Kewajiban Imam untuk Meluruskan dan Merapatkan Shaf

Ketika shaf dilihatnya telah lurus dan rapat, barulah seorang imam bertakbir, sebagaimana Nabi صلى الله عليه وسلم mengerjakannya.
Dari Nu`man bin Basyir رضي الله عنه berkata, ”Adalah Rasulullah صلى الله عليه وسلم meluruskan shaf kami. Seakan-akan beliau meluruskan anak panah. Sampai beliau melihat, bahwa kami telah memenuhi panggilan beliau. Kemudian, suatu hari beliau keluar (untuk shalat). Beliau berdiri, dan ketika hendak bertakbir, nampak seseorang kelihatan dadanya maju dari shaf. Beliaupun berkata:

لَتُسَوُّنَّ صُفُوْفَكُْم أَوْ لَيُخَالِفُنَّ الله ُبَيْنَ وُجُوْهِكُمْ
"Hendaklah kalian luruskan shaf kalian, atau Allah akan memecah-belah persatuan kalian"1
Adalah Umar bin Khattab رضي الله عنه mewakilkan seseorang untuk meluruskan shaf. Beliau tidak akan bertakbir hingga dikabarkan, bahwa shaf telah lurus. 
image ilustration from www.elwatannews.com
Begitu juga Ali dan Utsman رضي الله عنهما melakukannya juga. Ali رضي الله عنه sering berkata, ”Maju, wahai fulan! Ke belakang, wahai fulan!”2

Salah satu kesalahan yang sering terjadi, seorang imam menghadap kiblat dan dia mengucapkan dengan suara lantang, ”Rapat dan luruskan shaf,” kemudian dia langsung bertakbir. Kita tidak tahu, apakah imam tersebut tidak tahu arti rapat dan lurus. Atau rapat dan lurus yang dia maksud berbeda dengan rapat dan lurus yang dipahami oleh semua orang?!

Anas bin Malik رضي الله عنه berkata, “Adalah salah seorang kami menempelkan bahunya ke bahu kawannya, kakinya dengan kaki kawannya.” Dalam satu riwayat disebutkan, “Aku telah melihat salah seorang kami menempelkan bahunya ke bahu kawannya, kakinya dengan kaki temannya. Jika engkau lakukan pada zaman sekarang, niscaya mereka bagaikan keledai liar (tidak suka dengan hal itu, pen).”3

Oleh karenanya, Busyair bin Yasar Al Anshari رحمه الله berkata, dari Anas رضي الله عنه, “Bahwa ketika beliau datang ke Madinah, dikatakan kepadanya, ’Apa yang engkau ingkari pada mereka semenjak engkau mengenal Rasulullah صلى الله عليه وسلم?’ Beliau menjawab, ’Tidak ada yang aku ingkari dari mereka, kecuali mereka tidak merapatkan shaf’.”4

Berkata Syaikh Masyhur bin Hasan خفظه الله, “Jika para jama’ah tidak mengerjakan apa yang dikatakan oleh Anas رضي الله عنه dan Nu`man رضي الله عنه, maka celah-celah tetap ada di shaf. Kenyataanya, jika shaf dirapatkan, tentu shaf dapat diisi oleh dua atau tiga orang lagi. Akan tetapi, jika mereka tidak melakukannya, niscaya mereka akan jatuh ke dalam larangan syari’at. 

Diantaranya:

1. Membiarkan celah untuk syetan dan Allah عزّوجلّ putuskan perkaranya, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar رضي الله عنه, bahwasanya Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda, “Luruskanlah shaf kalian, dan luruskanlah pundak-pundak kalian, dan tutuplah celah-celah. Jangan biarkan celah-celah tersebut untuk syetan.

Barangsiapa yang menyambung shaf, niscaya Allah akan menyambung (urusan)nya. Barangsiapa yang memutuskan shaf, niscaya Allah akan memutus (urusan)nya.”5

2. Perpecahan hati dan banyaknya perselisihan diantara jama’ah.

3. Hilangnya pahala yang besar, sebagaimana diterangkan dalam hadits shahih, diantaranya sabda Rasulullah صلى الله عليه وسلم,

إِنَّ الله َوَ مَلائِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى الَّذِيْنَ يَصِلوُْنَ الصُّفُوْفَ
"Sesungguhnya Allah dan MalaikatNya mendo’akan kepada orang yang menyambung shaf"6,7

footnote
1. HR Muslim no. 436.
2. Lihat Jami` Tirmidzi, 1/439; Muwaththa`, 1/173 dan Al Umm, 1/233.
3. HR Abu Ya`la dalam Musnad, no. 3720 dan lain-lain, sebagimana dalam Silsilah Shahihah, no. 31.
4. HR Bukhari no. 724, sebagaimana dalam kitab Akhtha-ul Mushallin, Syaikh Masyhur Hasan, halaman 207.
5. HR Abu Daud dalam Sunan, no. 666, dan lihat Shahih Targhib Wa Tarhib, no. 495.
6. HR Ahmad dalam Musnad, 4/269, 285,304 dan yang lainnya. Hadistnya shahih.
7. Lihat Akhtha-ul Mushallin, halaman 210-211

Tidak ada komentar: