Jangan ucapkan InsyaAllah bila tidak berniat menepatinya

Al-Imam al-Auza’i rahimahullah:

“Termasuk kemunafikan, seseorang berjanji dengan mengucapkan insyaAllah, padahal di balik ucapan itu ia sendiri tidak mau memenuhinya.” [Jami’ul Ulum wal Hikam, 2/482]

Kata “insyaa Allah” kerap diucapkan untuk janji yang potensial dilanggar, komitmen yang tidak teguh, atau harapan yang tidak pasti. Meski lebih sering kita jumpai, bukan berarti semua itu tepat. Orang menyebutnya salah kaprah alias kekeliruan yang sudah menjadi kebiasaan. “Kok kemarin nggak jadi? Katanya mau dateng?” dan ia pun berlindung di balik kalimat insya Allah, “Kan aku bilangnya insya Allah”


Padahal ketika seseorang mengucap insyaAllah, berarti dia sedang bersumpah atas nama Allah. Yang berarti dia harus benar-benar mengupayakan untuk berkomitmen menepati janji yang sudah ia ikrarkan. Bukan malah menjadikan insya Allah sebagai senjata untuk mencari-cari alasan tidak menepati janji dan meninggalkan tanggungjawab. Katakan tidak kalau memang benar-benar tidak bisa, jangan karena sungkan lalu menggunakan Allah sebagai alasan untuk berlindung.

Allah menegur keras perbuatan seperti ini, “Dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu sesudah meneguhkannya, sedang kamu sudah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu).” (QS. An-Nahl: 91)

Sangat perlu dipahami bahwa insya Allah bukan ucapan basa-basi atau tempat berlindung dari ketidakteguhan janji. InsyaAllah mengandung pendidikan tentang sikap tawadhu. Penghayatan kepada makna hakiki insyaa Allah juga membawa manusia pada puncak kesadaran tauhid: hanya Allah tempat bergantung segala sesuatu. .

Dan jangan sampai kita termasuk dari ciri-ciri orang munafik yang disebut oleh Rasulullah, “Tanda-tanda orang munafik itu ada tiga keadaan. Jika ia berkata ia berdusta, jika ia berjanji ia mengingkari, dan apabila diberi amanah (kepercayaan) ia mengkhianatinya.” (HR. Bukhari-Muslim)

Reposted: Shahihfiqih.com/curhatmuslimah.com

Tidak ada komentar: