Apakah Syaikh sudais hafizahullah pro yahudi, antek amerika dan imam munafik

Hampir seluruh umat Islam di dunia tidak ada yang tidak mengenal imam dan khatib Masjidil Haram Makkah, Syaikh Prof. Dr. Abdurrahman as-Sudais.

Saat ini Syaikh Sudais diamanahi sebagai Pimpinan Umum Urusan Masjidil Haram dan Masjid Nabawi. Jabatannya setingkat menteri Arab Saudi, dipilih setiap 4 tahun sekali.

Beliau bukan sekedar qori yang suaranya akrab di telinga manusia di seluruh penjuru dunia, tetapi juga seorang penghafal Quran sejak usianya 12 tahun.

Tradisi keilmuannya, seperti ijazah qiraat Hafs dari Ashim, berpredikat excellence. Pendidikan formalnya hingga tingkat doktoral disabetnya dengan Cum Laude. Kini beliau telah menyandang al-Ustadz, alias profesor.

Kisah ibundanya, ketika marah agar menjadikan Sudais kecil menjadi seorang imam dan khatib Masjidil Haram, juga sangat terkenal. Secara akhlak dan keilmuan, beliau merupakan idola kaum muslimin.

Tetapi belakangan beberapa kelompok “menyerang” Syaikh Sudais.

Beliau dituding sebagai pro Yahudi, antek Amerika, hingga yang berlebihan sebagai imam munafik. Beberapa orang bahkan menyebutnya telah murtad, keluar dari Islam.

Tuduhan keji ini, mustahil berasal dari mulut dan tulisan tangan muslim Ahlu Sunnah wal Jama’ah. Mengingat ini perkara yang tidak ringan, hanya ahli ilmu dengan fatwanya yang layak dindengar.

Kemarahan terhadap Syaikh Sudais, berawal dari ungkapan saat diwawancarai TV Al-Ikhbariyah, di New York, selepas menghadiri pembukaan Muktamar Pendekatan Kultural Kembali Antara AS dan Dunia Islam (2017).

Syaikh Sudais saat itu menyampaikan:



Hari ini, Arab Saudi dan Amerika, keduanya menjadi tiang penyangga dunia, yang mewarnai, keduanya akan memimpin, alhamudillah, yang dimpimpin oleh Khadimul Haramain as-Syarifain dan juga Presiden AS, (untuk) seluruh dunia dan kemanusiaan, menuju perdamaian, keselamatan dan stabilitas.

Apa yang disampaikan Syaikh Sudais dipotong sebatas kalimat di atas, padahal 3 menit sebelumnya, beliau menyampaikan pesan-pesan Islam dan maksud muktamar yang disponsori Liga Dunia Muslim tersebut.

Syaikh Sudais juga bukan sedang mentazkiyah dan memuji peran AS di dunia selama ini, tetapi sebatas konteks acara yang sedang berlangsung akhir tahun 2017 tersebut; sebuah harapan dan cita-cita.

Beliau juga bukan sedang ber-wala kepada AS, bahkan disebutkan siapa yang memimpin, yaitu Khadimul Haramaian, bekerja sama dengan AS.

Sebanyak 450 ulama dan dan peneliti terkemuka dari 56 negara dan institusi intelektual Islam dan Amerika menghadiri muktamar tersebut.

Yang membuat gelisah dan menjadi ancaman bagi sebagian kelompok salah satu temanya adalah perang melawan terorisme, paham ekstrim dalam beragama.

Dan kutipan wawancara Syaikh Sudais tersebut dijadikan “amunisi” menyerang, dari kelompok yang merasa “diserang” oleh muktamar tersebut.

Serangan terhadap Syaikh Sudais terjadi kembali setelah khutbah hari Jum’at yang lalu.

Kelompok ekstremis, melalui media Ikhwanul Muslimin dan yang berafiliasi, memelintir pesan-pesan perdamaian antar agama dalam khutbah Jum’at Syaikh Sudais.

Sejatinya, mereka justru yang mempolitisir khutbah Jum’at di tempat yang paling mulia, Masjidil Haram.

Apa yang disampaikan Syaikh Sudais, tidak berbeda dengan apa yang diserukan khatib, penceramah dan da’i lainnya.

Pesan tentang toleransi, perdamaian dan kerukunan hidup antar umat beda agama, dipandang dengan kacamata politik sebagai dukungan normalisasi dengan Israel.

Yang lebih mengherankan, masih saja para pembenci, berharap dan menganggap khutbah Syaikh Sudais sebagai indikasi Arab Saudi akan mengikuti langkah UEA berdamai dengan Israel.

Tetapi mereka abai kepada tokoh yang menjadi bagian kelompoknya, yang menampakkan jelas terang benderang pengakuan terhadap Israel. Mereka tidak membully, mempolitisir, apalagi berteriak munafik atau murtad.

Ambil contoh, pendapat Syaikh Safar al-Hawali, yang membolehkan berdamai dengan Israel. Simak pendapatnya di cuitan Mut’ib Al-Jalawi berikut ini:


Yang lebih lama dan terkenal, Syaikh Yusuf Qaradhawi.

Beliau selama bertahun-tahun bersusah payah taqriib (pendekatan) antara Sunni dan Syiah, yang diakhiri dengan penyesalan dan pengakuan atas kedewasaan ulama Saudi dalam menyikapi bahaya dan kesesatan Syi’ah.

Tetapi kelompok yang memusuhi Syaikh Sudais dengan memelintir ucapannya, tidak bereaksi apapun dengan cara yang dilakukan tokoh mereka.

Di panggung politik, mereka yang memlintir perkataan Syaikh Sudais, menutup mata atas manufer Erdogan, Presiden Turki.

Duta besar Israel, Eitan Naeh, boleh jadi meninggalkan Turki sejak tahun 2018, tetapi hubungan diplomatik terus berlanjut.

Buktinya, Wakil Israel “Charge ‘de’affaires” di Turki, Roey Gilad mengepalai kedutaan tanpa kehadiran ambassador.

Duta besar Israel, Eitan Naeh

Di tanah Palestina, Hamas pun demikian. Secara terang-terangan bekerja sama dengan Israel, dalam pertanian, perdagangan, dan industri. Pun dengan kelompok teroris Hizbullat.

Pertemuan teroris Hassan Nasrallat dengan Ismail Haniyeh
Pertemuan teroris Hassan Nasrallat dengan Ismail Haniyeh, Kepala Biro Politik Hamas di Lebanon

Pertemuan teroris Hassan Nasrallat dengan Ismail Haniyeh, Kepala Biro Politik Hamas di Lebanon.

Tetapi, lagi-lagi, yang diserang yang hanya di luar kelompok mereka.

Sebagaimana yang selalu mempermasalahkan kejatuhan Mursi, tapi abai dengan pendahulunya yang juga dikudeta bahkan ditembak mati, pun juga di Tunisia dan yang di Qatar. Mereka membisu, berstandar ganda.[]

*) Mochammad Fachri, Wapemred Saudinesia

Tidak ada komentar: