Biasanya tanya ke Ust Abu Isa Abdullah bin Salam -hafizhahullah-, Ust. Abu Sa'ad -rahimahullah-, Ust. Aris Munandar -hafizhahullah-, Ust. Firanda Andirja -hafizhahullah- lewat SMS. Ngga dibales ngga masalah. Lama jawabnya, alhamdulillah masih dijawab. Namanya juga SMS.
Dan kalau beliau-beliau bales SMS, itu gold banget, itu SMS ngga akan di-remove berbulan-bulan kecuali kalau inbox penuh. Saking senengnya.
Zaman sekarang nanya ustadz jauh lebih mudah. Bisa pakai Whatsapp, Telegram, Facebook, aplikasi android, dll. Tapi sayangnya adab kepada ahli ilmu jauh berkurang. Sebagian kita kalo nanya ustadz:
- bahasanya kayak ngomong sama temen sendiri
- nanyanya banyak banget
- minta segera dijawab
- kalo belum dijawab, dia nagih "gimana tad? koq ngga dijawab", "tadz... jadi jawabannya gimana?". belum dijawab, besoknya nagih lagi, "gimana tad?", terus begitu.
- kalo jawaban ustadz ngga sesuai harapan, dia nanya terus sampe jawabannya sesuai harapan, "tapi kan tadz, bla bla bla... ", "kalo gini gimana tadz....?"
- jawaban ustadz dibantah pakai fatwa ustadz laen
- nanya pertanyaan yang ngga penting
- fatwa ustadz lain yang nyeleneh, amalan orang laen yang nyeleneh, tapi sang ustadz yang ditanya dalilnya
- masalah sama tetangga, bilangnya ke ustadz. kan harusnya ke pak RT
- anak sakit, tanya ke ustadz. kan harusnya ke pak dokter
- dll.
Yok kita introspeksi diri....
Kang Aswad (bukan ustadz; suka nanya ke ustadz)
Tidak ada komentar: