dan semua yang menjadi hak dari salah seorang imam dari para imam mereka, seperti memuji para sahabat Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- atau menyetujui ahlus sunnah wal jama’ah meskipun dalam masalah-masalah thaharah, makanan dan minuman, orang-orang syi’ah menolaknya dan mereka mengatakan: “Bahwa imam (mereka) mengatakan itu karena dia bertaqiyyah”.
6. Mereka meyakin “Ar Raj’ah” yaitu; keyakinan bahwa Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan ahli baitnya (Ali, Hasan dan Husain dan para imam lainnya) mereka semua akan kembali lagi. Dan pada sisi yang lain Abu Bakar, Umar, Utsman dan Mu’awiyah, Yazin bin Dzi al Jausyan dan semua yang telah menyakiti ahli bait menurut pendapat mereka.
Menurutnya mereka semua akan kembali lagi ke dunia sebelum datangnya hari kiamat, pada saat kembalinya imam Mahdi dan menampakkan dirinya -sebagaimana yang telah dinyatakan kepada mereka oleh musuh Alloh Ibnu Saba’- mereka akan kembali untuk membalas mereka sebagaimana mereka telah menyakiti ahli bait dan memusuhi mereka dan mencegah hak-hak yang seharusnya mereka dapatkan, maka mereka menjatuhkan siksa yang berat kemudian mereka mati lagi, kemudian baru hidup kembali pada hari kiamat untuk pembalasan yang terakhir sekali lagi, beginilah yang mereka tuduhkan.
Dan lain-lain dari keyakinan rusak mereka yang memungkinkan untuk diketahui rincian dan batilnya keyakinan mereka melalui kitab: “Al Khuthuth al ‘Aridhah” karangan Muhibbud Diin al Khotib, atau “Ushul Madzhab Syi’ah Imamiyah” karangan DR. Nashir al Fiqari, atau “Firaq Mu’ashirah Tantasibu ila al Islam” karangan DR. Ghalib bin Ali ‘Iwaji: 1/127-269, atau “Al Mausu’ah al Muyassarah fil Adyan wal Madzahib wal Ahzaab al Mu’ashirah: 1/51-57)
Ulama Lajnah Daimah lil Ifta’ pernah ditanya:
“Apakah cara-cara Syi’ah Imamiyah menjadi bagian dari Islam ?, siapa yang mencetuskannya ?; karena Syi’ah menisbatkan madzhab mereka kepada sayyidina Ali –karramallahu wajhahu- ?
Mereka menjawab:
“Madzhab Syi’ah Imamiyah adalah madzhab bid’ah (yang baru) di dalam Islam, dasar-dasar dan masalah cabangnya. Maka kami sarankan anda untuk membaca kitab “Al Khuthuth al ‘Aridhoh”, Mukhtashar at Tuhfah al Itsnai ‘Asyriyah”, Minhajus Sunnah karangan Syiekh Islam, di dalam buku-buku tersebut dijelaskan banyak hal tentang bid’ah-bid’ah mereka.
(Abdul Aziz bin Abdullah bin Baaz, Abdur Razzaq ‘Afifi, Abdullah bin Ghadyan) (Fatawa Lajnah Daimah: 2/377)
source islamqa
Tidak ada komentar: