Nabi Muhammad, beliau orang yang selalu banyak senyum

Berkata Al-Imam Al-Hafidzh Al-Faqih Abu Zakariya Yahya bin Syaraf An-Nawawi rahimahullah, Allah Ta’ala berfirman:

وَاخْفِضْ جَنَاحَكَ لِلْمُؤْمِنِينَ
“Dan berendah hatilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” [Al Hijr: 88]

ولو كُنتَ فَظًّا غَلِيظَ الْقَلْبِ لاَنْفَضُّوا مِنْ حَوْلِك
“Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, niscaya mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu.” [Al Imran: 159]

عن عدي بن حاتم رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: اتقوا النار ولو بشق تمرة فمن لم يجد فبكلمة طيبة
Dari Adi bin Hatim radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam bersabda: “Takutlah kalian dari api neraka, walaupun hanya dengan separuh biji kurma. Barangsiapa yang tidak mendapatinya, maka hendaknya dia berkata dengan perkataan yang baik.” [HR. Al-Bukhari 1417 dan Muslim 1016]

عن أبي هريرة رضي الله عنه أن النبي صلى الله عليه وسلم قال: والكلمة الطيبة صدقة
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam bersabda : “Dan perkataan yang baik itu adalah shadaqah.” [HR. Al-Bukhari 2707 dan Muslim 1009]

عن أبي ذر رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: لا تحقرن من المعروف شيئا ولو أن تلقى أخاك بوجه طلق
Dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam bersabda: “Janganlah engkau menganggap remeh kebaikan sekecil apapun, walaupun bertemu saudaramu hanya dengan wajah yang berseri-seri.” [HR. Muslim 2626]

selalu banyak senyum

Penjelasan Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah berkenaan dengan ayat dan hadits di atas:

Apabila seseorang berjumpa dengan saudaranya sesama muslim, maka sudah sepatutnya ia menampakkan kegembiraan dan wajah yang berseri-seri serta bertutur kata yang baik. Karena perbuatan yang demikian ini merupakan akhlaqnya Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam.

Perangai seperti ini tidaklah dianggap menurunkan kewibawaan, melainkan akan mengangkat derajat seseorang, mendapatkan balasan serta pahala di sisi Allah ta’ala. Hal ini sebagai bentuk ittiba’ (mengikuti) sunnah Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam, karena sesungguhnya beliau orang yang selalu banyak senyum.

Seorang muslim sudah sepatutnya menampakkan wajah yang berseri-seri ketika berjumpa dengan saudaranya dan bertutur kata yang baik, hal ini diupayakan demi memperoleh pahala, kecintaan dan kasih sayang dari saudaranya serta menjauhi sifat sombong dan menganggap dirinya lebih tinggi dari hamba Allah yang lain.

Kemudian Al-Imam An-Nawawi rahimahullah menyebutkan firman Allah Ta’ala:

“Dan berendah hatilah kamu terhadap orang-orang yang beriman.” [Al Hijr: 88]

Berendah hati dalam ayat di atas yakni bersikap lembut dan tawadhu’ terhadap kaum mu’minin (bukan rendah diri atau minder, -pent), karena sesungguhnya seorang mu’min amat pantas diperlakukan demikian.

Adapun sikap terhadap orang-orang kafir, maka Allah telah membimbing kita sebagaimana dalam firman-Nya:

يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ جَاهِدِ الْكُفَّارَ وَالْمُنَافِقِينَ وَاغْلُظْ عَلَيْهِمْ وَمَأْوَاهُمْ جَهَنَّمُ وَبِئْسَ الْمَصِير
“Wahai Nabi, perangilah orang-orang kafir dan orang-orang munafiq serta bersikap keraslah terhadap mereka, dan tempat mereka adalah neraka jahannam, dan itulah seburuk-buruk tempat kembali.” [At-Taubah: 73]

Pada asalnya yang berhak direspon secara simpatik dengan menampakkan kegembiraan dan wajah yang berseri-seri hanyalah kaum mu’minin saja. Namun jika ada dari orang kafir yang diharapkan keislamannya, hendaknya kita bergaul dengan mereka juga dengan menampakkan kegembiraan serta wajah yang berseri-seri, dalam rangka mengharapkan keislamannya dan mengambil manfaat ketika berjumpa dengan mereka.

Akan tetapi jika kita bersikap tawadhu’ dan menampakkan kegembiraan terhadap orang kafir itu justru membuat dia besar diri dan semakin bertambah kesombongannya terhadap kaum muslimin, maka dalam konteks seperti ini kita dilarang menunjukkan sikap ramah terhadap mereka.

Sesungguhnya dengan wajah yang berseri-seri, sahabatmu akan merasa senang. Dia akan membedakan orang yang bertemu denganmu, antara orang yang wajahnya kecut dan yang berseri-seri. Oleh karenanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam menasehati Abu Dzar Al-Ghifari radhiyallahu ‘anhu:

“Janganlah engkau menganggap remeh kebaikan sekecil apapun, walaupun bertemu saudaramu dengan wajah yang berseri-seri.” [HR. Muslim 2626]

Menampakkan wajah yang berseri-seri memiliki nilai kebaikan, karena perangai seperti ini dapat membuat saudaramu senang dan hatinya menjadi lapang. Namun jika hal tersebut digandengkan dengan tutur kata yang baik, maka akan menjadi dua kebaikan yang saling melengkapi.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam bersabda :

“Takutlah kalian dari api neraka, walaupun hanya dengan separuh biji kurma..”

Hendaklah kalian jadikan pelindung antara kalian dengan api neraka, yakni dengan bershadaqah separuh biji kurma. Karena dengan amalan ini akan melindungi kalian dari api neraka, tentunya jika Allah menerima amalan tersebut.

Namun apabila kalian tidak memiliki separuh biji kurma, maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam telah memberikan alternatif yang juga dapat melindungi kalian dari api neraka yakni berupa perkataan yang baik. Seperti kalian bertanya tentang keadaan sahabat kalian “kaifa anta?”, “kaifa haluka?” (bagaimana kabarmu?), “kaifa ikhwanuka?” (bagaimana kabar saudara-saudaramu?), “kaifa ahluka?” (bagaimana kabar keluargamu?) dan semisalnya.

Hal ini termasuk kata-kata yang baik yang dapat membuat senang sahabat kalian dan melapangkan hati mereka. Semua perkataan yang baik itu termasuk shadaqah, dan Allah akan memberikan ganjaran serta pahala bagi orang yang mengamalkannya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam :

“Kebaikan itu adalah akhlaq yang baik”

Nabi shallallahu ‘alaihi wa alihi wasallam juga bersabda :

“Kaum mu’minin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaqnya”

Syarh Riyadhus Shalihin 2/581-582
Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah

Tidak ada komentar: