Lihatlah bagaimana tawadhu’nya syaikh Abdurrazzaq hafizahullah

Kami kutip kisah kedatangan Asy-Syaikh Abdurrazzaq dari buku "Dari Madinah ke Radio Rodja" oleh Ustadz Firanda

Tatkala syaikh datang ke Radio Rodja untuk yang ketiga kalinya, beliau bersafar bersama putra beliau yang bernama Yahya. Sebelum bersafar ke Indonesia beliau berkata kepadaku, “Firanda, untuk safar kali ini saya punya dua persyaratan yang harus dipenuhi. Jika dua persyaratan ini tidak dipenuhi maka saya tidak akan jadi bersafar. Dan saya serius dalam perkataan saya ini!”

Aku berkata, “Apa persyaratan tersebut syaikh?”

Beliau berkata, “Pertama, tiket pesawat saya harus ekonomi, dan saya tidak mau tiket kelas eksekutif!”

syaikh Abdurrazzaq

Tentunya panitia sangat berharap agar Syaikh bisa naik pesawat dengan kelas eksekutif mengingat syaikh akan bersafar dengan putranya Yahya yang masih berumur kurang dari sepuluh tahun. Setelah itu jadwal Syaikh yang begitu padatnya, karena setiba di Jakarta maka ba’da maghrib syaikh langsung akan mengisi pengajian di salah satu masjid di Jakarta. Akan tetapi apa boleh buat, ternyata syaikh justru tidak mau naik pesawat berkelas eksekutif, bahkan menjadikan tiket ekonomi sebagai persyaratan safar beliau.

Akhirnya dengan berat hati aku berkata, “Baik Syaikh, akan tetapi aku harap untuk pesawat domestik Indonesia dari Jakarta Ke Jogja, ke Pekanbaru, dan balik ke Jakarta menggunakan tiket kelas bisnis/eksekutif, mengingat pesawat Indonesia sempit-sempit...”

Syaik berkata, “Tetap harus kelas ekonomi, meskipun pesawat domestik Indonesia...”

Aku menimpali, “Tapi kursinya sempit ya Syaikh...!”

Beliau berkata, “Tidak mengapa sempit, paling kita harus bersabar hanya dua hingga tiga jam saja, toh kita bersafar bukan untuk bersenang-senang, akan tetapi untuk dakwah.”

Beliau berkata lagi, “Adapun persyaratan yang kedua adalah aku tidak mau jika hotel yang disediakan adalah hotel yang mewah..., yang aku inginkan adalah hotel yang sederhana akan tetapi bersih...”

Aku berkata, “Syaikh mengenai hotel jangan khawatir, hotel yang ada di Jakarta adalah milik salah seorang teman, sehingga gratis...”

Aku pun segera menghubungi panitia Jogja agar menyiapkan hotel yang sederhana sebagaimana hotel yang pernah aku tempati, karena ini merupakan persyaratan dari Syaikh. Dan aku juga mewanti-wanti seluruh panitia baik panitia Jogja, Jakarta, maupun Pekanbaru agar membelikan tiket pesawat ekonomi untuk syaikh.

Sungguh aku terperanjat mendengar dua persyaratan dari syaikh Abdurrazzaq yang merupakan Syaikh kaliber dunia yang ternyata menunjukkan begitu tawadhu’nya beliau. Ini tentunya merupakan pukulan telak bagi da’i-da’i nasional yang terkadang terlalu ribet jika diundang untuk mengisi pengajian. Persyaratan setumpuk dipasang, terkadang dengan kurang memperhatikan kondisi panitia pengajian yang mungkin serba kekurangan, sementara masyarakat begitu rindu untuk mendengar untaian nasehat da’i-da’i nasional tersebut.

Terkadang sebagian da’i tersebut berdalih dengan perkataan, “Pemilik ilmu harus dihormati dan dihargai!”

Slogan ini memang sangat benar akan tetapi apakah sang da’i yang langsung menyampaikan slogan ini? Tidakkah sang da’i belajar untuk rendah hati dan tawadhu’?

Saya rasa para ikhwan/panitia jika mereka memiliki kelebihan harta maka mereka tidak akan tanggung-tanggung dalam melayani sang da’i. Akan tetapi bagaimanapun juga sang da’i hendaknya tidak membiasakan untuk dilayani dengan pelayanan berlebihan apalagi meminta untuk dilayani secara berlebihan. Akhirnya jika sang da’i terbiasa dengan pelayanan yang sempurna/perfect, sehingga ketika dilayani kurang maka iapun akan merasa kurang atau tidak dihargai.

Akhirnya ikhwan-ikhwan yang miskin yangt ada di pelosok-pelosok daerah nusantara akhirnya keder dan minder jika ingin mengundang da’i tersebut.

Lihatlah bagaimana tawadhu’nya syaikh, ia harus bersafar jauh meninggalkan Madinah. Padahal manusia dari segala penjuru dunia berdatangan ke kota Madinah untuk menimba ilmu dari beliau....akan tetapi beliau tetap mau bersafar jauh ke berbagai penjuru dunia dalam rangka untuk berdakwah .

Tidak ada komentar: