WAHAI SALAFI, INGINKAH ENGKAU MASUK KUBANGAN POLITIK...?!

Pada hari-hari seperti ini kita mendapati pembahasan seputar pemilu 2014 sebagai pembahasan terhangat diberbagai media massa dan media elektronik. Berbagai elemen masyarakat banyak disibukkan dengannya, mulai dari pakar politik hingga orang awam. Pembahasan tersebut seolah menjadi menu dan bahan obrolan yang sangat amat mengasyikkan hingga menyita banyak waktu, tenaga, pikiran bahkan harta mereka. Tapi ini tidak asing bagi mereka dan di dalam dunia mereka.

Namun yang sangat disayangkan, penyakit diatas menular pula ke dalam diri orang-orang yang mengatasnamakan dirinya sebagai pengikut Dakwah Salafiyah yang murni dari kotoran politik ini atau mungkin ada juga yang sebagai penyusup ke dalamnya tanpa disadari. Kita lihat sebagian mereka berdebat kusir tentangnya di majelis-majelis obrolan, FB, WA dan internet. Sebagian lagi bahkan melakukan apa yang diistilahkan dengan kampanye hitam untuk mendukung salah satu capres dan menjatuhkan yang lainnya[1].

MASUK KUBANGAN POLITIK

Setiap hari menyeru umat untuk masuk kandang politik. Sebagian lagi bahkan menulis “Mungkinkah seorang salafi masuk dalam parlemen? Jawabnya mungkin”. Bahkan dia juga mengatakan “Mungkinkah Salafiy membentuk partai?”Jawab saya: “Mungkin”. Na’udzubillahi min dzalik. Sebagian lagi meramal dengan ramalan yang batil yang muncul dari pemikiran yang kerdil dan picik “Jika….jadi presiden bisa jadi salafi akan dilarang sebagaimana Ikhwanul Muslimin[2] dilarang di Mesir”.

Apakah ini yang diinginkan oleh para ulama yang berpendapat bolehnya ikut pemilu karena untuk memilih yang lebih ringan madharatnya???!!! Apakah ini yang juga difatwakan dan dipraktikkan oleh para ulama tersebut???!!! Ataukah ini telah keluar batas dari fatwa mereka ???!!! Ataukah mereka sudah menganggap diri sebagai ulama yang siap berijtihad setiap saat???!!![3] Apakah karena gelar atau popularitas yang tinggi hingga mereka lupa diri???!!! Laa haula wa laa quwwata illa billahi.

Inilah fenomena yang amat memprihatinkan sekarang ini dalam Dakwah Salafiyah di negeri ini. Hari-hari yang dulu sejuk dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta atsar salafush shalih berganti dengan isu-isu politik yang panas, kotor dan keji[4]. Pembahasan tauhid Asma’ wa Shifat terkalahkan dengan permainan nama-nama capres.

لِمِثْلِ هَذَا يَذُوْبُ القَلْبُ مِنْ كَمَدٍ إِنْ كَانَ فِيْ القَلْبِ إِسْلَامٌ وَإِيْمَانُ
Karena inilah hati meleleh dengan kesedihan Jika dalam hati itu masih ada keislaman dan keimanan

رَبَّنَا لَا تُزِغْ قُلُوبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِنْ لَدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنْتَ الْوَهَّابُ
“Ya Tuhan Kami, janganlah Engkau jadikan hati Kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada Kami, dan karuniakanlah kepada Kami rahmat dari sisi Engkau; karena Sesungguhnya Engkau-lah Maha pemberi (karunia)”. [Ali–Imran/3 : 8]

Inilah fenomena baru yang menyusup dalam Dakwah Salafiyah di negeri yang kita cintai ini –semoga Allah menganugerahkan pemimpin yang terbaik bagi Islam dan kaum muslimin di negeri ini-. Bahkan salah satu saudara kita hafidzahullahu berkata: “Ini merupakan fitnah besar selama Dakwah Salafiah di Indonesia. Ini masalah besar umat, kok beraninya beberapa ustadz berfatwa”[5]. Tidakkah mereka takut menjadi orang-orang yang mencontohkan dalam Islam jalan kejelekan hingga dia menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang mengikutinya ?![6] Nas’alullaha As-Salaamah wa Al-'Afiyah.

Wahai saudaraku, simaklah dan renungkanlah nasihat seorang ulama rabbani, murid sejati ahli hadits abad ini (Syaikh Muhammad Nashiruddin Al-Albani), yang kokoh dalam manhaj salafi meski badai dan topan terus menghujani. Inilah tetesan-tetesan nasehat Syaikh Ali Bin Hasan Al-Halaby Al-Atsari As-Salafi –semoga Allah menjaga beliau dan tetap mengokohkan beliau di atas kebenaran sampai akhir hayat beliau nanti-. Mudah-mudahan hati-hati yang kering karena suhu politik yang terus membakar dapat tersirami. Semoga petuah-petuah ini dapat membersihkan noda-noda politik yang telah menempel dalam pikiran dan hati sanubari. Dan semoga dapat mengembalikan mereka yang telah atau hampir jatuh dalam kubangan politik kemunafikan nan keji[7].

1. Wahai para dai yang menyeru ke jalan Allah, jagalah persatuan (di atas manhaj salafi). Dan janganlah kalian kotori dengan masuk ke dalam kubangan politik di zaman ini yang penuh warna-warni (politik Bunglon).[8]

2. Syaikh Al-Albani rahimahullahu berkata: Apabila politik telah masuk ke dalam diri sekelompok manusia maka dia akan lebih banyak merusak daripada fanatik madzhab (fiqih). Karena politik selalu membutuhkan fleksibilitas dan permainan (selalu berubah-rubah alias bunglon).[9]

3. Syaikh Muqbil bin Hadi Al-Wadi’i rahimahullahu berkata: Hizbiyah (fanatik partai) merupakan sebab utama kebodohan kaum muslimin, mereka sibuk dengannya dan meninggalkan ilmu yang bermanfaat.[10]

4. Syaikh Bakr Abu Zaid rahimahullahu berkata: Dikala kaum muslimin telah meninggalkan fanatik terhadap madzhab fiqih, partai-partai itu meniupkan fanatik dari sisi lain yang lebih parah pengaruh dan dampaknya.[11]

5. Ketahuilah wahai saudaraku –semoga Allah meluruskan langkahmu-, bahwa seorang dai salafi di dalam mengemban Dakwah Salafiyah yang diberkahi ini, yang berdiri di atas pondasi agama ini seperti memerangi fenomena khurafat, syirik, bid’ah, memberantas kebodohan dan menebarkan ilmu syar’i…..Dia tidak memiliki selain pondasi tersebut, dia menegakkannya, berdiri di atasnya serta menyeru kepadanya. Baik dia sebagai seorang penuntut ilmu, pengajar, seorang alim dari awal hingga akhir…….Inilah yang dilakukan oleh semua dai salafi…..yang hasilnya adalah –dengan taufik dari Allah- apa yang telah Allah janjikan dalam firman-Nya :

وَعَدَ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ لَيَسْتَخْلِفَنَّهُمْ فِي الْأَرْضِ كَمَا اسْتَخْلَفَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ وَلَيُمَكِّنَنَّ لَهُمْ دِينَهُمُ الَّذِي ارْتَضَى لَهُمْ وَلَيُبَدِّلَنَّهُمْ مِنْ بَعْدِ خَوْفِهِمْ أَمْنًا يَعْبُدُونَنِي لَا يُشْرِكُونَ بِي شَيْئًا وَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَلِكَ فَأُولَئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ
Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan mengerjakan amal-amal yang saleh bahwa Dia sungguh- sungguh akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhai-Nya untuk mereka, dan Dia benar-benar akan menukar (keadaan) mereka, sesudah mereka dalam ketakutan menjadi aman sentausa. mereka tetap menyembahku-Ku dengan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan aku. dan Barangsiapa yang (tetap) kafir sesudah (janji) itu, Maka mereka Itulah orang-orang yang fasik. [An-Nuur/24:55].[12]

6. Wahai para dai yang shadiq (jujur)….Wahai para penuntut ilmu yang amanah, ini (ilmu dan dakwah) adalah medan kalian maka jangan kalian tinggalkan. Inilah dakwah kalian maka jangan kalian campakkan[13]… Tidaklah aku ingin mengucapkan kepada setiap yang menyelisihi nukilan-nukilan yang dibangun di atas kaidah dan ketentuan serta pondasi ini melainkan

أَتَسْتَبْدِلُونَ الَّذِي هُوَ أَدْنَى بِالَّذِي هُوَ خَيْرٌ
Maukah kamu mengambil yang rendah sebagai pengganti yang lebih baik ?(QS.Al-Baqarah : 61)[14]

7. Sesungguhnya masuk ke dalam kancah politik dengan segala bentuk dan lika-likunya adalah menjerumuskan diri ke dalam penyerupaan kepada perjudian.

8. Wahai saudaraku, dai yang menyeru ke jalan Allah, jika engkau jujur pada dirimu sebelum kepada yang lain, jauhkanlah dirimu dari perjudian yang berbahaya ini. Jangan engkau korbankan dakwah ini untuk menjalin kesepakatan (dengan partai tertentu). Jangan engkau menjatuhkan diri dari ketinggian ke dalam terowongan.[15]

9. Barangkali mereka yang menginginkan untuk masuk ke kubangan politik (Hizbiyah) bisa menerima ucapan seorang dai tersohor di Mesir sekarang ini dan dia termasuk yang menyuarakan Dakwah Salafiyah –Semoga Allah memberi hidayah kepada kita, kalian dan dia ke jalan keselamatan-. Ucapan tersebut dia sampaikan di hadapan banyak khalayak beberapa saat yang lalu (dengan nada penyesalan). Dan dia telah menancapkan kedua kakinya ke dalam kubangan politik serta memobilisasi massa hingga ratusan ribu orang bahkan jutaan manusia…dia berkata: Laknat Allah atas politik.[16]

10. Seolah-olah mereka (yang telah terjerumus ke dalam kubangan politik dan muak serta menyesalinya) mengatakan sebagaimana yang dikatakan oleh pendahulu mereka (filusuf/ahli kalam): Barangsiapa yang mengalami apa yang aku alami maka dia mengetahui apa yang telah aku ketahui.[17]

11. Wahai orang-orang yang berakal -semoga Allah memberikan taufik kepadaku dan kepada kalian untuk meraih ridha-Nya- tidakkah kalian mengambil ibrah dari pengalaman mereka dan meraih manfaat dari wejangan ilmiyah dan amaliyah (teori dan praktik) dari mereka. Mungkin wejangan tersebut bisa mencegah kalian dari terjatuh ke dalam kejelekan dan bala’ yang cepat datang seperti wabah penyakit?! Dan tidaklah kalian –semoga Allah mengampuni dosaku dan kalian- mengamalkan wasiat seorang sahabat yang mulia Abdullah bin Mas’ud Radhiyallahu anhu yang telah berkata: “Orang yang berbahagia adalah yang dapat mengambil ibrah dari orang lain”.[18] [HR.Muslim 2645]

Berapa kali kita mengatakan sebelum dan sesudah ini: Barangsiapa yang tidak bisa menerima dalil maka hendaklah dia bisa menerima kenyataan yang pahit ini (untuk segera bertaubat dari kubangan politik).[19]

12. Kewajiban kita yang harus terus dijaga -meski ada yang enggan dan ada yang suka- adalah menjaga Islam dengan segala kebersihan dan kesuciannya serta di atas manhaj salafi yang haq dengan penuh kejelasan dan transparan. Alangkah indahnya panggilan hati dan pena Al-‘Allamah As-Salafi Al-Jazaairi Muhammad Al-Basyiir Al-Ibrahimi rahimahullahu yang beliau tuangkan sekitar setengah abad yang lalu…”Aku wasiatkan kalian untuk menjauhkan diri dari partai-partai yang kemunculannya mendatangkan keburukan-keburukan dan orang-orangnya menyerang untuk mengkikis kebaikan dan ilmu….Sesungguhnya partai-partai ini seperti talang air. Dia mengumpulkan air keruh dan menuangkannya kemana-mana. Bukan air jernih yang dia kumpulkan dan bukan manfaat pula yang diperoleh.

Wahai para pemuda, raihlah ilmu dan ilmu! Jangan engkau tertipu oleh para makelar politik yang meniup dalam talang air (meski berkedok salafi). Jangan engkau tertipu dengan para jurkam yang berteriak-teriak di lapangan kampanye. Janganlah engkau meninggalkan ilmu karena rayuan para komentator politik….Mereka semua adalah para pesulap yang menipu dan tukang sihir yang amat pendusta. Sesungguhnya kalian jika mengikuti ajakan mereka yang sesat dan bergabung dengan para penebar fitnah maka kalian dan negeri kalian akan rugi dan kalian akan menyesal pada suatu hari ketika manusia yang lain telah memetik buah hasil kebaikannya, namun tidak akan ada manfaat menyesal pada saat itu.” [Dalam kitab beliau ‘Uyuunu Al-Bashaair 350-351][20]

13. Wahai para penuntut ilmu, wahai para dai yang menyeru ke jalan Allah, aku rasa engkau tidak lupa dengan jihadnya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullahu baik dari sisi ilmu, aqidah, manhaj di berbagai negeri semisal Mesir atau Syam. Beliau pernah berkata dari awal hingga akhir (hidup beliau): “Aku adalah manusia agama bukan manusia (politik) negara”. Maka jadilah engkau seperti beliau.[21]

Mudah-mudahan petuah-petuah beliau dan para ulama tersebut di atas bisa menerangi kegelapan hati mereka yang telah ternodai. Dan semoga Dakwah Salafiyah dan para pengibar benderanya kembali dan terus cerah bersinar di negeri ini tanpa terkotori.

إِنَّ فِي ذَلِكَ لَذِكْرَى لِمَنْ كَانَ لَهُ قَلْبٌ أَوْ أَلْقَى السَّمْعَ وَهُوَ شَهِيدٌ
Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai akal atau yang menggunakan pendengarannya, sedang Dia menyaksikannya. [Qaaf/50: 37]

(Surabaya, 1 Sya’ban 1435 H / 30 Mei 2014 M, Disusun Oleh Ustadz Abu Nafisah Abdurrahman Thoyyib)
___
Footnote

[1]. Yang agak lucu dan unik atau aneh bin ajaib, ketika saudara kita tersebut ikut mendukung capres tertentu ternyata musuh bebuyutannya yang dikupas habis kesesatannya khususnya dalam pembelaannya terhadap Syiah Rafidhah ternyata sekarang sama-sama satu barisan dalam mendukung capres tersebut. Sungguh benar apa yang dikatakan oleh seorang penyair:

الله أخر موتتي فتأخرت حتى رأيت من الزمان عجائب
Allah mengakhirkan kematianku maka aku pun masih hidup hingga aku melihat di zaman ini banyak hal yang aneh bin ajaib.

Tulisan ini tidak membahas apa yang diistilahkan oleh sebagian ikhwah dengan masalah ikhtilaf ijtihadi antara para ulama yang membolehkan atau tidak membolehkan ikut dalam pemberian suara ketika pemilu. Namun masalahnya sekarang lebih dari itu semua, melampaui batas, melewati garis dan telah masuk ke dalam tanah larangan (kubangan politik). Dakwah Salafiyah dan kita pun berlepas diri darinya.

[2]. Apakah orang yang mengucapkan ini ingin untuk menyamakan antara Ikhwanul Muslimin dengan Dakwah Salafiyah?! Kalau ya, maka sungguh bodohnya dia. Atau apakah dia ingin untuk membela Ikhwanul Muslimin?! Atau apakah dia memang pengikut Ikhwanul Muslimin yang berkedok salafi?! Maka sungguh malang nasibnya. Tahukah dia, apa sebabnya mereka dilarang?! Sadarkah dia bahwa disana Salafi tidak dilarang?! Allahu yahdihi

[3]. Diantara fenomena yang amat memprihatinkan di zaman teknologi dan gadget ini adalah kelancangan sebagian penuntut ilmu dalam berfatwa (soal jawab) dan berkomentar serta dalam menulis masalah agama di dunia maya dengan secepat kilat, tanpa rujukan/ilmu, tanpa ketelitian dan tanpa berpikir panjang. Allahu al-Musta’aan.

[4]. Berita-berita media massa pun seolah telah menjadi rujukan ilmu yang qath’i hingga lupa untuk diteliti.

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِنْ جَاءَكُمْ فَاسِقٌ بِنَبَأٍ فَتَبَيَّنُوا أَنْ تُصِيبُوا قَوْمًا بِجَهَالَةٍ فَتُصْبِحُوا عَلَى مَا فَعَلْتُمْ نَادِمِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang Fasik membawa suatu berita, Maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu. (QS. Al-Hujurat : 6)

Inilah penyakit hizbiyyin (gila fiqhul waqi’) yang sedang menular dikalangan sebagian orang yang menamakan dirinya salafi.

[5]. Ucapan ini dilontarkan setelah munculnya fatwa dari seorang ustadz untuk memilih caleg partai tertentu di dunia maya. Hadaanallahu wa iyyaahu.

[6]. Sebagaimana dalam hadits riwayat Muslim.

[7]. Dinukil dan diterjemahkan dari kitab beliau yang berjudul Al-Huda Wa An-Nuur fi Hatki Sutuuri Al-Hizbiyah Dzati Asy-syuruur (Petunjuk dan cahaya yang menyingkap tirai hizbiyah yang penuh kejelekan).

[8]. Al-Huda Wa An-Nuur hal.8

[9]. Idem hal.25

[10]. Idem hal.30-31

[11]. Idem hal.31

[12]. Al-Huda Wa An-Nuur hal.35

[13]. Politik sekarang ini (yang tidak syar’i) bukan medan anda wahai salafi, maka keluarlah darinya. Salafi yang masuk ke dunia politik meski hanya satu kaki saja, dia seperti ikan yang keluar dari aquarium, cepat atau lambat dia pasti akan binasa.

ليس هذا بعشك فادرجي
Ini bukan sangkarmu maka keluarlah darinya.

[14]. Idem hal.37.

[15]. Al-Huda Wa An-Nuur hal 43

[16]. Idem 45.

[17]. Idem hal.48. Wahai Salafi, engkau mencela ilmu kalam dan ahli kalam, tapi sekarang dirimu jatuh ke dalam kubangan ahli kalam. Tidakkah engkau takut menyesal dikemudian hari seperti yang dikatakan oleh Abu Abdillah Muhammad bin Umar Ar-Raazi (tokoh ahli kalam) :

نهاية إقدام العقول عقال وغاية سعي العالمين ضلال
وأرواحنا في وحشة من جسومنا وحاصل دنيانا أذى ووبال
ولم نستفد من بحثنا طول عمرنا سوى أن جمعنا فيه قيل وقالوا
Akhir dari menuhankan akal adalah kebingungan dan puncak usaha manusia (ahli kalam) adalah kesesatan

Arwah-arwah kami dalam keadaan galau di dalam jasad-jasad kami dan hasil dari dunia kami adalah bala’ dan malapetaka

Kami tidak dapat mengambil faedah dari pembahasan kami (ilmu kalam) sepanjang usia kami melainkan kita hanya mengumpulkan isu-isu manusia (ahli kalam/filosof) . (Lihat Syarah Aqidah Thahawiyah oleh Ibnu Abi Al-‘Izzi Al Hanafi hal.208 takhrij Syaikh Al-Albani)

Alangkah miripnya mereka dengan orang-orang yang bergelimang dengan isu, lumpur dan noda politik.

[18]. Jangan sampai kita jatuh ke lubang yang sama untuk kedua kalinya dan jangan sampai menjadi ikan-ikan yang dungu yang mudah terpancing hingga binasa. Na’udzubillah

[19]. Al-Huda Wa An-Nuur hal.49.

[20]. Al-Huda wa An-Nuur hal.51.

[21]. Idem hal. 52.

Tidak ada komentar: