Hal-Hal Yang Harus Diketahui SHALĀT QASHAR BAGI MUSAFIR

سم الله الرحمن الرحيم
السلام عليكم ورحمة الله وبركاته
الحمد لله والصلاة والسلام على رسول الله و بعد
Sahabat bimbingan Islam yang dirahmati oleh Allāh Subhānahu wa Ta'āla, kita memasuki pembahasan tentang sholat seorang Musafir.

قال المصنف رحمه الله:
Penulis - rahimahullah - berkata:

(( و يجوز للمسافر قصر الصلاة الرباعية بخمس شرائط))
"Bagi seorang musafir (yaitu orang yang bepergian) diperbolehkan untuk mengqashar sholat yang empat rakaat (yaitu menjadikan sholat yang empat rokaat menjadi 2 rokaat) dengan ketentuan memenuhi 5 syarat:"

Hukum Qashar

Hukumnya adalah sunnah menurut mayoritas para ulama termasuk ulama syafi’iyyah.

Ini adalah rukhsoh atau keringanan dalam syariat yang Allāh berikan bagi orang – orang yang melakukan safar/perjalanan jauh.

Safar secara umum menimbulkan matsaqqah kondisi yang berat, apakah capai atau kelelahan ataupun kesulitan, oleh karena itu dalam kaedah fikih disebutkan

المشقة تجلب التيسير
Kesulitan menghasilkan kemudahan
Maksudnya syariat memberikan keringanan dan kemudahan dalam perkara-perkara yang menimbulkan masyaqqoh atau kesulitan.

Allāh Subhānahu wa Ta'āla berfirman:

وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
"Dan Allāh tidak menjadikan kesulitan bagi kalian dalam agama ini." (QS Al Hajj: 78)
SHALĀT QASHAR BAGI MUSAFIR

Dalil tentang bolehnya qashar dalam safar diantaranya firman Allah ta’ala:

{ وَإِذَا ضَرَبْتُمْ فِي الأَرْضِ فَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ أَن تَقْصُرُواْ مِنَ الصَّلاَةِ }
Apabila kalian bepergian dimuka bumi, maka tidak mengapa bagi kalian untuk mengqashar sholat. (QS Annisā': 101)

Adapun sholat maghrib maka tidak diqashar dan tetap dilakukan 3 rakaat, berdasarkan hadits ibnu 'Umar, begitu pula sholat subuh, dan ini adalah ijmak.

Bolehnya Qashar dalam safar apabila memenuhi 5 syarat yang disebutkan dalam matan abi syuja’

Syarat Yang Pertama

((أن يكون سفره في غير معصية،))
1. Safar yang dilakukan bukan safar maksiat.

Karena rukhsoh atau keringanan tidaklah diberikan pada pelaku maksiat. Oleh karena itu, bolehnya qashar meliputi safar yang wajib, seperti safar untuk menunaikan haji Islam, atau melunasi hutang.

Begitu pula safar yang sunnah, seperti haji sunnah, umroh, silaturahmi dan lain-lain. Juga termasuk safar yang mubah seperti safar untuk perdagangan yang mubah.

Adapun safar untuk tujuan maksiat atau mendatangi tempat maksiat atau dengan tujuan yang haram dan semisalnya, atau disebutkan dalam madzhab Syafi'i, safar yang tidak ada tujuannya, maka tidak diberi rukhsoh (keringanan) untuk menqashar sholat.

Bagaimana dengan orang yang menyengaja safar demi mendapatkan rukhsoh atau keringanan, seperti bolehnya berbuka puasa dan perkara-perkara yang rukhsoh lainnya dalam safar ?

Hukumnya orang tersebut tidak mendapatkan rukhsoh, hal,ini ditegaskan oleh fuqoha Syafi’iyyah, Hanabilah, dan merupakan pendapat imam ibnul Qayyim dan syaikh Utsaimin.

Syarat Yang Kedua

((وأن تكون مسافته ستة عشر فرسخا بلا إياب ))
2. Jarak tempuh perjalanan mencapai minimal 16 farsakh, tanpa dihitung jarak perjalanan pulang.

Dari ibnu abbas beliau berkata:

((يا أهلَ مَكَّةَ، لا تَقْصُروا في أقلَّ مِن أربعةِ بُرُد ، وذلِك مِن مَكَّةَ إلى الطَّائفِ وعُسْفَانَ))
Wahai para penduduk Mekkah, janganlah kalian menqashar sholat apabila kurang dari 4 burud, dan itu jarak dari mekkah ke Thaif dan 'Usfan.

Dikeluarkan imam Syafi'i dalam al Umm nya dan mensahihkan dari ibnu Abbas, ibnu Taymiyah dalam Majmu’ Fatawa dan ibnu Hajar dalam Talhis alHabir.

4 Burud = 16 farsakh = 48 mil = 88 km

Mengenai jarak tempuh yang diperbolehkan qashar, ada 2 pendapat yang paling terkemuka.

Pendapat pertama:

Jaraknya tertentu yaitu 88 km atau 16 farsakh, ini adalah pendapat Syafi'iyyah serta jumhur mayoritas ulama.

Pendapat kedua:

Yang menjadi patokan adalah kembali kepada urf atau kebiasaan masyarakat, bukan kepada jarak. Apabila dalam urf sudah dikatakan termasuk safar, apakah jaraknya lebih pendek atau lebih panjang dari 88 Km, maka termasuk safar. Apabila menurut urt tidak dikatakan safar maka tidak termasuk safar.

Ini adalah pendapat madzhab dzhohiriyah, sebagian Hanabilah, imam ibnu Qudamah, ibnu Taymiyyah, ibnul Qoyyim, asy Syaukani, asy Syinqithy, ibn 'Utsaimin dan al Albani, dengan dalil-dalil yang mereka kemukakan.

Pada intinya adalah tidak ada dalil tentang penentuan jarak dan semua dalil tentang safar mutlak, tidak menyebutkan jaraknya.

Syarat Yang Ketiga

((وأن يكون مؤديا للصلاة الرباعية.))
3. Telah menunaikan sholat yang empat rakaat.

Maksudnya adalah seseorang yang tertinggal sholat yang 4 rakaat dalam kondisi mukim, apabila safar, maka kewajiban orang tersebut tetaplah 4 rakaat dan tidak menjadi 2 rakaat walaupun dia safar. Karena beban 4 rakaat adalah beban pada saat dia mukim.

Dan apabila seseorang tertinggal sholat yang 4 rakaat dalam safarnya, apabila dilakukan dalam keadaan safar maka menjadi 2 rakaat, namun apabila dilakukan setelah selesai safar dan sudah sampai atau dalam keadaan mukim, maka kembali menjadi 4 rakaat.

Syarat Yang Keempat

((وأن ينوي القصر مع الإحرام.))
4. Meniatkan qashar tatkala takbiratul ihram.

Karena asal dari sholat adalah menyempurnakan menjadi 4 rakaat, maka apabila tidak berniat untuk qashar, maka wajib untuk menyempurnakan menjadi 4 rakaat kembali kepada asal.

Syarat Yang Kelima

((وأن لا يأتم بمقيم.))
5. Tidak bermakmum dengan imam yang mukim.

Apabila seorang musafir bermakmum bermakmum dengan imam yang mukim, baik sebagian rakaat ataupun seluruhnya, maka seorang yang musafir wajib untuk menyempurnakan sholatnya sebagaimana Imam yang mukim.

Demikian yang dapat disampaikan, semoga bermanfa'at.

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم
والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته
〰〰〰〰〰〰〰
🌍 BimbinganIslam.com
👤 Ustadz Fauzan S.T., M.A.
📗 Matan Abū Syujā' | Kitāb Shalāt
🔊 Kajian 55 | Shalāt Qashar Bagi Musafir

Ditranskrip oleh Tim Transkrip BiAS

Tidak ada komentar: