Hubungan antara Madzhab Fiqhiyyah dengan Hadits dan Ilmu-ilmunya.

Kita mengakui dan yakin Bahwa Fiqh Madzhab lebih Awal muncul dibandingkan dengan Ilmu2 Hadits yang sempurna. sesuai dengan Tahun lahirnya Mazhab tersebut.
disamping perbedaan Usia Kemunculan Mazhab dan Ilmu hadits juga perbedaan terletak pada fokus Pembahasan Mereka.

Sebelumnya, mari kita lihat Fokus pada Masing-masing bidang ini..

Fiqh Madzhab :

1. Mengistinbath Hukum dengan dalil Al-Qur'an dan Hadits

2. Penetapan hukum yang didukung dengan metode-metode lain seperti Ijma', Qiyas, Ucapan Para Sahabat, istishab, istihsan dan 'Urf dan sebagainya.

3. Ulama Madzhab fiqhiyah juga Ulama Hadits, Mereka juga berguru kepada Ulama hadits sebelum mereka dan mengambil periwayatan dari guru mereka tersebut.

Tahun Lahir dan wafat Imam-Imam Madzhab .

Imam Abu Hanifah (80-148H)
Imam Malik (93-179 H)
Imam Syafi'i (150-204)
Imam Ahmad (164-241H)

4. Hukum fiqh yang dilahirkan oleh Imam-imam Madzhab tentunya bukan dari hawa nafsu, melainkan mereka berupaya semampu mereka dengan ilmu yang mereka miliki dengan harapan ijtihad mereka sesuai dengan Maqashidu Syar'i (yang diinginkan Syara').

Hadits dan Ilmu-ilmunya di zaman Salafus Shaleh :

1. Munculnya pelopor ilmu hadits Riwayah oleh Abu Bakar Muhammad bin Syihab az-Zuhri (51-124 H), seorang imam dan ulama besar di Hijaz dan Syam (Suriah). Dalam sejarah perkembangan hadits, az-Zuhri tercatat sebagai ulama pertama yang menghimpun hadis Nabi shallallahu alahi wa salam atas perintah Khalifah Umar bin Abdul Aziz atau Khalifah Umar II (memerintah 99 H/717 M-102 H /720 M).

2. Munculnya Ilmu Musthalahul hadits
Bisa dikatakan ulama yang pertama menulis ilmu mushtalah hadits secara pengertian adalah Imam Syafi’i (w. 204 H) ketika menulis kitab ar-Risalah. Meski kitab itu berbicara mengenai ushul fiqih, tetapi di dalamnya terdapat beberapa kaedah ilmu hadits; seperti syarat-syarat hadits bisa dijadikan hujjah, kehujjahan hadits ahad, syarat-syarat ketsiqahan seorang rawi, hukum meriwayatkan hadits dengan maknanya saja, hukum riwayat hadits rawi mudallis, hukum hadits mursal dan lain sebagainya. Imam Syafi’i (w. 204 H) berbicara hal itu dalam kaitan hadits menjadi salah satu sumber hujjah dalam pengambilan hukum. Hal yang sama juga ditulis oleh Imam Muslim (w. 261 H) dalam muqaddimah kitab shahihnya.

3. Muncul ilmu mukhtalaful hadits.
Imam Nawawi berkata dalam kitab al-Taqrib, “ini adalah salah satu disiplin ilmu dirayah yang terpentinng.” Ilmu ini membahas hadits-hadits yang secara lahiriyah bertentangan, namun ada kemungkinan dapat diterima dengan syarat.

sebagai contoh, ada dua hadits yang yang makna lahirnya bertentangan, kemudian dapat diambil jalan tengah, atau salah satunya ada yang di utamakan.
Misalnya sabda rasulullah Shallallahu alahi wa salam “tiada penyakit menular ” dan sabdanya dalam hadits lain berbunyi, “Larilah dari penyakit kusta sebagaimana kamu lari singa”. Kedua hadits tersebut sama-sama shahih. Lalu diterapkanlah jalan tengah bahwa sesungguhnya penyakit tersebut tidak menular dengan sendirinya. Akan tetapi allah subhanahu wa ta'ala menjadikan pergaulan orang yang sakit dengan yang sehat sebagai sebab penularan penyakit.

Di antara ulama yang menulis tentang ilmu mukhtalaf al-hadits adalah imam syafi’I (204 H), Ibn Qutaibah (276 H), Abu Yahya Zakariya Bin Yahya al-Saji (307 H) dan Ibnu al-Jauzi (598 H).

4. Munculnya ilmu hadits Dirayah yang merupakan ilmu undang-undang yang dapat mengetahui keadaan sanad dan matan. Definisi ini lebih pendek dari definisi di atas. Sedangkan definisi lain sebagaimana di sebutkan ibnu hajar, definisi paling baik dari berbagai definisi ilmu hadits dirayah adalah pengetahuan tentang kaidah-kaidah yang dapat memperkenalkan keadaan-keadaan rawi dan yang diriwayahkan. Pelopor ilmu ini adalah Imam Al-Bukhari (194-256 H) . dalam bukunya thabaqat, ibn sa’ad (230H) banyak menjelaskannya.

5. Munculnya ilmu Gharib Al-Hadits.
ilmu ini membahas tentang kesamaran makna lafad hadits. Karena telah berbaur dengan bahasa arab pasar. Ulama yang terdahulu menyusun kitab tentang ilmu ini adalah Abu Hasan al-Nadru ibn syamil al-mazini, (wafat pada tahun 203 H).

6. Munculnya ilmu Jarh wa Ta'dil.
ilmu hadits yang sangat penting dalam menentukan perawi hadits, diterima atau ditolak matan haditsnya. Dengan kata lain hadits Nabi dinilai shahih atau tidak, didasarkan pada penilaian itu. Dari segi lain, klasifikasi tingkat tinggi-rendahnya nilai hadits juga ditentukan oleh unsur-unsur itu. Atas dasar itu, hampir semua kitab Ulum al-Hadits, baik karya ulama mutaqaddimin atau mutaakhirin, selalu membahas jarah ta’dil.


Tokoh yang pertama kali memperhatikan jarah ta’dil sebagai ilmu, adalah Ibn Sirin (w.110 H), Al-Sya’bi (w.103 H), Syu’bah, (w.160 H), dan al-imam Malik (w. 179 H).

Sedangkan tokoh yang pertama kali menulis kitab jarah-ta’dil adalah Yahya ibn Ma’in (168-223 H), Ali ibn al-Madini (161-234 H), dan Ahmad ibn Hanbal (164-241 H). Kemudian bermunculan kitab-kitab yang menulis jarah ta’dil.

Kitab Adl-Dlu’afaa’ul-Kabiir dan Adl-Dlu’afaa’ush-Shaghiir, karya Imam Muhammad bin Isma’il Al-Bukhari (194-256H), dicetak di India. Karya beliau yang lain :At-Tarikh Al-Kabiir, Tarikh Al-Ausath dan Tarikh As-Shaghir.

lahirnya Al-Thabaqat al-Kubra. Kitab ini adalah karya Abu Abdullah Muhammad bin Sa’ad Katib al-Wahidi (w. 230 H). Dalam kitab ini beliau menghimpun biografi para sahabat, tabi’in orang-orang setelah sampai pada masa beliau sendiri, dengan susunan yang baik dan luas.

7. Munculnya ilmu Nasikh wal Mansukh.
ilmu yang membahas tentang hadits-hadits yang bertentangan yang hukumnya tidak dapat dikompromikan antara yang satu dengan yang lain. yang datang dahulu disebut mansukh (hadits yang dihapus) dan yang datang kemudian disebut nasikh (hadits yang menghapus).
Hampir semua kitab Dirayah Hadits membahas tentang nasikh-mansukh.

Tokoh yang pertama kali menulis Dirayah tentag ini adalah Qatadah ibn Di’amah (w.118 H), tetapi kitab itu tidak dicetak sampai sekarang. Disusul oleh kitab ”Nasikh al-hadits wa mansukhuh” karya Al-Atsram (w. 261 H), disusul lagi oleh kitab ”Nasikh al-Hadits wa Mansukhuh” karya Ibn Syahin (w. 386H). Tetapi kitab yang banyak beredar adalah Al-I’tibar fi al-Nasikh wa al-Mansukh min al-Atsar” karya Abu Bakar al-Hamdzani (w. 584 H).

Hal-hal Penting yang harus kita ketahui tentang ilmu-ilmu Hadits.

Manfaat dari mempelajari ilmu Musthalahil hadits ini adalah untuk mengetahui hadits-hadits yang diterima dan ditolak dengan membedakan antara hadits yang shahih, Hasan, Dha'if dan Maudhu' (Palsu).

Manfaat Mempelajari ilmu rijal al-hadits yaitu untuk mengetahui tentang Hal para perawi Hadits yang ada dalam tingkatan sanad hadits.

Ilmu Rijal Hadis ini lahir bersama-sama dengan periwayatan hadis dalam Islam dan mengambil porsi khusus untuk mempelajari persoalan-persoalan di sekitar sanad. Ulama memberikan perhatian yang sangat serius terhadapnya agar mereka dapat mengetahui tokoh-tokoh yang ada dalam sanad. Ulama akan menanyakan umur para perawi, tempat mereka, sejarah mendengar ( belajar ) mereka dari para guru,disamping bertanya tentang para perawi itu sendiri. Hal itu mereka lakukan demi mengetahui keshahihan sima’ yang dikatakan oleh perawi dan demi mengetahui sanad-sanad yang muttashil dari yang terputus, yang mursal, dari yang marfu’ dan lain-lain.

Dengan mengatahui para perawi itu akan dapat mencegah terjadinya pemalsuan hadis, penambahan matan hadis, juga dapat mengetahui tingkatan keshahihan tiap-tiap hadis yang ditemui.

Manfaat mempelajari ilmu takhrij Hadits...

1. mengetahui kaidah-kaidah dan tata cara yang bisa mengantarkan dia merujuk ke kitab induk hadits yang asli.
2. Memudahkan bagi yang mempelajari ilmu takhrij hadits dalam berdalil, mencari dan juga mengecek keabsahan suatu hadits.
3. Mengenal kitab-kitab hadits yang di karanag oleh para ulama dan memudahkannya untuk merujuk pada saat yang diperlukan.
4. Dengan takhrij seseorang dapat mengetahui siapa perawi suatu hadits yang diteliti dan di dalam kitab hadits apa saja hadits tersebut ditemukan.
5. Dengan takhrij seseorang dapat mengetahui keadaan sanad yang bersambung (muttashil) dan yang terputus (munqathi), serta mengetahui kadar kemampuan perawi dalam mengingat hadits.
6. Dengan takhrij seseorang dapat mengetahui bagaimana para imam hadits menilai kualitas suatu hadits dan bagaimana kritik yang disampaikan.
7. Mengetahui status suatu hadits. apakah termasuk hadits shahih, hasan ataupun dhaif.
8. Memberikan kemudahan dalam mengamalkan hadits. karena dengan takhrij, hadits-hadit dapat dikelompokan menjadi hadits yang diterima atau ditolak.
9. Mengetahui hadits yang harus diamalkan dan hadits yang tidakdiamalkan.
10. Mengetahui hadits yang bisa diambil intisari hukumnya dan yang tidak bisa.
11. Menjaga Sunnah agar senantiasa terjaga.

Hubungan Antara Fiqh Madzhab dengan Hadits dan Ilmu-ilmunya..

Masih belum Sempurnanya Perkembangan ilmu Musthalahul hadits dan Rijalu al-hadits dan lain sebagainya yang berkaitan dengan ilmu-ilmu Hadits berkemungkinan bahwa beberapa/Sejumlah Hadits yang dibawa oleh Imam Madzhab berada pada tingkatan lemah atau tidak Shahih, begitu juga dengan Ijtihad mereka.

Dengan ilmu hadits (ilmu mustholahul hadits,ilmu Rijal,ilmu jarh wa ta'dil dan ilmuTakhrij) dapat dilakukan Pemeriksaan dan koreksi terhadap Hadits-hadits yang ada pada kitab-kitab Imam Madzhab tersebut. baik kitab Muwaththa' Imam Malik, Musnad Imam Ahmad, Musnad Imam Syafi'i dan Kitab2 Hadist lainnya yang dikumpulkan oleh Ulama-Ulama Hadits terdahulu..

Semua Imam Madzhab menerima serta Berlapang Dada jika Pendapat Mereka harus ditinggalkan saat ditemukannya hadits Shahih, bahkan Mereka mengatakan Hadits Shahih adalah Madzhab Mereka. (sebagaimana telah di sampaikan pada tulisan sebelumnya), Baca di : 

4 Ulama Mazhab "Jika Hadits itu shahih, itulah Mazhabku"


Jika kita perhatikan Tahun-tahun munculnya ilmu hadits dan hubungkan dengan Imam-imam Madzhab itu maka akan kita temukan bahwa Madzhab tidak terlepas dari Ilmu Hadits dan memiliki hubungan ketergantungan yang sangat erat, Karena Ilmu hadits telah lahir sebelum adanya Madzhab yaitu ilmu hadits Riwayah pertama kali oleh Abu Bakar Muhammad bin Syihab az-Zuhri (51-124 H) dan juga pada masa/zaman Imam-Imam Mazhab tersebut seperti ilmu Jarh wa Ta'dil yang pertama kali diperhatika oleh Ibn Sirin (w.110 H), Al-Sya’bi (w.103 H), Syu’bah, (w.160 H), dan Imam Malik (w. 179 H). kemudian ilmu ini ditulis dalam bentuk kitab oleh Yahya ibn Ma’in (168-223 H), Ali ibn al-Madini (161-234 H), dan Ahmad ibn Hanbal (164-241 H), ilmu nasikh wa mansukh oleh Qatadah ibn Di’amah (w.118 H), kemudian berkembang dan Sempurna pada generasi berikutnya yaitu yang dilakukan oleh Murid-murid Imam Madzhab tersebut dalam hal ini yang paling Masyhur dan terkenal adalah Imam Bukhari. dan juga Ulama-ulama Hadits Termasyhur lainnya seperti Imam Muslim, Ibnu Hajar Al-Atsqalani, Imam Turmidzi, Imam Al-Dzahabi, Imam Nawawi dan Banyak lagi Ulama2 hadits lainnya yang Mu'tabar (teruji) yang hasil karya mereka dapat dijadikan Rujukan utama dalam Hadits dan Ilmu-ilmu Hadits.

Dari keterangan diatas Dapat kita simpulkan Bahwa Perhatian begitu mendalam tentang ilmu Hadits ini demi menyelamatkan Agama telah lahir Pada masa sebelum Madzhab dan Pada Masa Madzhab itu sendiri lalu kemudian lebih disempurnakan oleh Murid-murid Imam Madzhab dan Ulama Generasi setelah Mereka yang masih dapat kita katakan Generasi Salafush Shalih.

Kolaborasi antara ilmu Fiqh Madzhab dan Ilmu-ilmu Hadits itu merupakan salah satu bentuk perbuatan yang terpuji yaitu Saling Tolong menolong dalam kebaikan dan bukan saling tolong menolong dalam dosa dan permusuhan. karena dengan diketahuinya derajat keshahihan suatu hadits maka ijtihad Seorang Ulama Madzhab Fuqaha akan menjadi lebih kuat, ditambah lagi dengan Ijma' dan kesepakatan Ulama Madzhab yang lain yang disebut dengan Jumhur A'immah (Imam-Imam Madzhab).

Mengoreksi dan memberi penilaian terhadap ijtihad Imam Madzhab dengan Ilmu Hadits atau berselisih dengan beberapa pendapat mereka -Rahimahumullah- setelah melakukan kajian Riwayah dan Dirayah Hadits Bukan berarti seorang Ulama Hadits (baik generasi Salaf Maupun Khalaf) itu dikatakan enggan atau Menolak Semua Pendapat Imam Madzhab atau lebih keras lagi kita katakan Mereka tidak Bermadzhab, ini adalah ungkapan yang keliru yang akan memecah belah persaudaraan kaum muslimin dan tentunya kelak akan dipertanggung jawabkan dihadapan ALLAH 'Azza wa Jalla.

Jadi, Jangan sekali-kali Pisahkan Antara Madzhab dan Hadits beserta Ilmu-ilmunya..
Mari kita Hormati Ulama-ulama Yang telah banyak berkarya untuk Kemashlahatan Agama dan Ummat ini..!!!

Wallahu A'lam..

Ditulis oleh Ustadz Ridwan hafizahullah

Tidak ada komentar: