BEREBUTAN BANGKAI KAMBING

Bismillaah.

Kasihan sekali mereka yang sampai menukar kesempatan hidup di Surga, dengan segala kenikmatan di Dunia saja.

Mereka yang menukar cara hidup Islaam, agama-cara hidup sejak awal jaman sesuai teladan 124.000 nabi dan rosul, dengan cara hidup Sihir, Mistik, Sekulerisme, Liberalisme, Pluralisme, Sinkretisme, Kafir, Munafiq, yang mengira ada banyak Tuhan, penyembah Berhala, penyembah Jin, penghalal segala cara, penipu, Riba, pencuri, korupsi, pezinah, pemabuk, keinginan menjadi kaya-raya tanpa perduli sumbernya dan pertanggungjawabannya, ambisi Duniawi jabatan dan kepartaian tanpa memikirkan perjuangan menegakkan kebenaran sesungguhnya dan amanah memperjuangkan kesejahteraan rakyat, dll.

Dan tak mau, tak sempat bertaubat.

Mati berkubang di dalamnya.

Bahkan sampai memfitnahi orang, berkelahi, berperang, membunuh, mati, hanya karena hal-hal Duniawi.

Karena hal-hal itu bagaikan: BEREBUTAN BANGKAI KAMBING

Satu saat, Imam Hasan al-Bashri - rahiimahullah - pernah memberikan nasihat kepada khalifah di masanya:

إِنَّ الدُّنْيَا دَارُ ظَعْنٍ وَلَيْسَتْ بِدَارِ إِقَامَةٌ ، وَإِنَّمَا أُنْزِلَ آدَمُ عَلَيْهِ السَّلامُ إِلَيْهَا عُقُوبَةً ، فَاحْذَرْهَا
"Sesungguhnya Dunia adalah negeri rantauan dan bukan negeri tempat menetap. Dan Nabi Adam - ‘alaihis salaam - diturunkan di Dunia untuk menjalani hukuman. Karena itu, berhati-hatilah." (az-Zuhd, Ibnu Abi Dunyaa, no. 50).

Sungguh jamak, bahwa dalam masalah hal Duniawi, seorang Mu'min (yang memilih untuk beriman) lebih memilih untuk banyak bersabar.

Karena dia tidak ingin, agamanya rusak gara-gara hal Duniawi.

Dia tidak ingin peluang, kesempatannya, untuk hidup enak di Surga, menjadi menurun, mengecil, atau bahkan hilang.

BEREBUTAN BANGKAI KAMBING

Dia pun tahu, ini semua hanyalah sementara. Dengan kualitas yang rendah, pula.

Semua kenikmatannya, hanya sekedarnya. Jika dia makan nikmat di siang hari, maka sore-malam harinya dia telah lapar lagi. Lalu dia makan malam, dan pagi harinya dia lapar lagi. Dan makan lagi. Sampai dia lapar di siang harinya, dan makan lagi. Sampai saat makan malam.

Begitu seterusnya.

Dengan rasa makanan yang tak lepas dari hanya rasa manis, asin, asam, pahit, pedas, gurih, dsb., atau campurannya, dengan berbagai variasi saja.

Itu-itu saja.

Jika dia mandi di pagi hari, merasa sangat senang karena bersih, siang-sorenya dia telah berkeringat dan kotor. Dan perlu mandi lagi.

Demikian seterusnya, dalam satu siklus lingkaran.

Sampai dia mati.

Allah berfirman:

وَاَنْذِرْهُمْ يَوْمَ الْحَسْرَةِ اِذْ قُضِيَ الْاَمْرُ ۘ وَهُمْ فِيْ غَفْلَةٍ وَّهُمْ لَا يُؤْمِنُوْنَ
Dan berilah mereka peringatan tentang Hari Penyesalan, (yaitu) ketika segala perkara telah diputuskan, sedang mereka dalam kelalaian dan mereka tidak beriman. (QS. Maryam: Ayat 39)

Karena itulah pula, Rasuulullaah - shallallahu ‘alaihi wa sallam - menyebut bahwa Dunia itu adalah ibarat Penjara bagi mu'min.

Dalam hadits dari Abu Hurairah, radhiyallahu ‘anhu, Rasuulullaah - shallallahu ‘alaihi wa sallam - bersabda:

الدُّنْيَا سِجْنُ الْمُؤْمِنِ وَجَنَّةُ الْكَافِرِ
“Dunia itu penjara bagi Mu'min, dan Surga bagi orang Kafir.” (HR. Ahmad 8512 & Muslim 7606)

Kaum Kafiruun, merasa bebas saja melakukan apa saja.

Bahkan merasa tak akan ditagih, oleh Tuhan, Pemiliknya, akan segala hal ini. Dianggapnya, jika telah dimilikinya, itu benar-benar miliknya. Ini bagaikan 'Surga' baginya.

Dan sebaliknya, sebanyak apapun fasilitas hidup yang dimiliki Mu'min di Dunia, jika dibandingkan kenikmatan Surga, maka Dunia itu ibarat Penjara baginya. Yang Penjara itu pun memiliki peraturan-peraturan.
Agar umatnya tidak terlalu rakus dunia, Rasuulullaah - shallallahu ‘alaihi wa sallam - pun sudi mengingatkan kita semua, betapa rendahnya, kehinaan Dunia. Yang kata "Duniyaa" (Dunia) itu pun berasal dari akar kata "Dani", artinya, "Yang rendah".

Sampai-sampai Rasuulullaah - shallallahu ‘alaihi wa sallam - menyebutkan, andaikata di sisi Allah Dunia ini masih sebanding dengan nilai satu sayap seekor nyamuk, niscaya orang Kafir yang semena-mena itu, tidak akan diberikan minum, walau pun hanya seteguk air. Oleh Pemiliknya.

Dalam hadits dari Sahl bin Sa’d radhiyallahu ‘anhu, Rasuulullaah - shallallahu ‘alaihi wa sallam - bersabda:

لَوْ كَانَتِ الدُّنْيَا تَعْدِلُ عِنْدَ اللَّهِ جَنَاحَ بَعُوضَةٍ مَا سَقَى كَافِرًا مِنْهَا شَرْبَةَ مَاءٍ
Andaikata Dunia itu senilai satu sayap seekor nyamuk di sisi Allah, tentu orang kafir tidak akan diberikan minum walaupun hanya seteguk air. (HR. Turmudzi 2490 dan dishahihkan al-Albani)

Dalam hadits lain, Nabi - shallallahu ‘alaihi wa sallam - menyebutkan bahwa di sisi Allah, Dunia itu juga ibarat bangkai anak kambing di mata manusia.

Orang normal yang melihatnya saja sudah merasa jijik, sehingga tidak akan sampai mau mengambilnya.

Bahkan menikmatinya.

Sahabat Jabir bin Abdullah -radhiyallahu ’anhuma - menceritakan:

Suatu ketika Rasulullah - shallallahu ‘alaihi wa sallam - melewati satu pasar bersama para Shahabah Nabi, radhiyallahu 'anhum.

Lalu beliau melihat satu bangkai anak kambing yang telinganya cacat.

Beliau - shallallahu ‘alaihi wa sallam - pun mengambil kambing itu dengan memegang telinganya.

“Siapakah yang mau membeli ini dengan harga satu dirham?”, tanya beliau, shallallahu 'alaihi wa sallam.

“Kami sama sekali tidak tertarik untuk memilikinya. Apa yang bisa kami perbuat dengannya?”, jawab para Shahabah Nabi, radhiyallahu 'anhum

“Atau mungkin kalian suka kalau ini gratis untuk kalian?”, tanya beliau, shallallahu ‘alaihi wa sallam.

“Demi Allah, seandainya hidup pun maka binatang ini pun sudah cacat, karena telinganya kecil. Apalagi kambing itu sudah mati?”, kata para Shahabah Nabi, radhiyallahu 'anhum.

Kemudian Nabi - shallallahu ‘alaihi wa sallam - menyampaikan sabdanya:

فَوَاللَّهِ لَلدُّنْيَا أَهْوَنُ عَلَى اللَّهِ مِنْ هَذَا عَلَيْكُمْ
“Demi Allah, sesungguhnya Dunia lebih hina di sisi Allah daripada bangkai ini di mata kalian.” (HR. Muslim 7607).

Karena itulah, orang-orang yang terlalu rakus terhadap hal keduniawian, bisa dipastikan akan pula merusak sebagian atau seluruh nilai agamanya.

Lebih merusak, daripada kerusakan akibat serbuan binatang buas!

Dari Ka’ab bin Malik radhiyallahu ‘anhu, Nabi - shallallahu ‘alaihi wa sallam - bersabda:

مَا ذِئْبَانِ جَائِعَانِ أُرْسِلاَ فِى غَنَمٍ أَفْسَدَ لَهَا مِنْ حِرْصِ الْمَرْءِ عَلَى الْمَالِ وَالشَّرَفِ لِدِينِهِ
Dua serigala lapar yang dilepas di tengah kerumunan kambing, tidak lebih merusak dibandingkan kerusakan terhadap agama seseorang yang ditimbulkan karena kerakusan akan harta dan kedudukan." (HR. Ahmad 16198, Ibnu Hibban 3228 dan dishahihkan Syu'aib al-Arnauth).

Dan karena itu pula, orang yang melakukan tindakan buruk, demi dunia, disebut oleh Rasuulullaah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagai tindakan Jahiliyyaah.

Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, Rasuulullaah - shallallahu ‘alaihi wa sallam - bersabda:

مَنْ قَاتَلَ تَحْتَ رَايَةٍ عِمِّيَّةٍ يَدْعُو إِلَى عَصَبِيَّةٍ أَوْ يَغْضَبُ لِعَصَبِيَّةٍ فَقِتْلَتُهُ جَاهِلِيَّةٌ
“Siapa yang berperang karena sebab yang tidak jelas, marah karena fanatik kelompok, atau karena motivasi ikut kelompok, atau dalam rangka membantu kelompoknya, kemudian dia terbunuh, maka dia mati dalam keadaan Jahiliyyaah.” (HR. Muslim 4892).

Sungguh, orang Muslim normal paham bahwa berkelahi berebutan akan hal Duniawi memang memalukan.

Bahkan sebenarnya, merugikan.

Wallahu a’lam. Walhamdulillaah.

Abu Taqi Mayestino

Tidak ada komentar: