Hukum Perayaan, Yasinan dan Shalat Khusus di Malam Nishfu Sya’ban

Tanya: Kami memiliki masjid-masjid yang padanya manusia berkumpul di malam tanggal 15 Sya’ban (Nishfu Sya’ban) dan mereka membaca surat Yasin 3 kali dan membaca maulid?

Jawab: 
Ini termasuk bid’ah (mengada-ada dalam agama), dan telah valid dari Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda,

مَنْ أَحْدَثَ فِي أَمْرِنَا هَذَا مَا لَيْسَ فِيهِ فَهُوَ رَدٌّ
“Barangsiapa yang mengada-ngadakan perkara baru dalam agama kami ini apa-apa yang bukan daripadanya maka ia tertolak.” [HR. Al-Bukhari (2550) dan Muslim (1718), Abu Daud (4606), Ibnu Majah (14) Ahmad (6/270) dari Aisyah radhiyallahu’anha]

Dan sabda beliau shallallahu’alaihi wa sallam dalam hadits,

وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلاَلَةٌ
“Dan berhati-hatilah kalian terhadap perkara baru dalam agama, dan setiap yang baru dalam agama adalah bid'ah, dan setiap bid’ah itu sesat.” [HR. Abu Dawud (4607) dan Ad-Darimi (95) dari ‘Irbadh bin Sariyah radhiyallahu’anhu]

Dan ibadah dasarnya adalah perintah, larangan dan peneladanan (kepada Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam), sedang amalan ini tidak pernah diperintahkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, tidak pernah pula beliau melakukannya, dan tidak pernah juga dilakukan oleh salah seorang Khulafaur Rasyidin, tidak sahabat yang lain dan tidak pula tabi’in.

Dan Nabi shallallahu’alaihi wa sallam telah bersabda pada sebagian lafaz hadits yang shahih,

مَنْ عَمِلَ عَمَلاً لَيْسَ عَلَيْهِ أَمْرُنَا فَهْوَ رَد
“Barangsiapa yang melakukan suatu amalan yang tidak ada padanya perintah kami, maka amalan tersebut tertolak.” [HR. Al-Bukhari (2550), Muslim (1718), Abu Daud (4606), Ibnu Majah (14) dan Ahmad (6/256) dari Aisyah radhiyallahu’anha]

Dan amalan ini tidak berdasar pada perintah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, maka ia tertolak serta wajib diingkari, karena ia termasuk yang dingkari oleh Allah dan Rasul-Nya. Allah ta’ala befirman,

أَمْ لَهُمْ شُرَكَاءُ شَرَعُوا لَهُمْ مِنَ الدِّينِ مَا لَمْ يَأْذَنْ بِهِ اللَّهُ
“Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?!” [Asy-Syuro: 21]

Dan perkara ini termasuk yang diada-adakan oleh orang-orang bodoh tanpa ada petunjuk dari Allah ta’ala, dan Samaahatusy Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz telah menulis risalah tentang, “Hukum Perayaan Malam Nishfu Sya’ban dan Perayaan Malam Isra’ Mi’raj” (silakan merujuk ke risalah tersebut untuk mendapatkan keterangan yang lebih lengkap).”

Komite Tetap untuk Pembahasan Ilmiah dan Fatwa

Ketua: Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz

Anggota: AbdurRozzaq ‘Afifi, Abdullah Ghudayyan

[Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 3/63-64 no. 2222]

➡ Adakah shalat Khusus di Malam Nishfu Sya’ban?

Imam besar mazhab Syafi’i, An-Nawawi rahimahullah berkata,

الصلاة المعروفة بصلاة الرغائب وهي ثنتى عشرة ركعة تصلي بين المغرب والعشاء ليلة أول جمعة في رجب وصلاة ليلة نصف شعبان مائة ركعة وهاتان الصلاتان بدعتان ومنكران قبيحتان ولا يغتر بذكرهما في كتاب قوت القلوب واحياء علوم الدين ولا بالحديث المذكور فيهما فان كل ذلك باطل ولا يغتر ببعض من اشتبه عليه حكمهما من الائمة فصنف ورقات في استحبابهما فانه غالط في ذلك
“shalat yang dikenal dengan nama shalat roghoib, yaitu shalat 12 raka’at antara maghrib dan isya pada malam Jum’at pertama bulan Rajab, demikian pula shalat malam nishfu Sya’ban sebanyak 100 raka’at, maka dua shalat ini adalah bid’ah yang mungkar lagi jelek.  Dan janganlah tertipu dengan penyebutan dua shalat ini dalam kitab Quthul Qulub dan Ihya ‘Ulumud Diin, dan jangan pula tertipu dengan hadits (palsu) yang disebutkan pada dua kitab tersebut, karena semua itu batil. Jangan pula tergelincir dengan mengikuti sebagian ulama yang masih tersamar bagi mereka tentang hukum dua shalat ini, sehingga mereka menulis berlembar-lembar kertas tentang sunnahnya dua shalat ini, karena mereka telah salah besar dalam hal tersebut.” [Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, 4/56]

Dalam kitab Asy-Syafi’iyah yang lain, berkata Ad-Dimyathi rahimahullah,

قال المؤلف في إرشاد العباد: ومن البدع المذمومة التي يأثم فاعلها ويجب على ولاة الامر منع فاعلها: صلاة الرغائب اثنتا عشرة ركعة بين العشاءين ليلة أول جمعة من رجب. وصلاة ليلة نصف شعبان مائة ركعة، وصلاة آخر جمعة من رمضان سبعة عشر ركعة، بنية قضاء الصلوات الخمس التي لم يقضها. وصلاة يوم عاشوراء أربع ركعات أو أكثر. وصلاة الاسبوع، أما أحاديثها فموضوعة باطلة، ولا تغتر بمن ذكرها. اه.
“Berkata penulis dalam kitab Irsyadul Ibad: Dan termasuk bid’ah yang tercela, yang pelakunya berdosa, serta wajib bagi pemerintah untuk mencegah pelakunya adalah:

(1) shalat raghoib 12 raka’at yang dikerjakan di antara Maghrib dan Isya pada malam Jum’at pertama di bulan Rajab,

(2) shalat nishfu Sya’ban 100 raka’at,

(3) Shalat Jum’at terakhir Ramadhan 17 raka’at dengan niat qodho shalat 5 waktu yang belum ia kerjakan,

(4) shalat hari Asyuro 4 raka’at atau lebih,

(5) shalat sunnah pekanan.

Adapun hadits-haditsnya palsu lagi batil, dan janganlah tertipu dengan orang yang menyebutkannya –Selesai-.” [Haasyiah I’anatit Thalibin, 1/312]

Dan disebutkan dalam fatwa Lajnah Daimah,

وبالجملة فإنه لم يصح شيء من الأحاديث التي وردت في فضيلة إحياء ليلة النصف من شعبان وصوم يومها عند المحققين من علماء الحديث؛ ولذا أنكروا قيامها وتخصيص يومها بالصيام، وقالوا إن ذلك بدعة، وعظم جماعة من العباد تلك الليلة اعتمادا على ما ورد من الأحاديث الضعيفة واشتهر عنهم ذلك فتابعهم عليه الناس، تحسينا للظن بهم
“Dan secara umum, sesungguhnya tidak ada satu pun hadits yang shahih tentang keutamaan menghidupkan (ibadah) malam Nishfu Sya’ban dan puasa pada siangnya menurut para peneliti dari kalangan ulama ahli hadits, oleh karena itu para ulama mengingkari shalat khusus di malam itu dan puasa khusus di waktu siangnya, dan mereka berpendapat bahwa itu adalah bid’ah. Adapun sekelompok ahli ibadah yang mengagungkan malam tersebut karena bersandar pada hadits-hadits yang lemah, dan menjadi terkenal amalan ini dari mereka, kemudian diikuti oleh manusia karena berprasangka baik kepada mereka saja.” [Fatawa Al-Lajnah Ad-Daimah, 3/61, no. 884]

➡ Demikian pula tidak ada doa dan dzikir khusus di malam Nishfu Sya’ban, karena tidak ada satu pun dalil shahih yang menunjukkan hal tersebut. Terlebih lagi jika lafaz-lafaz dzikir dan doanya adalah hasil ciptaan manusia, tidak berdasar dalil, dan dilakukan dengan cara yang salah seperti dilakukan secara berjama’ah (koor) dan dinyanyikan, sehingga tidak jarang amalan-amalan tersebut sangat mengganggu kaum muslimin, maka kemungkarannya bertambah besar.

➡ Juga bermaaf-maafan di bulan Sya’ban dengan alasan bahwa di bulan ini amalan diangkat juga tidak ada dalil yang mengkhususkan bermaaf-maafan tersebut, dan yang dituntut dari setiap muslim adalah saling memaafkan kapan dan di mana saja sesegera mungkin apabila terjadi perselisihan antara satu dengan yang lainnya.

✅ Adapun amalan yang disunnahkan di bulan ini adalah memperbanyak puasa sunnah, sebagaimana dalam hadits Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu’anha, beliau berkata,

كَانَ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- يَصُومُ حَتَّى نَقُولَ قَدْ صَامَ ، وَيُفْطِرُ حَتَّى نَقُولَ قَدْ أَفْطَرَ ، وَلَمْ أَرَهُ صَائِمًا مِنْ شَهْرٍ قَطُّ أَكْثَرَ مِنْ صِيَامِهِ مِنْ شَعْبَانَ ، كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ ، كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ إِلا قَلِيلا
“Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam berpuasa (sunnah) sampai kami pun mengatakan sungguh beliau telah berpuasa, dan beliau berbuka sampai kami pun mengatakan sungguh beliau telah berbuka. Dan aku sama sekali tidak pernah melihat beliau berpuasa (sunnah) pada suatu bulan yang lebih banyak dari bulan Sya’ban, beliau pernah berpuasa di seluruh bulan Sya’ban, beliau pernah berpuasa hampir di seluruh bulan Sya’ban.” [HR. Muslim]

Sahabat yang Mulia Usamah bin Zaid radhiyallahu’anhuma berkata, “Aku pernah bertanya: Wahai Rasulullah, aku tidak pernah melihatmu berpuasa pada suatu bulan melebihi Sya’ban?” Beliau bersabda,

ذَلِكَ شَهْرٌ يَغْفُلُ النَّاس عَنْهُ بَيْنَ رَجَبٍ وَرَمَضَان , وَهُوَ شَهْر تُرْفَعُ فِيهِ الأَعْمَال إِلَى رَبّ الْعَالَمِينَ ، فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعَ عَمَلِي وَأَنَا صَائِمٌ
“Sya’ban itu adalah bulan yang manusia melalaikannya, berada di antara Rajab dan Ramadhan, padahal ia adalah bulan diangkatnya amalan-amalan kepada Allah Rabb semesta alam, maka aku ingin ketika amalanku diangkat, aku sedang berpuasa.” [HR. Abu Daud dan An-Nasaai,Shahih An-Nasaai: 2221]

Hadits yang mulia ini menunjukkan bahwa amalan yang disunnahkan adalah berpuasa, juga menunjukkan keutamaan puasa Sya’ban sebagai bulan diangkatnya amalan dalam setahun, tetapi hadits ini tidak menkhususkan waktu diangkatnya amalan-amalan tersebut pada siang atau malam nisfu Sya’ban, tidak pula amalan khususnya.

Sumber: ustadz sofyanruray

Tidak ada komentar: