ustadz abdullah zein: MEMANJAKAN ANAK BUKAN TANDA SAYANG

Setiap orang tua menyayangi anaknya melebihi apapun di dunia ini.

Saking besarnya kasih sayang mereka terhadap anaknya, seringkali mereka terjerumus terhadap perilaku memanjakan anak.

Memanjakan anak adalah suatu sikap orang tua yang selalu mengalah kepada anaknya, membatalkan perintah, petunjuk atau penolakan, hanya karena anak menjerit, menentang dan membantah.
MEMANJAKAN ANAK BUKAN TANDA SAYANG

Orang masih beranggapan bahwa anak- anak yang dimanjakan, ialah anak-anak orang kaya atau anak seorang konglomerat saja, anggapan ini tidak benar. Memanjakan anak tidak bergantung pada kaya atau miskinnya suatu keluarga, tetapi lebih dipengaruhi oleh sedikit banyaknya pengetahuan orang tua akan ilmu mendidik anak.

Ketidaktahuan pola mendidik anak membuat mereka salah kaprah.

Niat hati sayang pada anaknya, justru membuat anak itu celaka, tidak berdaya dan kehilangan masa depan mereka.

Memanjakan anak banyak potretnya. Antara lain:

Pertama: memproteksi anak dengan seribu satu macam perlindungan.

Hal ini bisa dilakukan dengan cara berusaha menyingkirkan segala kesulitan baginya. Misalnya memperlakukan anak seperti seorang raja, selalu membela anaknya ketika bertengkar dengan temannya meskipun anaknya yang salah.

Kedua: *memenuhi segala keinginan si anak. Apa saja yang menjadi kehendak dan keinginan anak, biarpun akan merugi atau mengganggu kesehatan dan pertumbuhannya dituruti saja.*

Tidak bisa berkata tidak kepada anak, selalu mengalah pada anak, takut pada anak, sehingga menjadikan kita sebagai orang tua tidak mempunyai wibawa lagi.

Ketiga: *membiarkan dan membolehkan si anak berbuat sekehendak hatinya.*

Ini menjadikan dia jauh dari ketertiban, kepatuhan, peraturan dan kebiasaan baik lainnya. Biasanya orangtua segan untuk mendidik anak agar segara membereskan tempat tidurnya dan merapihkan mainan ketika sudah selesai main.

Hal tersebut dalam jangka pendek seakan tak ada masalah, namun dalam jangka panjang akan mempunyai dampak yang sangat signifikan.

Di antaranya:

Pertama: Anak akan mempunyai sifat mementingkan dirinya sendiri.

Anak yang dimanja merasa bahwa orang lain selalu menolongnya, selalu memandang dirinya lebih penting daripada yang lain. Akibatnya, setelah anak menjadi besar, akan menjadi orang yang selalu ingin dipandang, ingin ditolong, merasa kepentingannya sendiri lebih penting daripada kepentingan orang lain, ia selalu ingin dipuji, ingin menang sendiri. Sehingga akhirnya dapat menjadi orang yang congkak dan tamak; perasaan sosialnya kurang.

Kedua: Kurang mempunyai rasa tanggung jawab.

Anak yang dimanjakan selalu mendapat pertolongan, segala kehendaknya dituruti, tidak boleh dan tidak pernah menderita susah dan kesukaran. Hal ini akan menjadikannya selalu minta pertolongan dan mengharapkan belas kasihan orang lain. Ia tidak sanggup berikhtiar dan inisiatif sendiri. Meskipun ia telah berkeluarga masih selalu mengharapkan bantuan orang tuanya baik secara moril maupun materil.

Ketiga: Mengakibatkan anak menjadi tidak percaya diri.

Kebiasaan menerima pertolongan dan selalu mendapat bantuan akibatnya anak itu menjadi orang yang selalu tidak dapat mengerjakan atau memecahkan suatu masalah dalam kehidupannya ia merasa bodoh, tidak sanggup, merasa harga diri kurang dan meyebabkan anak itu lekas putus asa dan keras kepala.

Mudah-mudahan, kita sebagai orang tua bisa mendidik anak-anak kita dengan pendidikan yang tepat dan memandu mereka menjadi generasi-generasi yang hebat di masa yang akan datang.


Ustadz Abdullah Zaen, MA hafidzohulloh
Tunas Ilmu, Ahad 24 Dzulqo'dah 1437 / 27 Agustus 2016
Sumber : SalamDakwahCom

Tidak ada komentar: