Mereka tidak pernah ridho kalian menerapkan syariat islam

Tak tergetar hatinya jika undang-undang dan hukum agamanya disisihkan dan diganti dengan undang-undang Barat, yang berpokok pangkal dari undang-undang Romawi dan Yunani.

Ulamanya kehilangan gairah, sehingga tidak tersinggung perasaannya buat berjuang menegakkan agama di tengah masyarakat yang telah sesat!

Sebagaimana sabda Nabi,

"Akan datang kepadamu suatu zaman, datang musuh bertubi-tubi dari segala pihak laksana bubuk memakai kayu."

Seorang sahabat bertanya,

"Apakah lantaran sedikit bilangan kami pada waktu itu, ya Rasulullah?"

Nabi menjawab,

"Bahkan bilanganmu laksana buih di lautan, tetapi telah hilang hebat kebesaranmu, karena kamu ditimpa dua penyakit. Pertama, cinta kemewahan dunia; Kedua, takut menghadapi maut."

(Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU: Membangunkan Ummat Memajukan Bangsa, Hal. 130-131, Penerbit Galata Media, Cet. I, Januari 2018).

KESIMPULAN

"Tidakkah engkau lihat kepada orang-orang yang berkata bahwa mereka telah beriman dengan apa yang diturunkan kepada engkau dan apa yang diturunkan sebelum engkau, padahal mereka meminta hukum kepada Thagut, sedang mereka sudah diperintah supaya jangan percaya kepadanya!" (pangkal ayat 60).

Dalam ayat-ayat yang lalu telah diterangkan kesalahan-kesalahan orang-orang yang diberi sebagian dari Kitab, mereka percaya kepada jibti dan thagut.

Buya HAMKA, PANGGILAN BERSATU

Ayat sekarang ini menerangkan lagi celaan atas orang yang beriman separuh-separuh. Mereka mengaku beriman kepada Allah, percaya kepada yang diturunkan kepada Muhammad, yaitu Al-Qur'an, dan percaya pula kepada yang diturunkan sebelum Muhammad, yaitu Taurat dan Injil. Orang telah mengakui percaya kepada kitab-kitab, Taurat, Zabur, Injil, dan Al-Qur'an, artinya ialah orang yang telah mengaku dirinya Islam.

Tetapi ganjil sekali sikap orang itu.

Dia mengakui percaya kepada undang-undang Allah, yang diturunkan kepada nabi-nabi, tetapi apabila mereka meminta hukum, mereka datang kepada thagut, tegasnya, mereka tinggalkan peraturan Allah dan mereka pakai peraturan atau undang-undang buatan manusia yang berlaku sewenang-wenang.

Padahal sudah nyata bahwa Allah memerintahkan bahwa peraturan thagut tidak boleh diikut.

"Dan inginlah Setan hendak menyesatkan mereka, sesat sejauh-jauhnya." (ujung ayat 60).

Keinginan Setan ialah supaya orang itu jangan bulat percaya kepada Allah. Jangan yakin bahwa peraturan Allah adalah sumber telaga dari segala peraturan. Sedang hukum-hukum buatan manusia, kalau tidak bersumber dari peraturan Allah adalah membawa sesat bagi si pengikutnya.

Memang keinginan Setan agar jiwa seseorang menjadi belah, porak-poranda. Mengaku beriman kepada Allah dalam separuh hati, tetapi mengingkari Allah dalam banyak hal yang lain.

Mengakui umat Muhammad dalam hal ibadah, tetapi mengingkari peraturan Muhammad di dalam pergaulan.

Kadang-kadang ada yang memandang bahwa agama hanya hubungan pribadi tiap-tiap orang dengan Allah. Adapun jika mengenai hukum atau muamalat (pergaulan sesama manusia), tidak perlu tunduk kepada Allah, dan tidak salah kalau melanggar kehendak Allah.

Kita sudah tahu, yang menjadi Setan itu bukan yang halus saja.

Manusia juga ada yang menjadi Setan.

Negeri-negeri penjajah kerap sekali menjadi Setan, merayu kaum Muslimin yang dijajah agar jangan memakai peraturan Allah.

"Dan apabila dikatakan kepada mereka, 'Kemarilah, kepada apa yang diturunkan Allah dan kepada Rasul!' Engkau lihatlah orang-orang yang munafik itu berpaling dari engkau sebenar-benar berpaling." (ayat 61).

Di ayat 59 sudah diserukan, jika terjadi pertikaian pikiran, pulangkanlah kepada Allah dan Rasul, niscaya perselisihan dan pertikaian pikiran itu akan habis dan akan mendapat kata sepakat.

Tetapi orang yang munafik tidak mau begitu.

Mereka hanya mau kembali kepada Allah dan Rasul kalau ada keuntungan untuk diri sendiri dan kalau akan merugikan bagi diri mereka, mereka tidak mau.

Mereka turut bersorak, mendabik dada mengatakan percaya kepada Allah, tetapi di saat dibawa kepada Allah, mereka enggan menurut.

"Maka betapalah (halnya) apabila menimpa kepada mereka suatu bahaya, lantaran perbuatan tangan mereka sendiri, kemudian itu mereka datang kepada engkau, mereka bersumpah, "Demi Allah! Maksud kami tidak lain hanyalah kebaikan dan perdamaian." (ayat 62).

Rasulullah saw. telah memperingatkan kalau taat kepada Allah, hendaklah taat dalam keseluruhan, jangan taat separuh-separuh.

Jangan misalnya, kalau hendak beribadah shalat, menurut peraturan Allah. Tetapi kalau mengenai yang lain, menurut peraturan thagut.

Dalam agama misalnya shalat lima waktu taat juga mengerjakan, tetapi apabila datang ajakan orang supaya pergi bersimpuh memuja-muja kubur, dituruti pula. Atau dalam berdoa meminta kepada Allah, tetapi kalau kehilangan suatu barang, meminta tolong carikan kepada seorang tukang tenung.

Atau misalnya dalam pemerintahan di negeri Islam, undang-undang yang diambil ialah undang-undang Romawi atau pengaruh Kristen. Kemudian karena peraturan Allah tidak dijalankan, melainkan peraturan thagut, timbullah celaka. Timbullah akibat yang tidak baik.

Orang-orang yang hanya mulutnya mengakui percaya kepada peraturan Allah itu, melihat sendiri betapa kerusakan akibat karena bukan peraturan dan hukum Allah yang dijalankan.

Mereka pun menyesal, tetapi nasi sudah jadi bubur keadaan sudah tidak dapat diperbaiki lagi. Ketika itu mereka datang kepada Nabi, "mencuci tangan" membersihkan diri dan bersumpah bahwa maksud mereka adalah baik, maksud mereka adalah mencari perdamaian supaya jangan banyak perselisihan.

Mereka menenggang jangan sampai ada selisih, mereka telah berani membekukan hukum Allah.

Tidak mereka insafi bahwa itulah yang membawa selisih dan sengketa.

Di ayat 65 akan kita baca penegasan Allah, dengan sumpah bahwa orang yang tidak mau menerima Tahkim dari Allah dan Rasul-Nya,

Tidaklah termasuk orang yang beriman,

"Walau shallaa, walau shaama!"

Walaupun dia Shalat, walaupun dia Puasa.

(Buya HAMKA, Tafsir Al-Azhar, Jilid 2 Hal. 349-355, Penerbit Gema Insani, Cet.1, 2015).

Tidak ada komentar: