Tercelanya Orang yang BERAMAL KARENA DUNIA…

Allah Ta’ala berfirman:

مَنْ كَانَ يُرِيدُ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا وَزِينَتَهَا نُوَفِّ إِلَيْهِمْ أَعْمَالَهُمْ فِيهَا وَهُمْ فِيهَا لَا يُبْخَسُونَ أُولَٰئِكَ الَّذِينَ لَيْسَ لَهُمْ فِي الْآخِرَةِ إِلَّا النَّارُ ۖ وَحَبِطَ مَا صَنَعُوا فِيهَا وَبَاطِلٌ مَا كَانُوا يَعْمَلُونَ
“Barangsiapa menghendaki kehidupan dunia dan perhiasannya, niscaya kami berikan kepada mereka balasan pekerjaan mereka di dunia dengan sempurna dan mereka di dunia itu tidak akan dirugikan. Itulah orang-orang yang tidak memperoleh di akhirat, kecuali Neraka dan lenyaplah di akhirat itu apa yang telah mereka usahakan di dunia dan sia-sialah apa yang telah mereka kerjakan.” [Huud: 15-16]
BERAMAL KARENA DUNIA

Ayat ini menunjukkan tercelanya orang yang beramal karena berharap dunia. Namun orang yang berharap dunia dari amalnya ada beberapa macam:

Pertama: Orang yang beramal shalih berupa sedekah, puasa, sholat dan sebagainya dengan niat agar rezekinya dilancarkan dan ditambah hartanya. Ia tak mengaharapkan pahala dari Allah dan keridloanNya. Maka yang seperti ini hanya akan diberikan di dunia saja jika Allah berkehendak. Adapun di akherat ia tidak mendapat pahala, yang akan ia dapatkan adalah siksa api Neraka.

Abul Abbas Al Qurthubi berkata, “Jika pendorong untuk beramalnya adalah dunia maka tidak menjadi ibadah, tetapi ia adalah maksiat. Bahkan bisa menjadi kufur yaitu syirik besar atau riya yaitu syirik kecil. Ini bila pendorongnya hanya dunia semata, bila tidak mendapat dunia tentu ia tidak akan beramal.” (Al Mufhim 12/50)

Kedua: Orang yang beramal shalih mengharapkan pahala dari Allah dan keridloanNya, tetapi iapun mengharapkan dunia dari amalannya.

Maka yang seperti dilihat mana yang lebih dominan. Jika yang lebih dominan adalah niat akheratnya, maka ia mendapat pahala. Jika yang lebih dominan adalah harapan dunia, maka ia mendapatkan dosa, dan amalnya tidak diterima. Dan jika sama sama kuat maka saling berguguran dan tidak mendapat pahala dan tidak juga dosa. Sebagaimana yang dikatakan oleh Syaikh Utsaimin dalam majmu fatawa beliau (1/99).

✏Oleh: Ustadz Badru Salam, Lc حفظه الله تعالى

Tidak ada komentar: