Pertanyaan :
Banyak dari peserta daurah yang mengqashr dan menjamak shalat, padahal mereka tahu bahwa mukim di sini lebih dari 3 hari. Bagaimana hukumnya?
✒️Asy Syeikh Prof Dr Basim Al Jawabirah hafizhahullah menjawab,
Kita musafir, Tidak ada khilaf di kalangan ulama bolehnya qashr shalat.
Adapun menjamak shalat, maka ulama berbeda pendapat, Asy Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berpendapat tidak boleh, sedangkan Asy Syaikh Al Albani rahimahullah membolehkan Qashr dan Jamak shalat. Wallahu a’lam
🖊️Catatan:
Sebab perbedaan pendapat di atas karena sebagian berpendapat bahwa peserta daurah ini statusnya mukim, jadi tidak boleh mengqashr apalagi menjamak shalat.
Sedangkan kelompok kedua berpendapat bahwa peserta daurah ini berstatus musafir, jadi boleh mengqashr dan menjamak shalat.
Meskipun ada pula pendapat ketiga, yang berpendapat safar, namun lebih afdhol shalat pada waktu masing- masing sebagaimana difatwakan oleh Asy Syeikh Utsaimin rahimahullah. Dan beliau juga berpendapat sunnah qashr bagi musafir ketika diperjalanan dan boleh ketika turun di suatu tempat.
Lihat di binothaimeen.net
Ala kulli hal, hendaknya para ikhwan saling tasamuh dan menghargai pendapat ikhwan lainnya, dan tdk menjadikan hal ini sebagai sebab perpecahan di antara ikhwan.
Wallahu a'lam
✒️ Agus Santoso Klaten
tambahan
Keseringan kasus yang terjadi. Shalat di jama' Akan tetapi mereka tetap mendiami masjid. (Dan mendapati shalat setelahnya)
Misal shalat zuhur bersama imam mukim kemudian menjama' asar. Akan tetapi mereka masih mendiami masjid dan mendapatkan (menyaksikan)shalat asar berjamaah.
Ini yang perlu dipertanyakan? (Tanya ke syeikh)
Solusinya, jika sudah terlanjur jamak taqdim di waktu Dzuhur. Dan ternyata asar masih dauroh disitu maka shalat lagi, dengan shalat Sunnah (i'adatus shalah fil jama'ah). Ini boleh, bahkan dianjurkan. Kalau niat shalat wajib lagi -nah itu yang tidak boleh-.
Dari Abdullah bin Umar berkata: Rasulullah shalallahu alaihi wasallam bersabda:
لَا تُصَلُّوا صَلَاةً فِي يَوْمٍ مَرَّتَيْنِ
Rasulullah Shallallahu Alaihi Wasallam bersabda: Janganlah kalian melakukan suatu shalat dua kali dalam satu hari". [shahih, HR Ahmad Nomor 4994].
Kalau dalilnya banyak. Secara kesimpulannya:
1. Hadits tentang 2 orang yang sudah shalat di rumah, lalu ke masjid Nabawi dan nggak ikut shalat jama'ah. Lalu nabi menegurnya فلا تفعلا...
2. Kelak suatu masa di akhir zaman, para pemimpin negara mengakhirkan shalat. maka nabi memberi solusi, dengan shalat dirumah, kemudian shalat lagi di masjid bersama para pemimpin.
Dan para ulama' mengambil hukum diatas, dengan makna umum.
العبرة بعموم اللفظ لا بخصوص السبب
Sehingga mencakup shalat jamak taqdim di waktu dzuhur, setelah itu ternyata ke masjid lagi diwaktu asar dan didapati shalat berjama'ah, maka dianjurkan untuk shalat lagi -dengan niat shalat sunnah- (i'adatus shalah fil jama'ah).
Imam Ibnu Rajab al-Hambali Rahimahullah berkata:
(ومنها) إذا جمع بين الصلاتين في وقت أولاهما بتيمم ثم دخل وقت الثانية وهو واجد للماء
Diantaranya, (yang statusnya sah) jika ada orang menjamak 2 shalat di waktu pertama dengan tayamum, kemudian masuk waktu shalat yang kedua, sementara dia mendapatkan air. (al-Qawaid, Ibnu Rajab, hlm. 8)
Tapi kalau shalat 1 kali saja dengan jamak taqdim. dan nggak mau shalat lagi (dengan tidak mendatangi masjid) maka tidak berdosa. Karena sudah di jamak
Ibnu Qudamah Rahimahullah mengatakan:
وإن أتم الصلاتين في وقت الأولى ثم زال العذر بعد فراغه منهما قبل دخول وقت الثانية أجزأته ولم تلزمه الثانية في وقتها لأن الصلاة وقعت صحيحة مجزية عن ما في ذمته وبرئت ذمته منها
"Ketika orang menjamak 2 shalat di waktu awal (jamak taqdim), kemudian udzur yang membolehkan jamak telah hilang seusai mengerjakan kedua shalat dan sebelum masuk waktu shalat berikutnya, maka shalatnya sah, dan tidak ada kewajiban untuk mengulang shalat kedua pada waktunya. Karena shalat itu dikerjakan secara sah, dan menggugurkan tanggungannya. (al-Mughni, 2/124)
Tidak ada komentar: