Antara Mendatangkan Maslahat Atau Menolak Mafsadah

Ahlussunnah menyeru kepada setiap orang beramar ma’ruf nahi mungkar untuk mempertimbangkan antara maslahat dan mafsadah sesuai dengan timbangan syari’at.

Karena Islam berporos pada 2 perkara, ANTARA MENDATANGKAN MASLAHAT atau MENOLAK MAFSADAH.

Apabila maslahatnya jauh lebih besar di bandingkan dengan mafsadahnya, maka itu diperintahkan.

Sebaliknya apabila mafsadahnya lebih besar dari pada maslahatnya, maka ditinggalkan.

Dan apabila maslahat dan mafsadahnya seimbang, maka ini butuh kepada ijtihad dan bertanya kepada ahli ilmu.

Tawakuf itu lebih selamat.

Diantara dalil yang menunjukkan bahwa penting dalam beramar ma’ruf nahi mungkar mempertimbangkan masalah maslahat dan mufsadah itu diantaranya Hadits yang di riwayatkan Imam Muslim.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dari hadits Aisyah:
“Kalau bukan kaummu itu masuk Islam dan mereka belum lama dari masa jahiliyah, aku akan menginfakkan harta karun ka’bah di jalan Allah. Dan aku akan menjadikan pintunya dekat ke tanah. Dan aku akan masukkan Hijr Isma’il itu ke dalam Ka’bah.”

Antara Mendatangkan Maslahat Atau Menolak Mafsadah

Lihat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ingin merombak Ka’bah, tapi beliau tidak lakukan.
Karena kaum musyrikin Quraisy. Orang-orang Quraisy pada waktu itu baru masuk Islam dan belum lama dari masa jahiliyah, sehingga keilmuan mereka masih sangat dangkal.

Kalau Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam merombaknya, akibatnya akan dipahami, di khawatirkan akan muncul mudharat yang lebih besar dan di pahami dengan pemahaman yang tidak benar.

Sehingga untuk menghindari mudharat yang lebih besar inilah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam meninggalkan maslahat, memugar Ka’bah tersebut.

Demikian pula disebutkan dalam Hadits Jabir yang di riwayatkan Imam Bukhori dan Muslim, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya:
“Kenapa engkau tidak bunuhi orang munafik itu ?“

Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda;

“Jangan sampai orang-orang berbicara bahwa Muhammad membunuh teman-teman sendiri karena orang-orang munafik itu yang memperlihatkan keislaman, mereka ikut sholat tapi hati mereka penuh dengan kedengkian dan kebencian kepada Islam, dan mereka terus berusaha bermakar.”

Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika di tanya, kenapa tidak membunuhi mereka saja, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak lakukan itu karena takut malah menimbulkan dampak mudharat yang lebih besar.

Yaitu orang-orang kaum arab , orang-orang kafir akan mengaanggap Nabi Muhammad membunuh teman-temannya sendiri.

Maka dari itulah, ini semua hadits-hadits ini menunjukkan wajib mempertimbangkan antara maslahat dan mafsadah.

Demikian pula hadits yang di keluarkan Imam Muslim:
“bahwa ada orang Arab Badui masuk ke masjid untuk kencing.
Maka para sahabat ingin mengingkarinya, ingin menahannya. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat kalau di biarkan mengingkarinya akan timbul mudharat yang lebih besar. Maka Rasulullah bersabda: biarkan… biarkan jangan di putus kencingnya.

Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang para sahabat untuk mengingkarinya.
Karena mengingkarinya di saat itu malah menimbulkan mudharat yang lebih besar.

Maka inilah kaidah yang harus di pahami bagi siapapun yang ingin beramar ma’ruf nahi mungkar.
Itu penting untuk mempertimbangkan antara maslahat dan mafsadah dan tentunya harus di bimbing oleh para ulama, karena merkalah yang mampu untuk mempertimbangkan masalah itu

Wallahu a’lam

Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى

Tidak ada komentar: