Benarkah Kerajaan Saudi berpemahaman ‘Wahhabi’-lah memberontak kepada daulah Turki utsmani

arab saudi dengan daulah turki utsmani

Sejarah yang banyak diceritakan kepada kita, bahwa Kerajaan Saudi yang membawa pemahaman ‘Wahhabi’-lah yang memberontak kepada Turki.

Sejatinya, Kerajaan Saudi Arabia (KSA) di masa itu menguasai daerah Nejd yang sama sekali di luar area Turki. Kekuasaan keluarga Saud itu hanya di Riyadh dan sekitarnya. Bahkan di sana ada keluarga Rasyid juga yang memiliki kekuasaan di daerah Al Jawf dan Hail. Dua kekuasaan ini tidak berada di bawah Utsmani.

Wilayah Turki (untuk daerah yang menjadi KSA sekarang) itu hanya meliputi daerah Hijaz sampai pesisir laut Merah.

Kalau mau dikatakan memberontak kepada Turki Utsmani, maka yang lebih tepat dikatakan sebagai pemberontak adalah Syarif Husein -Allah yarhamuh- yang menjadi penguasa Hijaz. Bukan ‘Wahhabi’ dari keluarga Bani Saud.

Dan perlu anda ketahui, pemisahan Hijaz dari Turki Utsmani pun bukan dilakukan tanpa sebab. Di era pemisahan itu, pihak yang berkuasa secara defacto di Turki adalah kelompok sekuler yang disebut Gerakan Turki Muda. Sultan Abdul Hamid II rahimahullah mereka jadikan hanya sebagai simbol saja.

Syarif Husein rahimahullah sebagai penguasa tanah suci tentu tidak menginginkan dipimpin oleh kaum sekularis. Walaupun beliau sendiri berambisi untuk menjadi Raja Arab. Dia merasa punya alasan kuat untuk memberontak kepada Turki. Pemisahan Hijaz dari Turki ini terlaksana pada tahun 1916. Sejak itu Hijaz adalah wilayah tersendiri yang terpisah dari otoritas Turki.

Sampai di sini kita bisa simpulkan bahwa keluarga Saud tidak ada hubungannya sama sekali dengan pemberontakan kepada Turki. Kalau mau dikatakan memberontak kepada Turki, maka vonis pemberontak harusnya disematkan kepada Syarif Husein rahimahullah.

KLAIM SEBAGAI RAJA SELURUH ARAB


Setelah melepaskan diri dari ‘kekhilafahan’ Turki Utsmani, Syarif Husein mengangkat diri beliau sebagai Raja seluruh Arab. Ini self-proclaimed saja. Karena secara defacto, dia tidak punya kekuatan yang cukup bisa dihandalkan untuk mewujudkan kekuasannya tersebut. Lepasnya dia dari Turki pun karena kerjasama dengan Inggris. Begitu Inggris melepas dukungannya, maka otomatis Syarif Husein pun tidak punya kekuatan yang bisa dihandalkan. Ini terbukti ketika dia berkonflik dengan keluarga Saud.

Merasa dirinya sebagai Raja Arab, Syarif Husein meminta agar keluarga Saud tunduk kepadanya. Tentu keluarga Saud menolak. Mereka sudah punya wilayah sendiri sejak zaman Utsmani. Sejak zaman Utsmani sudah independen, kok tiba-tiba harus berada di bawah Syarif Husein?

Konflik bersenjata antara pasukan Syarif dan Saudi muncul ketika Amiir (pemimpin) kawasan Al Khurmah, sebuah daerah subur di Timur Makkah, memilih untuk bergabung bersama Saudi. Al Khurmah ini perbatasan antara Hijaz dan Nejd. Maka Syarif Husein pun mengirimkan pasukan ke Al Khurmah. Meletuslah perang antara Saudi dan Syarif Husein.

Pasukan Syarif Husein yang didukung Inggris ketika itu menganggap remeh kekuatan militer Saudi yang didukung oleh gerakan Al Ikhwan. Gerakan al ikhwan ini tidak ada hubungannya dengan Ikhwanul Muslimin di Mesir. Al Ikhwan ini pasukan loyalis Saudi. Di luar dugaan, pasukan Syarif Husein mengalami kekalahan di Al Khurmah.

Sejak kekalahan Syarif di Khurmah, Saudi melihat kemungkinan besar untuk menaklukkan Hijaz, terutama dua tanah suci, Makkah dan Madinah. Tentu ini akan membawa prestise bagi keluarga Saud. Apalagi keluarga Saud memiliki keinginan untuk melakukan purifikasi Islam sebagaimana program yang dicanangkan oleh leluhur mereka bersama Syaikh Muhammad bin Abdil Wahhab.

Namun keinginan ini terhalang oleh Inggris yang masih memberikan perlindungan kepada Syarif Husein. Keluarga Saud lantas menahan diri dari ekspansi tersebut karena melihat kemudharatan yang besar akan muncul kalau berhadapan langsung dengan Inggris.


Sampai kemudian tahun 1924, Syarif Husein tidak cukup lagi dengan gelar Raja Arab. Dia mengangkat dirinya sebagai khalifah setelah Kamal Ataturk membubarkan ‘kekhilafahan’ Turki Utsmani. Syarif juga melarang jamaah haji dari Nejd untuk melakukan ibadah di Makkah.

Ini tentu menimbulkan kemarahan keluarga Saud. Begitu Inggris melepaskan dukungannya atas Syarif Husein, maka dengan waktu relatif cepat Saudi pun menguasai Hijaz. Syarif Husein rahimahullah pun kemudian lari ke Cyprus. Wilayah Dinasti Hasyimiyah yang beliau bangun hanya tersisa berupa kerajaan kecil yang bernama Yordania.

Sumber: surautv

Tidak ada komentar: