Tuntunan Nabi Saat Hari Raya

Perayaan ‘Iedul Fitri maupun ‘Iedul Adha merupakan salah satu bentuk ibadah kepada Allāh. Dan ibadah tidak terlepas dari dua hal, yang semestinya harus ada, yaitu:

(1) Ikhlas ditujukan hanya untuk Allāh semata, dan

(2) Sesuai dengan tuntunan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam.

Ada beberapa hal yang dituntunkan Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam terkait dengan pelaksanaan hari raya, di antaranya:

(1) Mandi Sebelum ‘Ied.

Disunnahkan bersuci dengan mandi untuk hari raya karena hari itu adalah tempat berkumpulnya manusia untuk shalāt.

Namun, apabila hanya berwudhu saja, itu pun sah. (Ahkamul Iedain, Dr. Abdullah At Thayyar – edisi Indonesia).
Tuntunan Nabi Saat Hari Raya

Dari Nafi’, bahwasanya Ibnu Umar mandi pada saat ‘Iedul fitri sebelum pergi ke tanah lapang untuk shalāt (HR. Malik, sanadnya shahih).

Berkata pula Imam Sa’id bin Al Musayyib:

“Hal-hal yang disunnahkan saat Iedul Fitri (di antaranya) ada tiga: Berjalan menuju tanah lapang, makan sebelum shalāt ‘Ied, dan mandi.” (Diriwayatkan oleh Al Firyabi dengan sanad shahih, Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan).

(2) Makan di Hari Raya.

Disunnahkan makan saat ‘Iedul Fitri sebelum melaksanakan shalāt dan tidak makan saat ‘Iedul Adha sampai kembali dari shalāt dan makan dari daging sembelihan kurbannya.

Hal ini berdasarkan hadits dari Buraidah, bahwa beliau berkata:

"Rasūlullāh dahulu tidak keluar (berangkat) pada saat Iedul Fitri sampai beliau makan dan pada Iedul Adha tidak makan sampai beliau kembali, lalu beliau makan dari sembelihan kurbannya.” (HR. Tirmidzi dan Ibnu Majah, sanadnya hasan).

Imam Al Muhallab menjelaskan bahwa hikmah makan sebelum shalāt saat ‘Iedul Fitri adalah agar tidak ada sangkaan bahwa masih ada kewajiban puasa sampai dilaksanakannya shalāt ‘Iedul Fitri.

Seakan-akan Rasūlullāh mencegah persangkaan ini. (Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan).

(3) Memperindah (berhias) Diri pada Hari Raya.

Dalam suatu hadits, dijelaskan bahwa Umar pernah menawarkan jubah sutra kepada Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam agar dipakai untuk berhias dengan baju tersebut di hari raya dan untuk menemui utusan. (HR. Bukhori dan Muslim).

Rasūlullāh shallallāhu 'alayhi wa sallam tidak mengingkari apa yang ada dalam persepsi Umar, yaitu bahwa saat hari raya dianjurkan berhias dengan pakaian terbaik, hal ini menunjukkan tentang sunnahnya hal tersebut. (Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan).

Perlu diingat, anjuran berhias saat hari raya ini tidak menjadikan seseorang melanggar yang diharamkan oleh Allāh, di antaranya larangan memakai pakaian sutra bagi laki-laki, emas bagi laki-laki, dan minyak wangi bagi kaum wanita.

(4) Berbeda Jalan antara Pergi ke Tanah Lapang dan Pulang darinya.

Disunnahkan mengambil jalan yang berbeda tatkala berangkat dan pulang, berdasarkan hadits dari Jabir, beliau berkata:

“Rasūlullāh membedakan jalan (saat berangkat dan pulang) saat iedul fitri.” (HR. Al Bukhāri).

Hikmahnya sangat banyak sekali di antaranya, agar dapat memberi salam pada orang yang ditemui di jalan, dapat membantu memenuhi kebutuhan orang yang ditemui di jalan, dan agar syiar-syiar Islam tampak di masyarakat. (Ahkamul Iedain, Syaikh Ali bin Hasan).

Disunnahkan pula bertakbir saat berjalan menuju tanah lapang, karena sesungguhnya Nabi apabila berangkat saat Iedul Fitri, beliau bertakbir hingga ke tanah lapang, dan sampai dilaksanakan shalāt, jika telah selesai shalāt, beliau berhenti bertakbir. (HR. Ibnu Abi Syaibah dengan sanad yang shahih).

Diperbolehkan saling mengucapkan selamat tatkala ‘Iedul Fitri dengan:

“Taqabbalallahu minnaa wa minkum."
(Semoga Allāh menerima amal kita dan amal kalian.)

Atau dengan:

"A’aadahulahu ‘alainaa wa ‘alaika bil khairat war rahmah."
(Semoga Allāh membalasnya bagi kita dan kalian dengan kebaikan dan rahmat.)

Sebagaimana diriwayatkan dari beberapa sahabat. (Ahkamul Iedain, Dr. Abdullah At Thayyar – edisi Indonesia).

artikel muslim.or.id

Tidak ada komentar: