Telah jelas kebatilan madzhab ini dan penyimpangannya dari ajaran ahlus sunnah wal jama’ah, dan tidak diterima keyakinan seseorang kepadanya, tidak juga dari para ulama maupun orang-orang awamnya.
Sedangkan para imam yang dinisbatkan kepada mereka, maka mereka terbebas dari kebohongan dan kebatilan tersebut, di antara nama-nama para imam tersebut adalah:
1. Ali bin Abi Thalib –radhiyallahu ‘anhu- meninggal syahid pada tahun 40 H.

2. Al Hasan bin Ali –radhiyallahu ‘anhu- ( 3 – 50 H.)
3. Al Husain bin Ali –radhiyallahu ‘anhu- (4 – 61 H. )
4. Ali Zainal Abidin bin Husain ( 38 – 95 H.) yang diberi gelar As Sajjad.
5. Muhammad bin Ali Zainal Abidin (57 – 114 H.) yang diberi gelar al Baaqir
6. Ja’far bin Muhammad al Baaqir (83 – 148 H.) yang diberi gelar ash Shadiq
7. Musa bin Ja’far ash Shodiq (128 – 183 H. ) yang diberi gelar al Kadzim
8. Ali bin Musa al Kadzim (148 – 203 H.) yang diberi gelar ar Ridho
9. Muhammad al Jawwad bin Ali ar Ridho (195 – 220 H) yang diberi gelar at Taqiy
10. Ali al Haadi bin Muhammad al Jawwad (212 – 254 H.) yang diberi gelar an Naqiy
11. Al Hasan al Askari bin Ali al Haadi (232 - 260 H.) yang diberi gelar az Zakiy
12. Muhammad al Mahdi bin al Hasan al Askary, yang diberi gelar al Hujjah al Qaim al Muntadzor.
Mereka mengklaim bahwa imam yang terakhir telah memasuki sirdab (ruang bawah tanah) di Samra’. Banyak peneliti yang menyatakan bahwa dia itu aslinya tidak ada dan merupakan hasil rekayasa Syi’ah.
Baca juga Al Mausu’ah al Muyassarah: 1/51.
Ibnu Kastir berkata di dalam Al Bidayah wan Nihayah (1/177):
“Adapun apa yang mereka yakini tentang sirdab (ruang bawah tanah) di Samra’ merupakan bentuk stres di kepala, gangguan pada jiwa, tidak nyata, tidak ada dzat dan jejaknya”.
Ibnu Taimiyah –rahimahullah- membagi 12 imam menjadi empat bagian:
Pertama:
Ali bin Abi Thalib, al Hasan dan al Husain –radhiyallahu ‘anhum- mereka adalah para sahabat yang agung, tidak diragukan akan keutamaan dan kepemimpinan mereka, namun yang menyertai keutamaan sebagai sahabat banyak yang lainnya, dan di antara para sahabat ada yang lebih utama dari mereka dengan dalil-dalil yang shahih dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Kedua:
Ali bin Husain, Muhammad bin Ali al Baqir, Ja’far bin Muhammad as Shadiq dan Musa bin Ja’far, mereka adalah termasuk ulama yang terpercaya yang diakui. (Minhajus Sunnah: 2/243-244)
Ketiga:
Ali bin Musa ar Ridho, Muhammad bin Ali bin Musa al Jawwad, Ali bin Muhammad bin Ali al Askari dan Hasan bin Ali bin Muhammad al Askari, mereka semua sebagaimana yang katakana oleh Ibnu Taimiyah: “Mereka semua tidak nampak keilmuwannya yang bermanfaat bagi umat, mereka juga tidak ringan tangan untuk membantu umat, akan tetapi mereka sama saja seperti Bani Hasyim lainnya, mereka mempunyai kehormatan dan kedudukan, di antara mereka juga yang mengetahui ajaran Islam yang umum sama dengan orang-orang yang lainnya, adapun yang rinciannya ajaran Islam yang diketahui oleh para ulama maka dalam hal ini mereka tidak dikenal demikian, oleh karena itu para ulama tidak mengambil pendapat mereka sebagaimana mereka telah mengambil pendapat tiga orang pertama, kalau saja mereka mendapatkan dari mereka sesuatu yang bermanfaat maka mereka pasti mengambilnya, akan tetapi seorang pencari ilmu mengetahui tujuannya”. (Minhajus Sunnah: 6/387)
Keempat:
Muhammad bin Hasan al Askari al Muntadzor, maka orang ini tidak nyata sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Wallahu A’lam.
Sedangkan para imam yang dinisbatkan kepada mereka, maka mereka terbebas dari kebohongan dan kebatilan tersebut, di antara nama-nama para imam tersebut adalah:
1. Ali bin Abi Thalib –radhiyallahu ‘anhu- meninggal syahid pada tahun 40 H.

2. Al Hasan bin Ali –radhiyallahu ‘anhu- ( 3 – 50 H.)
3. Al Husain bin Ali –radhiyallahu ‘anhu- (4 – 61 H. )
4. Ali Zainal Abidin bin Husain ( 38 – 95 H.) yang diberi gelar As Sajjad.
5. Muhammad bin Ali Zainal Abidin (57 – 114 H.) yang diberi gelar al Baaqir
6. Ja’far bin Muhammad al Baaqir (83 – 148 H.) yang diberi gelar ash Shadiq
7. Musa bin Ja’far ash Shodiq (128 – 183 H. ) yang diberi gelar al Kadzim
8. Ali bin Musa al Kadzim (148 – 203 H.) yang diberi gelar ar Ridho
9. Muhammad al Jawwad bin Ali ar Ridho (195 – 220 H) yang diberi gelar at Taqiy
10. Ali al Haadi bin Muhammad al Jawwad (212 – 254 H.) yang diberi gelar an Naqiy
11. Al Hasan al Askari bin Ali al Haadi (232 - 260 H.) yang diberi gelar az Zakiy
12. Muhammad al Mahdi bin al Hasan al Askary, yang diberi gelar al Hujjah al Qaim al Muntadzor.
Mereka mengklaim bahwa imam yang terakhir telah memasuki sirdab (ruang bawah tanah) di Samra’. Banyak peneliti yang menyatakan bahwa dia itu aslinya tidak ada dan merupakan hasil rekayasa Syi’ah.
Baca juga Al Mausu’ah al Muyassarah: 1/51.
Ibnu Kastir berkata di dalam Al Bidayah wan Nihayah (1/177):
“Adapun apa yang mereka yakini tentang sirdab (ruang bawah tanah) di Samra’ merupakan bentuk stres di kepala, gangguan pada jiwa, tidak nyata, tidak ada dzat dan jejaknya”.
Ibnu Taimiyah –rahimahullah- membagi 12 imam menjadi empat bagian:
Pertama:
Ali bin Abi Thalib, al Hasan dan al Husain –radhiyallahu ‘anhum- mereka adalah para sahabat yang agung, tidak diragukan akan keutamaan dan kepemimpinan mereka, namun yang menyertai keutamaan sebagai sahabat banyak yang lainnya, dan di antara para sahabat ada yang lebih utama dari mereka dengan dalil-dalil yang shahih dari Nabi –shallallahu ‘alaihi wa sallam-.
Kedua:
Ali bin Husain, Muhammad bin Ali al Baqir, Ja’far bin Muhammad as Shadiq dan Musa bin Ja’far, mereka adalah termasuk ulama yang terpercaya yang diakui. (Minhajus Sunnah: 2/243-244)
Ketiga:
Ali bin Musa ar Ridho, Muhammad bin Ali bin Musa al Jawwad, Ali bin Muhammad bin Ali al Askari dan Hasan bin Ali bin Muhammad al Askari, mereka semua sebagaimana yang katakana oleh Ibnu Taimiyah: “Mereka semua tidak nampak keilmuwannya yang bermanfaat bagi umat, mereka juga tidak ringan tangan untuk membantu umat, akan tetapi mereka sama saja seperti Bani Hasyim lainnya, mereka mempunyai kehormatan dan kedudukan, di antara mereka juga yang mengetahui ajaran Islam yang umum sama dengan orang-orang yang lainnya, adapun yang rinciannya ajaran Islam yang diketahui oleh para ulama maka dalam hal ini mereka tidak dikenal demikian, oleh karena itu para ulama tidak mengambil pendapat mereka sebagaimana mereka telah mengambil pendapat tiga orang pertama, kalau saja mereka mendapatkan dari mereka sesuatu yang bermanfaat maka mereka pasti mengambilnya, akan tetapi seorang pencari ilmu mengetahui tujuannya”. (Minhajus Sunnah: 6/387)
Keempat:
Muhammad bin Hasan al Askari al Muntadzor, maka orang ini tidak nyata sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya. Wallahu A’lam.
source islamqa
Tidak ada komentar: