Amalan 10 Hari Pertama di Bulan Dzulhijjah | Ustadz Dr. Syafiq Riza Basalamah, M.A

السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ
الْحَمْدُ لِلهِ 
Segala puji bagi Allah.

وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى رَسُوْلِ اللّٰهِ .  
Shalawat dan salam semoga tercurahkan untuk utusan Allah, untuk Baginda Nabi kita Muhammad 'Alaihis-shalatu wassalam; untuk keluarga Beliau, untuk para sahabat Beliau, dan orang-orang yang mencintai Beliau. Amma ba’du.

Kaum muslimin, khususnya anggota GiS -Grup Islam Sunnah- yang semoga dirahmati oleh Allah Jalla Jalaluh.

Sebentar lagi kita akan memasuki 10 awal Dzulhijjah. Sejatinya berbuat baik itu sepanjang tahun, tapi ada waktu-waktu tersendiri yang sangat spesial. Seperti kemarin, Ramadhan. Bagaimana kita kajian tentang Ramadhan, tentang bagaimana menyambut Ramadhan, amal apa saja yang akan dikerjakan di Ramadhan. Nanti masuk 10 hari terakhir Ramadhan, kita mulai mengoptimalkan waktu kita untuk beribadah.

Ahibbaty fillah. 
10 awal Dzulhijjah ini, dengan hadits-hadits yang kita baca, ternyata amalan yang sebenarnya biasa saja, ada yang lebih utama. Kalau dikerjakan di waktu yang mulia, itu bisa mengalahkan amalan yang terbaik. Maka ini kesempatan buat kita di mana semua amalan di awal Dzulhijjah, ingat, semua amalan tanpa terkecuali, itu dilipatgandakan. Dikatakan lebih baik tadi, nggak ada yang lebih baik. Jihad pun nggak bisa menandingi kecuali satu kondisi.

Ahibbaty fillah. 
10 awal Dzulhijjah ini, dengan hadits-hadits yang kita baca, ternyata amalan yang sebenarnya biasa saja, ada yang lebih utama. Kalau dikerjakan di waktu yang mulia, itu bisa mengalahkan amalan yang terbaik. Maka ini kesempatan buat kita di mana semua amalan di awal Dzulhijjah, ingat, semua amalan tanpa terkecuali, itu dilipatgandakan. Dikatakan lebih baik tadi, nggak ada yang lebih baik. Jihad pun nggak bisa menandingi kecuali satu kondisi.

Ada beberapa riwayat yang menyebutkan kelipatan yang diberikan, namun ternyata semua riwayat itu dha'if, tidak bisa menjadi sandaran. Seperti tambahan di hadits Ibnu Abbas yang kita baca,

وَالْعَمَلُ فِيهِنَّ تُضَعَّف بِسَبْعِ مِائَةٍ.
"Beramal di 10 awal Dzulhijjah itu dilipatgandakan jadi 700 kali lipat." 
Itu dha'if.

Kemudian ada riwayat Abu Hurairah di mana disebutkan, 

يَعْدِلُ صِيَامُكُمْ يَوْمٍ مِنْ حَدِيثَنَا
"Puasa setiap hari di awal Dzulhijjah itu setara dengan puasa satu tahun."

وَكُلُّ لَيْلَةٍ مِنْ هَادِيَةٍ قِيَامِ لَيْلَةِ الْقَدْرِ.
"Dan shalat di malam-malam awal Dzulhijjah itu sepadan dengan shalat di malam Lailatul Qadr."

Namun hadits-hadits ini dha'if. Cukup hadits yang sahih yang menjelaskan tentang tidak tertandinginya beramal di 10 awal Dzulhijjah. Bisa 700 kali lipat. 700 kali lipat shadaqah, 700 kali lipat.. Bisa lebih dari itu.

Apa yang harus kita lakukan? Ya namanya mau menyambut sesuatu nih, iya perlu ada yang kita persiapkan. 

Yang pertama, taubat lagi. 

Kemarin Ramadhan alhamdulillah kita bisa jaga diri. Lewat Ramadhan, Syawal, setannya dilepas. Kita kadang kala mulai imannya turun, mulai dosa dikerjain. Sebelum 10 awal Dzulhijjah, tolong, taubatnya diperbaharui! 

Bagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan kepada para sahabatnya, 

❲ تُوبُوا إِلَى اللهِ ❳

"Taubatlah kalian kepada Allah."

❲ فَإِنِّي أَتُوبُ إِلَى اللهِ فِي الْيَوْمِ ❳

"Aku bertaubat kepada Allah tiap hari."

❲ مِائَةَ مَرَّةٍ ❳
"100 kali"

❲ أَوْ سَبْعِينَ مَرَّةٍ ❳
"70 kali"

Jadi, perbaharui taubat kita!

Kemudian yang kedua, bulatkan tekad kita.

Kita tahu Covid-19 ini tidak bisa dilawan dengan vaksin, karena yang sudah divaksin pun tetap harus prokes, yang divaksin pun masih mungkin terpapar Covid-19. Terus gimana? Ya.. kita do'a. 

Kita punya tekad baik untuk memanfaatkan 10 awal Dzulhijjah ini dalam ketaatan kepada Allah 'Azza wa Jalla. Ada niat, gitu. Orang kalau niat itu, akan mempersiapkan diri. Dia akan punya perencanaan dan hindari kemaksiatan. Berhenti berbuat dosa, tahan diri berbuat dosa. Engkau mau masuk hari yang terindah ternyata engkau basah-basah dengan dosa. 

Amalan apa saja puncak amalan yang berada di 10 awal Dzulhijjah ini yang tidak tertandingi dengan 10 akhir Ramadhan? 

(1) Itu haji, atau umroh dan haji. 
Kenapa? Karena semua amalan di 10 akhir Ramadhan, amalkan di 10 awal Dzulhijjah. Semua amalan yang kita amalkan; mau i’tikaf, shalat malam, shadaqah, macam-macam, amalkan di 10 awal Dzulhijjah. Tapi amalan 10 awal Dzulhijjah tidak bisa diamalkan di 10 akhir Ramadhan, salah satunya yang jelas adalah ibadah haji. 

Maka Jamaah, haji itu masyaaAllah ya. Ketika dia meninggalkan negerinya masuk 10 awal Dzulhijjah, dia dalam kondisi berihram, dia jaga dirinya, dia banyak berzikir. 

Kata Nabi 'Alaihis-shalatu wassalam, 

 ❲ وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّة. ❳ ( رَوَاهُ الْبُخَارِيُّ وَمُسْلِمٌ )
"Haji yang mabrur, tidak ada balasan yang pantas buat dia kecuali surga."

Dan haji ini, Subhanallah, amalan yang tahun ini kita nggak ngerjain, tahun kemarin juga nggak berangkat. Apa yang harus kita lakukan yang nggak berangkat haji?

Buat para wanita, Aisyah radhiyallahu Ta'ala anha pernah bertanya kepada Nabi 'Alaihis-shalatu wassalam, mengatakan, 

يَا رَسُولَ اللهِ ، نَرَى الْجِهَادَ أَفْضَلَ الْعَمَلِ، أَفَلَا نُجَاهِدُ؟
"Kita ini para wanita, melihat jihad itu amalan yang paling mulia. Kenapa perempuan-perempuan nggak berangkat jihad?" 

Kata Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam, 

❲ لَكُنَّ جِهَادٌ لَا قِتَالَ فِيهِ ❳
"Bagi kalian para perempuan, ada jihad yang tidak ada peperangan di dalamnya."

Apa? "Haji mabrur."

Maka yang belum berangkat haji, niatkan berangkat haji. Yang sudah daftar haji tapi belum berangkat, tetap jaga diri dari dosa-dosa. Kita tahu orang yang berhaji itu pakai ihram, ada larangan-larangan berihram yang dia jaga.

(2) Amalan yang kedua, puasa. 
Dan kita tahu sebulan kemarin kita puasa Ramadhan, lalu kita sambung dengan 6 hari di bulan Syawal, seakan-akan puasa setahun penuh. Terus bulan Dzulqa'dah, kita puasa 3 hari umpamanya, seperti puasa satu bulan. 

Lalu Allah sediakan buat kita 9 hari waktu yang mulia, dan di antara amalan yang paling dicintai Allah itu:

- bagaimana puasa ini meningkatkan ketakwaan; 
- bagaimana puasa ini membentuk karakter yang mulia; 
- bagaimana puasa ini menumbuhkan empati di jiwa seorang muslim; 
- bagaimana puasa itu adalah tameng/perisai yang menyelamatkan hamba dari api neraka dan menyelamatkan hamba dari perbuatan dosa. 

Nah, sekarang kita masuk di 10 hari terindah. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda tentang puasa di tanggal 9-nya. Jadi nggak ada hadits khusus yang mengatakan, "Puasalah di 10 awal Dzulhijjah." Tapi ada puasa yang lebih ditekankan, yaitu puasa hari Arafah, di mana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan, 

❲ صِيَامُ يَوْمِ عَرَفَةَ أَحْتَسِبُ عَلَى اللهِ أَنْ يُكَفِّرَ السَّنَةَ الَّتِي قَبْلَهُ وَالَّتِي بَعْدَهُ. ❳
"Puasa hari Arafah, aku berharap Allah mengampuni dosa tahun yang sebelumnya dan tahun yang sesudahnya."

Itu puasa Arafah. Tapi kita dianjurkan untuk beramal saleh. Apa saja? Ada hadits Aisyah yang mungkin kita akan mendengar beberapa ustadz menyampaikan bahwa Aisyah tidak melihat Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa di 10 hari ini. Nggak pernah melihat. Tapi Hafsah, istri Nabi yang lainnya, menyebutkan bahwa Nabi puasa.

Terus, bagaimana ustadz, menggabungkan?

Yang pertama, puasa termasuk amal saleh yang dianjurkan untuk dilakukan. Dan terbukti di 10 hari ini Nabi puasa tanggal 9-nya. Menganjurkan, ada anjuran khusus buat puasa tanggal 9 (hari) Arafah. 

Kemudian, para ulama menjelaskan bagaimana menggabungkan hadits Aisyah dengan hadits Hafsah, yang salah satunya mereka mengatakan, ketika terjadi pertentangan, maka lebih diutamakan pendapat yang menetapkan, karena dia punya ilmu yang tidak dimiliki (oleh) yang menafikan. Aisyah nggak tahu mungkin. Karena kita tahu puasa ini termasuk ibadah yang khusus, yang nggak ada gerakannya. Kalau shalat, kelihatan Nabi nggak shalat, memang nggak ngelakukan shalat. Tapi Nabi puasa dan tidak puasa, tidak ada gerakannya. Maka hadits Hafsah lebih diutamakan.

Kemudian, kalau kita melihat para salafus saleh, mereka berpuasa di 10 awal Dzulhijjah ini sampai tanggal 9-nya; tanggal 10-nya nggak boleh puasa karena ‘Idul Adha.

Bagaimana Hasan Al-Bashri ibn Sirin dan Qatadah? Mereka berpuasa di awal Dzulhijjah, puasa 9 hari. Tapi nggak harus, artinya puasa itu sunnah. Kita nggak puasa pun nggak apa-apa, tapi sayang, ketika kita tahu dengan fadilah puasa dan pelaksanaannya di awal Dzulhijjah yang akan dilipatgandakan dengan kelipatan yang Allah yang tahu.

Al-Imam an-Nawawi rahimahullahu Ta'ala mengatakan, 

 صِيَامُهَا مُسْتَحَبٌّ اسْتِحْبَابٌ شَدِيدٌ .
"Puasa di awal Dzulhijjah ini dianjurkan dengan anjuran yang sangat keras sekali."

Ahibbaty fillah. 
Yang nggak puasa, ya nggak apa-apa. Tapi paling nggak kau puasa tanggal 9-nya, yang ada fadilah di situ, "diampuni dosa tahun sebelumnya dan dosa tahun yang sesudahnya".

Bagi yang nggak puasa karena uzur, maka mungkin engkau bisa memberikan buka untuk orang yang puasa. Karena kita tahu fadilah memberi buka orang yang puasa, apalagi di masa pandemi ini. Mungkin kita melihat ada orang-orang saleh, tetangga-tetangga kita yang mereka berpuasa, kita kirimkan makanan sama mereka. 

❲ مَنْ فَطَّرَ صَائِمًا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِهِ ❳
"Yang memberikan buka kepada orang puasa, maka dia dapat pahala seperti yang berpuasa."

(3) Kemudian yang ketiga, shalat. 
Perbanyak shalat, khususnya shalat malam. Yang wajib jangan dibicarakan. Kalau di bulan Ramadhan kita melaksanakan shalat tarawih, di 10 awal ini kita laksanakan shalat malam. 

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam mengatakan, 

❲ أَفْضَلُ الصَّلاَةِ بَعْدَ الْفَرِيْضَةِصَلاَةُ اللَّيْلِ ❳
"Sebaik-baiknya shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam."

Yang penghuni surga itu ketika hidup di dunia, mereka sedikit tidurnya; mereka menghidupkan malamnya dengan shalat.

Kalau mungkin kita setelah Ramadhan berhenti shalat malam, karena kita memang beramal ya di waktu-waktu yang mulia, _tafaddhol_, sekarang kesempatannya. Ada hari-hari yang paling indah yang paling dicintai Allah, kita laksanakan shalat malam. Ya.. _Qiyamul Lail_ ini jamaah, kata Jibril berpesan kepada Nabi 'Alaihis-shalatu wassalam,

 وَاعْلَمْ أَنَّ شَرَفَ المُؤْمِنِ قيَامُهُ بِاللَّيْلِ عِزَّتَهُ اسْتِغْنَاؤُهُ عَنْ النَّاسِ
"Ketahuilah Muhammad 'Alaikas-shalatu wassalam ya Rasul, sesungguhnya kemuliaan seorang mukmin itu Qiyamul Lail."

Engkau shalat malam, diangkat derajatmu sama Allah 'Azza wa Jalla. 

وَعِزَّتَهُ
Dan kehormatannya, ketika dia nggak butuh sama manusia. Dia hanya bergantung sama Allah 'Azza wa Jalla. 

Allah 'Azza wa Jalla mengatakan,

{ يَا أَيُّهَا الْمُزَّمِّلُ قُمِ اللَّيْلَ إِلَّا قَلِيلًا }
"Wahai orang yang berselimut, bangun engkau, bangun!" (QS. Al Muzzammil ayat 1-2)

Apalagi sekarang ini, musim dingin ya, di mana matahari katanya menjauh dari bumi, yang orang lebih nyaman dengan selimutnya, tapi tatkala kita bangun pada waktu itu, menjadi lebih utama apalagi di 10 awal Dzulhijjah. 

Sa'id bin Jubair Rahimahullahu Ta'ala seorang _tabi'in_ muridnya Abdullah bin 'Abbas, yang meriwayatkan hadits tentang keutamaan 10 awal Dzulhijjah, dia kalau masuk 10 awal Dzulhijjah, 

❲ اجْتِهَادًا حَتَّى مَا يَكَادُ يَقْدِرُ عَلَيْهِ ❳
beliau bersungguh-sungguh, bersemangat beribadah sampai nggak mampu.

Orang mau seperti dia nggak mampu, atau dia pun yang sudah paling maksimal yang dia lakukan. Dan dia pernah berkata,

لَا تُطْفِئُوْا سُرُوْجَكُمْ لَيَالِ الْعَشَرَ .
"Jangan kalian matikan lampu-lampu kalian di 10 awal Dzulhijjah." 

Di 10 akhir Ramadhan, kita tahu bagaimana Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam menghidupkan malamnya. Beliau beri'tikaf meninggalkan keluarganya. Ketahuilah, ibadah i'tikaf ini bukan hanya di Ramadhan.

Kita boleh i'tikaf. Kapan? Sepanjang masa. Kalau mungkin merasa di rumahnya, "Kayaknya ana sulit kalau beribadah di rumah, Ustadz." Ya, itikaf. Dan kita dapat pahala shalat malam, dapat pahala i'tikaf. 

Maka bagi para kepala keluarga, orang tua, tolong, anaknya dikasih tahu, sampaikan kepada mereka. Ana sampaikan ke anak-anak ana, nanti InsyaaAllah kita akan puasa sunah; mereka, "Ya Allah, puasa lagi, Pak?" Iya. Anak-anak itu perlu pembiasaan. Kalau kita tidak membiasakan anak-anak, siapa yang akan ngajarin mereka?

(4) Kemudian amalan yang keempat, memperbanyak zikir, khususnya bertakbir, bertahmid, bertahlil. 

Ahibbaty fillah.
Allah berfirman di surat Al-Baqarah ayat 198-200. Apa kata Allah Azza wa Jalla?

{ لَيۡسَ عَلَيۡکُمۡ جُنَاحٌ اَنۡ تَبۡتَغُوۡا فَضۡلًا مِّنۡ رَّبِّکُمۡؕ فَاِذَآ اَفَضۡتُمۡ مِّنۡ عَرَفٰتٍ فَاذۡکُرُوا اللّٰهَ عِنۡدَ الۡمَشۡعَرِ الۡحَـرَامِ ۖ وَاذۡکُرُوۡهُ کَمَا هَدٰٮکُمۡۚ وَاِنۡ کُنۡتُمۡ مِّنۡ قَبۡلِهٖ لَمِنَ الضَّآ لِّيۡنَ (١٩٨) ثُمَّ اَفِيۡضُوۡا مِنۡ حَيۡثُ اَفَاضَ النَّاسُ وَاسۡتَغۡفِرُوا اللّٰهَؕ اِنَّ اللّٰهَ غَفُوۡرٌ رَّحِيۡمٌ (١٩٩) فَاِذَا قَضَيۡتُمۡ مَّنَاسِكَکُمۡ فَاذۡکُرُوا اللّٰهَ كَذِكۡرِكُمۡ اٰبَآءَکُمۡ اَوۡ اَشَدَّ ذِکۡرًا ؕ فَمِنَ النَّاسِ مَنۡ يَّقُوۡلُ رَبَّنَآ اٰتِنَا فِى الدُّنۡيَا وَمَا لَهٗ فِى الۡاٰخِرَةِ مِنۡ خَلَاقٍ (٢٠٠) }  
"Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki dari perniagaan) dari Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafah, berzikirlah kepada Allah di _Masy'aril Haram_. Dan berzikirlah (dengan menyebut) nama Allah sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang yang banyak ('Arafah) dan mohonlah ampunan kepada Allah; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, maka berzikirlah dengan menyebut nama Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut nama nenek moyangmu, atau (bahkan) berzikirlah lebih banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: 'Ya Tuhan kami, berikanlah kami (kebaikan) di dunia', dan tiadalah baginya bagian yang (menyenangkan) di akhirat."
(QS. Al-Baqarah: 198-200) 

Kita lihat ini bagaimana perintah Allah untuk berzikir. Arafah hari berdo'a, hari berzikir. Selesai dari Arafah, mereka meninggalkan Arafah menuju ke Muzdalifah, menuju ke _Masy'aril Haram_. 

Apa kata Allah?

{ فَاذۡکُرُوا اللّٰهَ عِنۡدَ الۡمَشۡعَرِ الۡحَـرَامِ }
"Berzikirlah mengingat Allah di Muzdalifah."

{ وَاذۡکُرُوۡهُ }
Berzikirlah, ingatlah sama Dia, sebagaimana Dia telah memberikan hidayah kepada kalian. 

Kemudian dari sana menuju ke Mina. 

{ ثُمَّ اَفِيۡضُوۡا مِنۡ حَيۡثُ اَفَاضَ النَّاسُ وَاسۡتَغۡفِرُوا اللّٰهَؕ }
Disuruh istighfar lagi.

Kemudian selesai pelaksanaan manasik, sudah selesai nih hajinya, sudah selesai, sudah dapat "H" mungkin, kalau bicara orang Indonesia, apa kata Allah?

{ فَاِذَا قَضَيۡتُمۡ مَّنَاسِكَکُمۡ }
Kalau kalian selesai melaksanakan manasik haji kalian, 

{ فَاذۡکُرُوا اللّٰهَ }
ingat sama Allah lagi,

{ كَذِكۡرِكُمۡ اٰبَآ }
sebagaimana kalian mengingat nenek-nenek moyang kalian,

{ اَوۡ اَشَدَّ ذِکۡرًا }
bahkan lebih dari itu. 

Jadi, amalan yang paling indah itu adalah zikir. Yang nggak bisa berangkat haji, perbanyak zikir. Yang memang nggak berangkat haji, perbanyak zikir. 

Di dalam Musnad Imam Ahmad, ada seorang yang bertanya kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam. Dia mengatakan, 

أَيُّ الْجِهَادِ أَعْظَمُ أَجْرًا؟
Ini orang yang punya tadi _insting_ bersaing, dia ingin jadi yang terbaik. Maka pertanyaan dia, 

"Jihad mana yang paling besar pahalanya?"

قَالَ : أَكْثَرُهُمْ لِلَّهِ ذِكْرًا
"Yang paling banyak zikirnya."

فَأَيُّ الصَّائِمِينَ أَعْظَمُ أَجْرًا؟
"Orang puasa yang mana yang paling besar pahalanya?"

أَكْثَرُهُمْ الِله ذِكْرًا 

"Yang paling banyak zikirnya." 

Lalu dia tanya, "Orang shalat mana yang paling besar pahalanya? Orang yang shadaqah, orang yang zakat mana yang paling besar pahalanya? Jamaah haji mana yang paling besar pahalanya?"

Jawaban Nabi dalam semua pertanyaan itu, satu:

❲ أَكْثَرُهُمْ لِلهِ ذِكْرًا ❳
 "Yang paling banyak zikirnya."

Shalatnya sama, puasanya sama, jihadnya sama, hajinya sama, yang beda zikirnya. Yang paling banyak zikirnya, maka yang paling banyak pahalanya. 

Abu Bakar bersama Umar ada di majelis itu. Lalu Abu Bakar memanggil Umar, mengatakan, 

 يَا أَبَا حَفْصٍ ذَهَبَ الذَّاكِرُونَ بِكُلِّ خَيْرٍ . 
"Orang yang rajin berzikir itu pergi membawa semua kebaikan." 

Apa kata Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam?

  ❲ أَجَلْ ❳ 
_Ya, tentu saja!_

Namun di 10 awal Dzulhijjah ini ada zikir khusus, karena Nabi 'Alaihis-shalatu wassalam mengatakan, 

❲ فَأَكْثِرُوْا فِيْهِنَّ مِنَ التَّهْلِيْلِ وَالتَّكْبِيْرِ وَالتَّحْمِيْدِ ❳
"Kalian perbanyak di sepuluh awal Dzulhijjah itu bertahlil (baca لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ ), bertakbir dan bertahmid."

Maka kita dianjurkan memperbanyak bacaan:

[ اللهُ أَكْبَرُ - اللهُ أَكْبَرُ ] 
Itu takbir. 

[ لاَ إِلَـٰهَ إِلاَّ اللهُ ]
Itu tahlil.

[ اللهُ أَكْبَرُ ]
Takbir lagi.

 [ وَلِلهِ الْحَمْدُ ]
 Ini tahmid. 

 [ اَللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ، ( اَللهُ أَكْبَرُ ) لَا إِلَـٰهَ إِلَّا اللهُ، وَاللهُ أَكْبَرُ، اَللهُ أَكْبَرُ ولِله الْحَمْدُ ], -ed
Di 10 awal Dzulhijjah. 

Nanti setelah itu kita masih terus bertakbir. 

Abdullah bin Umar bin Khattab dan Abu Hurairah (disebutkan oleh Imam Bukhari) di 10 awal Dzulhijjah mereka biasanya keluar ke pasar bertakbir, membaca "Allahu Akbar, Allahu Akbar".

Kalau kita bicara nggak boleh takbir keliling, memang nggak perlu keliling takbir itu. Engkau berangkat ke pasar, engkau bertakbir. Tidak harus rombongan. Engkau sendirian. Jadi kalau kerumunan dilarang dalam kondisi pandemi seperti ini juga, engkau jalan, engkau bertakbir. 

Dan orang-orang di pasar ketika mendengar takbirnya Abdullah bin Umar ibn Khattab Radhiyallahu anhu dan Abu Hurairah, mereka ikut bertakbir. 

Kemudian ada takbir yang _muqayyad_ , yaitu takbir yang dibaca selesai shalat. Sebenarnya kita bertakbir sepanjang waktu, bukan hanya selesai shalat. Selesai shalat kita bertakbir. Dianjurkan. Sebagian ulama berpendapat, mulai hari Arafah kita dianjurkan bertakbir selesai shalat, selain takbir yang umum. 

Takbirnya berapa kali? Tidak ada ketentuan. Perbanyak ( فَأَكْثِرُوا ), perbanyak! Mau tiga kali, mau empat kali. Selesai shalat sunah engkau mau bertakbir sekali, dua kali, tiga kali, terus bertakbir di 10 awal Dzulhijjah, _plus_ nantinya sampai hari-hari Tasyrik. 

Al-Imam Syafi'i Rahimahullahu Ta'ala beliau berpendapat, dianjurkan kita itu bertakbir ketika melihat hewan ternak. 

Kita kan mulai sering nih, melihat di jalan-jalan ada domba ya, mungkin ada sapi. Itu lebih dianjurkan lagi. Kita melihat itu, "Allahu akbar". Ini belum kurban. Ketika sudah masuk awal Dzulhijjah, maka dianjurkan bagi kita untuk memperbanyak takbir. Jadi ketika melihat hewan-hewan itu, bertakbirlah memuji Allah dan membesarkan-Nya.

Jamaah rahimakumullah, itu yang bisa kita kaji. Semoga ilmu yang kita kaji hari ini berguna buat kita dan bisa kita amalkan dalam kehidupan kita. Dan semoga Allah menerima amalan kita. Sampai berjumpa kembali. 

بَارَكَ اللهُ فِيْك 
وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللّٰهِ وَبَرَكَاتُهُ. 

🌏 WebsiteGiS: https://grupislamsunnah.com

Tidak ada komentar: