Banyak dari masyarakat yang merasa dirinya kurang ilmu atau bodoh, namun tanpa sadar dia telah menobatkan dirinya menjadi orang paling berilmu.
Kok bisa?
Ya, ngakunya awam, tidak berilmu namun pada kenyataannya : membanding-bandingkan dalil, atau membanding-bandingkan pendapat atau ulama'. Mereka berkata: kalau menurut saya: pendapat ini yang lebih kuat atau ulama' ini lebih berilmu dibanding yang itu.
Kok bisa ya, ngakunya tidak berilmu tapi bisa membandingkan bahkan menghakimi perbedaan pendapat atau memvonis bahwa ulama' ini lebih berilmu dibanding ulama' itu.
Ilmunya saja ndak punya, kok bisa mengatakan ini lebih berilmu dibanding itu, ini lebih benar dibanding itu?
Jawabannya sederhana: perasaannyalah dalil dan ilmunya, tatkala cocok dengan perasaannya maka dianggap benar dan kuat, namun tatkala tidak sesuai dengan perasaan atau seleranya, maka dianggap aneh bin lemah atau salah.
Lalu siapakah yang bisa mengenali ulama' bahkan ulama' paling alim? ya tentu saja ulama', karena itu dahulu tradisi di kalangan para ulama', tiada seorangpun yang berani berfatwa atau mengajar kecuali yang telah mendapat rekomendasi dari para ulama' senior yang ada di zamannya.
Imam Malik berkata:
Kini sebaliknya yang terjadi, murid yang merekomendasi guru, bila mereka cocok maka guru diundang, bila tidak cocok maka guru ditendang. Murid mendesak guru agar berfatwa dan bersikap sesuai selera murid, bahkan sering kali murid pesan fatwa kepada gurunya., hasbunallahu wa ni'mal wakiil. Inilah wolak walinya zaman, semoga Allah melimpahkan istiqomah kepada kita dan menjaga kita semua dari fitnahnya zaman, amiin.
repost dari Group Wa asatid
Kok bisa?
Ya, ngakunya awam, tidak berilmu namun pada kenyataannya : membanding-bandingkan dalil, atau membanding-bandingkan pendapat atau ulama'. Mereka berkata: kalau menurut saya: pendapat ini yang lebih kuat atau ulama' ini lebih berilmu dibanding yang itu.
Kok bisa ya, ngakunya tidak berilmu tapi bisa membandingkan bahkan menghakimi perbedaan pendapat atau memvonis bahwa ulama' ini lebih berilmu dibanding ulama' itu.
Ilmunya saja ndak punya, kok bisa mengatakan ini lebih berilmu dibanding itu, ini lebih benar dibanding itu?
Jawabannya sederhana: perasaannyalah dalil dan ilmunya, tatkala cocok dengan perasaannya maka dianggap benar dan kuat, namun tatkala tidak sesuai dengan perasaan atau seleranya, maka dianggap aneh bin lemah atau salah.
Lalu siapakah yang bisa mengenali ulama' bahkan ulama' paling alim? ya tentu saja ulama', karena itu dahulu tradisi di kalangan para ulama', tiada seorangpun yang berani berfatwa atau mengajar kecuali yang telah mendapat rekomendasi dari para ulama' senior yang ada di zamannya.
Imam Malik berkata:
وليس كل من أحب أن يجلس في المسجد للحديث والفتيا جلس حتى يشاور فيه أهل الصلاح والفضل وأهل الجهة من المسجد فإن رأوه أهلاً لذلك جلس وما جلست حتى شهد لي سبعون شيخاً من أهل العلم أني موضع لذلك
Tidaklah pantas bagi seseorang untuk duduk berceramah di masjid atau memberi fatwa hingga ia bermusyawarah dengan orang-orang sholeh, para pemuka agama dan tokoh setempat. Bila mereka menganggapnya layak untuk melakukan hal itu. maka silahkan ia melakukannya, Dan aku tidaklah duduk di masjid untuk berceramah dan memberi fatwa sampai mendapatkan rekomendasi dari 70 orang syeikh ahli ilmu bahwa aku pantas melakukannya. (Ad Dibaaj Al Muzhab oleh 1/10)Kini sebaliknya yang terjadi, murid yang merekomendasi guru, bila mereka cocok maka guru diundang, bila tidak cocok maka guru ditendang. Murid mendesak guru agar berfatwa dan bersikap sesuai selera murid, bahkan sering kali murid pesan fatwa kepada gurunya., hasbunallahu wa ni'mal wakiil. Inilah wolak walinya zaman, semoga Allah melimpahkan istiqomah kepada kita dan menjaga kita semua dari fitnahnya zaman, amiin.
repost dari Group Wa asatid
Tidak ada komentar: