SOAL :
Mau tanya , katanya memajang gambar makhluk bernyawa itu haram, lalu bagaiman dengan Pulus atau duit juga ada gambarnya, kalau gambar makhluk itu haram maka ganti aja duit nya pake daun pisang buat barter, bagaimana ini ? dari Arya Cakra di Bumi Allah.
JAWAB :
Barokallahu Akhuna Arya Cakra semoga Allah memudahkan kita untuk memahami kebenaran..Tentang komentar antum terkait bahasan saya tentang hukum gambar makhluk bernyawa dimana kesimpulannya adalah haram berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan.
Lalu bagaimana tentang hukum uang kertas yang bergambar ? Maka saya katakan sebelum menjawab kesimpulannya apakah boleh menggunakan uang kertas atau tidak boleh sehingga kalau tidak boleh maka kita kalau transaksi menggantinya dengan menggunakan daun pisang.
Saya sebutkan dalam poin-poin supaya mudah difahami insya Allah :
[1] Sebuah kaedah agama yang berbunyi : اَلْمَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ artinya : “Kesulitan membawa kemudahan”. Maksud dari kaedah ini adalah bahwa hukum-hukum syari’at yang dalam prakteknya menimbulkan kesulitan bagi hamba maka syari’at islam meringankannya agar bisa dilakukan dengan mudah, misalnya dalam masalah uang kertas yang ada gambarnya maka kalau sulit dihindari, dimana tidak mungkin kita kerja dapat duit lalu duitnya kita buang karena ada makhluk bernyawanya, maka disini ada kemudahan sehingga boleh menggunakanya.
[2] Ada kaedah juga berbunyi : الضًّروراتُ تبيح المحظورات artinya : “keterpaksaan itu menghalalkan perkara yang haram” maksud dari kaedah ini adalah , Apabila terjadi keterpaksaan atau kemudaratan maka pada saat kondisi demikian yang haram pun berubah menjadi halal sebatas kemudaratan tersebut ada , contoh dalam kasus uang kertas yang ada gambarnya, halal dan boleh digunakan apabila kita dalam keadaan terpaksa karena kalau kita buang itu uang kertas lalu kita ganti dengan daun pisang akan timbul mudarat yaitu kita sulit hidup berinteraksi dengan manusia, kecuali kalau hidup dengan orang utan di hutan sana. Maka dalam kondisi demikian Islam agama yang rahmatan lil alamin , memberikan kemudahan berupa dihalalkannya perkara yang haram kalau kondisi darurat.
[3] Apa yang saya sampaikan tentang hukum memajang gambar makhluk bernyawa itu adalah hukum asalnya, adapun perinciannya adalah bisa boleh hukum gambar makhluk bernyawa tersebut pada kondisi kondisi tertentu seperti kondisi terpaksa dan sulitnya dihindari berdasarkan dua kaedah diatas.
[4] Adapun hukum menyimpan gambara atau memajang gambar makhluk bernyawa perlu diperinci sebagai berikut :
Menyimpan gambar untuk dimuliakan, seperti gambar raja, ahli ibadah, ulama kiayi, habib atau yang sejenisnya, atau untuk hiasan dinding atau untuk kenang kenangan maka hukumnya haram berdasarkan keumuman sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam :
Mau tanya , katanya memajang gambar makhluk bernyawa itu haram, lalu bagaiman dengan Pulus atau duit juga ada gambarnya, kalau gambar makhluk itu haram maka ganti aja duit nya pake daun pisang buat barter, bagaimana ini ? dari Arya Cakra di Bumi Allah.
JAWAB :
Barokallahu Akhuna Arya Cakra semoga Allah memudahkan kita untuk memahami kebenaran..Tentang komentar antum terkait bahasan saya tentang hukum gambar makhluk bernyawa dimana kesimpulannya adalah haram berdasarkan dalil-dalil yang telah disebutkan.
Lalu bagaimana tentang hukum uang kertas yang bergambar ? Maka saya katakan sebelum menjawab kesimpulannya apakah boleh menggunakan uang kertas atau tidak boleh sehingga kalau tidak boleh maka kita kalau transaksi menggantinya dengan menggunakan daun pisang.
Saya sebutkan dalam poin-poin supaya mudah difahami insya Allah :
[1] Sebuah kaedah agama yang berbunyi : اَلْمَشَقَّةُ تَجْلِبُ التَّيْسِيْرَ artinya : “Kesulitan membawa kemudahan”. Maksud dari kaedah ini adalah bahwa hukum-hukum syari’at yang dalam prakteknya menimbulkan kesulitan bagi hamba maka syari’at islam meringankannya agar bisa dilakukan dengan mudah, misalnya dalam masalah uang kertas yang ada gambarnya maka kalau sulit dihindari, dimana tidak mungkin kita kerja dapat duit lalu duitnya kita buang karena ada makhluk bernyawanya, maka disini ada kemudahan sehingga boleh menggunakanya.
[2] Ada kaedah juga berbunyi : الضًّروراتُ تبيح المحظورات artinya : “keterpaksaan itu menghalalkan perkara yang haram” maksud dari kaedah ini adalah , Apabila terjadi keterpaksaan atau kemudaratan maka pada saat kondisi demikian yang haram pun berubah menjadi halal sebatas kemudaratan tersebut ada , contoh dalam kasus uang kertas yang ada gambarnya, halal dan boleh digunakan apabila kita dalam keadaan terpaksa karena kalau kita buang itu uang kertas lalu kita ganti dengan daun pisang akan timbul mudarat yaitu kita sulit hidup berinteraksi dengan manusia, kecuali kalau hidup dengan orang utan di hutan sana. Maka dalam kondisi demikian Islam agama yang rahmatan lil alamin , memberikan kemudahan berupa dihalalkannya perkara yang haram kalau kondisi darurat.
[3] Apa yang saya sampaikan tentang hukum memajang gambar makhluk bernyawa itu adalah hukum asalnya, adapun perinciannya adalah bisa boleh hukum gambar makhluk bernyawa tersebut pada kondisi kondisi tertentu seperti kondisi terpaksa dan sulitnya dihindari berdasarkan dua kaedah diatas.
[4] Adapun hukum menyimpan gambara atau memajang gambar makhluk bernyawa perlu diperinci sebagai berikut :
Menyimpan gambar untuk dimuliakan, seperti gambar raja, ahli ibadah, ulama kiayi, habib atau yang sejenisnya, atau untuk hiasan dinding atau untuk kenang kenangan maka hukumnya haram berdasarkan keumuman sabda Nabi shalallahu alaihi wasallam :
إِنَّ أَصْحَابَ هَذِهِ الصُّوَرِ يُعَذَّبُونَ يَوْمَ الْقِيَامَةِ يُقَالُ لَهُمْ أَحْيُوا مَا خَلَقْتُمْ وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَا تَدْخُلُ بَيْتًا فِيهِ الصُّورَةُ
"Sesungguhnya orang yang menggambar gambar ini akan disiksa pada Hari Kiamat. Dikatakan kepada mereka; 'Hidupkan yang telah kalian buat, ' (beliau bersabda): "Sesungguhnya malaikat tidak akan masuk ke dalam rumah yang ada gambarnya." (HR Bukhari : 5957)
[5] Menyimpan gambar tanpa sengaja karena ia berada pada tempat lain , atau memang sulit untuk menghindarinya , seperti pada barang dagangan, atau majalah dan yang lain lain maka ini hukumnya tidak mengapa dengan tetap berusaha untuk menghapus atau menutupnya semaksimal mungkin.
[6] Menyimpan gambar makhluk bernyawa tanpa sengaja dalam posisi terhinakan seperti pada keset, sandal, tikar dan lain-lain bahwa jumhur ulama termasuk Imam yang empat berpendapat tentang bolehnya hal tersebut (lihat kitab syarah shahih Muslim Imam Nawawi 14/18, Al-Mughni 7/6, Al-Mudawanah Al-Kubra 1/91).
Imam Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah berkata, “Pendapat ini (boleh menyimpan gambar sebagai alas untuk diduduki atau dihinakan) adalah pendapat yang paling adil” (Kitab At-Tamhid 21/196)
[7] Menyimpan gambar karena terpaksa dan ada hajat terkadang darurat seperti misalnya gambar atau foto pada KTP, surat surat penting, Ijazah, pasport, uang kertas, maka hal ini boleh.
Allah Ta’ala berfirman :
[5] Menyimpan gambar tanpa sengaja karena ia berada pada tempat lain , atau memang sulit untuk menghindarinya , seperti pada barang dagangan, atau majalah dan yang lain lain maka ini hukumnya tidak mengapa dengan tetap berusaha untuk menghapus atau menutupnya semaksimal mungkin.
[6] Menyimpan gambar makhluk bernyawa tanpa sengaja dalam posisi terhinakan seperti pada keset, sandal, tikar dan lain-lain bahwa jumhur ulama termasuk Imam yang empat berpendapat tentang bolehnya hal tersebut (lihat kitab syarah shahih Muslim Imam Nawawi 14/18, Al-Mughni 7/6, Al-Mudawanah Al-Kubra 1/91).
Imam Ibnu ‘Abdil Barr rahimahullah berkata, “Pendapat ini (boleh menyimpan gambar sebagai alas untuk diduduki atau dihinakan) adalah pendapat yang paling adil” (Kitab At-Tamhid 21/196)
[7] Menyimpan gambar karena terpaksa dan ada hajat terkadang darurat seperti misalnya gambar atau foto pada KTP, surat surat penting, Ijazah, pasport, uang kertas, maka hal ini boleh.
Allah Ta’ala berfirman :
وَمَا جَعَلَ عَلَيْكُمْ فِي الدِّينِ مِنْ حَرَجٍ
“Dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan atau kesusahan atau kesulitan ”. (QS Al-Hajj : 78).
[8] Gambar makhluk bernyawa itu sama saja hukumnya haram baik hasil foto atau pun lukisan, baik 2 dimensi apalagi kalau 3 dimensi.
[9] Proses membuat gambar itu sendiri ada dengan cara memotret atau melukis yang sebagian ulama membedakan hukumnya antara melukis dengan memotret. Kalau melukis sepakat haram hukumnya adapun memotret hukum asalnya boleh kecuali kalau memotret tujuannya untuk yang haram. Maka memotret itu tergantung tujuannya, kalau halal maka boleh tapi kalau tujuan haram maka haram hukumnya. (Lihat kitab qaulul Mufid syarah kitab tauhid, Ibnu ‘Utsaimin 3/203-206)
[10] Yang dikatakan gambar makhluk bernyawa yang terlarang itu adalah yang ada gambar kepalanya walaupun setengah badan, tetap dikatakan gambar makhluk bernyawa, sebaliknya kalau di buang bagian kepalanya, maka sudah tidak lagi dinamakan gambar makhluk bernyawa. Maka silahkan pajang foto asal buang kepalanya, atau hapus gambar wajahnya.
Hal ini sebagaimana atsar dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma ia berkata :
[8] Gambar makhluk bernyawa itu sama saja hukumnya haram baik hasil foto atau pun lukisan, baik 2 dimensi apalagi kalau 3 dimensi.
[9] Proses membuat gambar itu sendiri ada dengan cara memotret atau melukis yang sebagian ulama membedakan hukumnya antara melukis dengan memotret. Kalau melukis sepakat haram hukumnya adapun memotret hukum asalnya boleh kecuali kalau memotret tujuannya untuk yang haram. Maka memotret itu tergantung tujuannya, kalau halal maka boleh tapi kalau tujuan haram maka haram hukumnya. (Lihat kitab qaulul Mufid syarah kitab tauhid, Ibnu ‘Utsaimin 3/203-206)
[10] Yang dikatakan gambar makhluk bernyawa yang terlarang itu adalah yang ada gambar kepalanya walaupun setengah badan, tetap dikatakan gambar makhluk bernyawa, sebaliknya kalau di buang bagian kepalanya, maka sudah tidak lagi dinamakan gambar makhluk bernyawa. Maka silahkan pajang foto asal buang kepalanya, atau hapus gambar wajahnya.
Hal ini sebagaimana atsar dari Ibnu Abbas radhiyallahu anhuma ia berkata :
الصُّورَةُ الرَّأْسُ فَإِذَا قُطِعَ الرَّأْسُ فَلَيْسَ بِصُورَةٍ.
"Yang dimaksud gambar (makhluk bernyawa) itu adalah (yang ada) kepalanya, apabila di potong kepalanya maka bukanlah dinamakan gambar" (HR Al Baihaqi : 14974).
Demikianlah perincian tentang hukum gambar makhluk bernyawa, wallahu a'lam.
✒ Abu Ghozie As-Sundawie
Demikianlah perincian tentang hukum gambar makhluk bernyawa, wallahu a'lam.
✒ Abu Ghozie As-Sundawie
Tidak ada komentar: