Sangat Menginspirasi "Buya Hamka: Dimanapun saya berada, disana saya akan berdakwah"

Perjuangan dan pengorbanan

Pernah mendengar beratnya perjuangan para penutut ilmu zaman lampau? Beratnya ujian para ulama?

Tahukah kamu bahwa lelah penat yang mereka kecap, kepayahan dan kesusahan yang mereka temui dirasakan nikmat dan menyenangkan.

Dengarkanlah wasiat Ahmad Rasyid Sutan Mansur pejuang pembaharu dizamannya kepada Hamka "Apabila telah engkau berikan seluruh hidup untuk kepentingan Allah dan Rasul, waktu itulah akan engkau rasai nikmat beragama. Sehingga walaupun menderita karena perjuangan menegakkan agama itu, penderitaan itu pun akan dirasakan nikmat juga" (Hamka / Islam dan Adat Minangkabau : 288)
Buya Hamka

Dan Hamka telah merasakan kenikmatan itu, walau ia dimusuhi dan dipenjarakan oleh sahabat karibnya Soekarno selama 2 tahun lebih, sebagaimana yang disampaikan oleh Irfan Hamka dalam "Ayah". Bahkan ia menyebutkan dalam karyanya "Tasauf Moderen" karna beratnya hukuman yang ia rasai, terbetik dalam hati untuk menorehkan silet keurat nadi agar derita berakhir seiring berhentinya alunan nafas, namun ia tersadar bahwa perjuangan dalam membela agama harus bersakit-sakit dan mengorbankan jiwa raga.

Dan ia sadar ayahnya Hamka telah memberikan contoh dan menjadi teladan untuknya dalam perjuangan membela islam ini, Ayahnya tidak gentar dan tidak pernah mengeluh memberantas khurafat dan bida'h, melawan misi penjajah Belanda dan Jepang untuk merusak aqidah umat, menerima pengasingan dengan senyuman.

Hamka menyatakan "Dimanapun saya berada semua sama saja, disana saya akan berdakwah" ia juga berkata kepada penjajah yang melarangnya berdakwah "leher saya genting dan pedang tuan tajam, tapi jangan kira saya gentar" bahkan saat semangat kawan-kawannya melemah dalam menghadapi Jepang dan Komunis ia berucap dengan lantang "Jika tak ada satupun yang berani, biar saya sendiri yang maju!"

Pahit derita yang Hamka telan mungkin tak seperti yang ayahnya rasakan, beratnya perjuangan Hamka tak pula sama dengan perjuang Hamka ayahnya, Hamka telah menjelaskan kekokohan jiwa Sang ayah dan kuatnya pendiriannya, serta keberanian dan ketegasan membela As Sunnah dalam karyanya "Ayahku".

Buah dari derita dalam jeruji itu Hamka petik dengan menelurkan karya besar "Tafsir Al Azhar" tafsir pertama berbahasa Melayu yang sampai saat ini masih dicetak ulang di Indonesia, Malaysia dan Thailand serta beberapa negara yang berumpun Melayu.

Ibn Taimiyah telah mendahuluinya, "Apa yang dapat dilakukan musuhku padaku, sedangkan surga berada didadaku" kalaulah ketenangan bersarang dalam dada, tiada satupun jua yang dapat menggoncang jiwa.

Imam Ahmad, hukuman berat yang ia terima dinikmati dengan keimanan, hingga aqidah yang haq tetap bertahan.

Sekarang datang giliran kita, berjuang dan berkorban. Jangan pernah mengeluh, tapi berusaha dengan semangat penuh agar tetap teguh.

(Rail / Nilai sebuah impian : ...)

Tidak ada komentar: