1. Syaikh Abdurrazaq Al-Badr merasa enggan mencantumkan gelarnya pada buku-buku karangannya. Dikisahkan bahwa saat salah seorang ikhwan dari Indonesia meminta izin untuk menerjemahkan buku beliau yang berjudul Fikhul Ad 'iyaa wal Adzkar (Fikh Doa dan Dzikir) ke dalam bahasa Indonesia, beliau mengizinkan dengan syarat: ketika buku tersebut dicetak, nama beliau hanya ditulis 'Abdurrazaq bin Abdul Muhsin Al-Badr, tanpa embel-embel gelaran Profesor Doktor. Begitu pula buku-buku beliau yang dicetak di Arab Saudi maupun di Aljazair (Algeria), semua tanpa embel-embel gelar tersebut.
2. Tatkala kru Radio Rodja mengabarkan kepada Syaikh bahwa ternyata yang menghadiri tabligh akbar Syaikh Abdurrozzaq dengan materi yang berjudul : "Sebab-sebab kebahagiaan" ,
berjumlah lebih dari 100 ribu peserta, dan ini merupakan rekor terbaru, karena Masjid Istiqlal tidak pernah dihadiri oleh jamaah pengajian seramai ini dalam sejarah Indonesia. Maka Syaikh dengan tersenyum berkata, :
"Mereka para hadirin yang datang bukan karena aku akan tetapi karena si penerjemah Firanda". Spontan kami pun tertawa tatkala mendengar hal ini.
3. Ust. Firanda bertanya, :
"Ya Syaikh, sebagian orang ada yang menyatakan bahwa aku adalah kadzab (pendusta). Apakah aku berhak membela diri dan membantah tuduhan tersebut?”
"Wahai Firanda, jangan kau bantah dia, bagaimanapun dia adalah saudaramu se-aqidah," jawab beliau.
"Bahkan jika ada orang yang bertanya kepadamu tentang dia, maka tunjukkan bahwa engkau tidak suka untuk membantahnya dan tidak suka membicarakan tentangnya.”
Beliau terdiam sejenak, lalu melanjutkan nasihatnya, "Engkau bersabar, dan jika engkau bersabar percayalah suatu saat dia akan melunak dan akan menjadi sahabatmu.”
2. Tatkala kru Radio Rodja mengabarkan kepada Syaikh bahwa ternyata yang menghadiri tabligh akbar Syaikh Abdurrozzaq dengan materi yang berjudul : "Sebab-sebab kebahagiaan" ,
berjumlah lebih dari 100 ribu peserta, dan ini merupakan rekor terbaru, karena Masjid Istiqlal tidak pernah dihadiri oleh jamaah pengajian seramai ini dalam sejarah Indonesia. Maka Syaikh dengan tersenyum berkata, :
"Mereka para hadirin yang datang bukan karena aku akan tetapi karena si penerjemah Firanda". Spontan kami pun tertawa tatkala mendengar hal ini.
3. Ust. Firanda bertanya, :
"Ya Syaikh, sebagian orang ada yang menyatakan bahwa aku adalah kadzab (pendusta). Apakah aku berhak membela diri dan membantah tuduhan tersebut?”
"Wahai Firanda, jangan kau bantah dia, bagaimanapun dia adalah saudaramu se-aqidah," jawab beliau.
"Bahkan jika ada orang yang bertanya kepadamu tentang dia, maka tunjukkan bahwa engkau tidak suka untuk membantahnya dan tidak suka membicarakan tentangnya.”
Beliau terdiam sejenak, lalu melanjutkan nasihatnya, "Engkau bersabar, dan jika engkau bersabar percayalah suatu saat dia akan melunak dan akan menjadi sahabatmu.”
repost from akh anton pratama
Tidak ada komentar: