antara kecerdasan dan keikhlasan, yang manakah jadi tolak ukur

Dalam menuntut ilmu agama, bukan kecerdasan yang menjadi tolak ukur, tetapi keikhlasan.


Washil bin Atho', dahulu termasuk murid Hasan Al Bashri yang cerdas. Tapi pada akhirnya, dia menjadi tokoh mu'tazilah, yang berkeyakinan bahwa pelaku dosa besar di dunia statusnya antara kafir dan iman, namun di akhirat kekal di neraka. Mereka juga tidak meyakini sifat2 Allah, dan mengingkari campur tangan Allah dalam hal perbuatan manusia (seperti akidah kaum Qodariyah)..

Jahm bin Sofwan dikenal orang yang cerdas dan pandai berdebat. Tapi dia ternyata pendiri firqoh sesat Jahmiyah, yang mengingkari sifat Allah 'azzawajalla.

Arnold Jonh Wensink, pengarang kitab Al- Mu’jam Al- Mufahras li Alfadh Al-Hadits An-Nabawi, ternyata seorang orientalis kafir..

Mereka semua orang yang cerdas. Tapi apa manfaatnya kecerdasan saat tak ada kebeningan hati.

Syaikhul Islam Ibnu Taimiah berkata,

أعطوا ذكاء ولم يؤتوا زكاء
Mereka dikaruniai kecerdasan, akan tetapi tidak diberi kebersihan hati..

sumber: achmed

Tidak ada komentar: