Dana infak masjid begini seharusnya dikelola bukan hanya di tumpuk di rekening bank

Foto diatas adalah mesjid abu darda di panam Pekanbaru Riau, mesjid ini dibangun oleh satu orang dan tidak ada kotak infaknya, baca artikelnya mesjid abu darda

----------------------
Tiap hari Jum'at tiap muslim laki-laki wajib menjalankan Ibadah Sholat Jum'at di Masjid-masjid.

Sesaat setelah Adzan pertama sebelum Adzan kedua, maka salah seorang Ta'mir Masjid akan umumkan Jumlah Saldo Kas Masjid keseluruhan dan perolehan Dana Kotak Amal Masjid Jum'at pekan sebelumnya.

Dari pelaksanaan Sholat Jum'at dari Masjid ke Masjid, rata-rata Kas Masjid di perkampungan biasa dan perumahan menengah, sudah berkisar pada Rp. 50 juta s/d Rp. 100 juta. Belum Masjid-masjid Besar di kantor-kantor Instansi, perumahan besar, bisa jadi lebih besar dari jumlah tersebut.

Pada tiap Jum'at, rata-rata terkumpul pada kisaran Rp. 2 juta s/d Rp. 5 juta.

Lalu, kemana dana tersebut disimpan ? Karena dari rutinitas pengeluaran yang disampaikan adalah untuk kebersihan, khotib, muadzin, dll, tidak lebih dari Rp. 500 ribu tiap pekannya.
Sudah tentu, pasti, di Bank-bank terdekat yang ada.

Sadarkah kita bahwa potensi kita, ummat Islam begitu besar?

Sedikit mari kita coba berhitung. Jumlah Masjid di Jawa Tengah, menurut BPS pada 2015, adalah sekitar 40 ribu. Tentunya masih bisa lebih dari jumlah tersebut.

Asumsi, masing-masing Masjid simpan Kas sebesar Rp. 30 juta, maka : Rp. 30 juta x 40 ribu = Rp. 12 Triliun !!!

Lalu, pertanyaan selanjutanya, apakah dana tersebut hanya akan mengendap begitu saja di bank? Tentu saja tidak !

Sudah pasti, tentunya, dana itu digunakan untuk keperluan para konglomerat, baik pemilik bank maupun para pengutang bank, yang tentunya mayoritas pengusaha non pribumi dan non muslim. 

Dan, tiap hari Jum'at, akan masuk lagi dana ummat sebesar : Rp. 3.000.000 x 40.000 = 
Rp.120. 000.000.000. (120 M)

Tanpa nerbitkan surat jaminan atau apapun, mereka selalu dapat kucuran dana sangat sangat lunak sekali dari ummat Islam !

Yang mana, dana tersebut, mereka gunakan untuk buat pabrik, pengembangan usaha, dll, tidak hanya di dalam negeri, tapi juga di luar negeri. Dan, tidak menutup kemungkinan, dana tersebut juga dipakai untuk melakukan operasi-operasi / kegiatan untuk melakukan intimidasi, persekusi, mendzalimi terhadap ummat Islam (?).

Sementara, dari dana yang disimpan di bank, kita hanya akan dikasih berupa bunga sebesar 12%/tahun. Yang tentunya, kita menerima riba dan hukum riba atas penerimaan bunga tersebut.
Sementara, mereka, mendapat keuntungan yang berlipat lipat.

Kenapa dana tersebut tidak kita manfaatkan, kita kelola sendiri oleh ummat untuk kepentingan dan kesejahteraan ummat ?

Mestinya, alangkah baiknya dana tersebut dikelola dengan baik dan benar untuk hal yang produktif dan manfaat untuk ummat, semisal :

1. Baitul Maal/ Bank Infaq, memberikan pinjaman bergulir tanpa bunga kepada kelompok pengajian / usaha ummat sekitar Masjid.
2. Disalurkan untuk para yang berhak menerimanya.
3. Usaha produktif , misal buat jual air minum isi ulang.
4. Atau buat lembaga kusus nangani dana Masjid tersebut ?
5. Atau disimpan dalam bentuk emas - agar tidak kehilangan nilainya

Tentunya ini akan lebih produktif dan bermanfaat, daripada disimpan di bank, bukan ummat yang terima manfaat, tapi malah para konglomerat. Juga, daripada nanti, ketika ada suatu hal, Bank mengalami masalah, dana tidak bisa ditarik ?
Gimana pertanggungjawaban kita (ta'mir) atas dana ummat tersebut, dunia akhirat ?

Akhir 1442 H/3 Januari 2021 M
14.36 - dengan sedikit perbaikan

Wallahu a'lam

Bantu viralkan agar sampai pada setiap panitia-panitia masjid seluruh Indonesia.

Penulis hamb Allah

Tidak ada komentar: