Anak Perlu Dilatih Keberanian bukan ditakut-takuti

Anak Perlu Dilatih Keberanian bukan ditakut-takuti

Islam memuji tindakan berani karena membela yang hak. Semua para utusan Allah memiliki sifat keberanian menyampaikan yang hak. Berani ialah pekerjaan jiwa yang menggerakkan fisik untuk melangkah menuju hal yang positif dan mengarah kepada keberhasilan dengan izin Allah azza wajalla.

Sebaliknya, sifat penakut sangat menghambat kemajuan dan keberhasilan. Berapa banyak manusia terhalang dari keberhasilan karena rasa malu dan takut melangkah? Oleh karena itu di antara doa yang sering dibaca oleh Rasulullah shallallaahu alaihi wasallam adalah sebagai berikut:

اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ الْهَمِّ وَالْحَزَنِ وَالْعَجْزِ وَالْكَسَلِ وَالْجُبْنِ وَالْبُخْلِ وَضَلَعِ الدَّيْنِ وَغَلَبَةِ الرِّجَالِ
“Ya Allah, aku berlindung kepada-Mu dari rasa sedih dan duka cita, lemah dan malas, pengecut dan kikir dan terlilit utang serta dikuasai musuh.” (HR. Bukhari: 5892)

Anas radhiallahu anhu berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam adalah orang yang paling baik, paling berani dan paling dermawan. Sungguh, gempa bumi pernah menimpa penduduk Madinah sedangkan Nabi adalah orang yang mendahului mereka (untuk mencari sumber gempa) dengan menunggang kuda kemudian berkata, ‘Kami temui (gempa)’.” (HR. Bukhari: 2608)

Terkadang anak merasa takut dan minder serta hilang rasa keberaniannya karena orang tua atau pendidiknya salah langkah. Misalnya orang tua atau pendidik kasar, suka memukul, mencaci dan menghina ketika anak bersalah atau tidak mampu mengungkapkan sesuatu, atau lambat hafalannya. Sikap ini tentu tidak benar, karena setiap anak berbeda daya kemampuannya, pun belum sempurna akalnya, atau mungkin orang tua kurang terampil mengajar anaknya sehingga anak sulit memahaminya dan masih banyak faktor lainnya.

Anak juga bisa hilang keberaniannya, karena orang tua menanamkan rasa takut kepada dirinya, misalnya ketika anak mau masuk WC, atau keluar ke belakang, lalu ditakut-takuti dengan berkata, “Awas, ada setan!”. Ini adalah salah, karena bisa jadi mematikan jiwa keberanian anak.

Memang suatu saat orang tua boleh menakut-nakuti anaknya bila perkataan dan perbuatannya membahayakan dirinya, kawannya atau orang lain. Misalnya anak mencaci orang tua temannya, atau memukul kawannya. Beritahu dia, ini perbuatan dosa yang akan dihukum oleh Allah azza wajalla, dan boleh jadi orang tuanya marah, membalas pukulan. Bila tidak, kita bisa tanya dia? 

Bagaimana dirimu, maukah dipukul juga? Tentu jawabnya tidak. Jika kamu tidak mau dipukul, temanmu juga tidak mau dipukul. In syaa Allah dia akan berpikir. Tentunya jika anak sudah bisa diajak bicara dan mulai tanggap. Jika belum mampu berpikir, maka orang tualah yang melangkah, bagaimana agar anak tidak berbuat jahat kepada temannya. Lagipula orang yang tidak mengasihi tidak akan dikasihi sebagaimana dalam hadits yang shahih.

Orang tua juga boleh menakut-nakuti anak bila melihat mereka bermain dengan hal atau di tempat yang berbahaya, atau dapat membahayakan teman sepermainannya semisal membawa benda tajam dan yang semisal.

Begitulah seharusnya orang tua yang mengikuti sunnah Rasulullah shallallahu alaihi wasallam dan para sahabatnya. Maka mulailah menjadi pendidik yang memberi semangat keberanian kepada anak didiknya, agar menjadi anak shalih dan shalihah yang berani dalam membela yang hak.

Semoga bermanfaat.

Oleh: Ustadz Aunur Rofiq bin Ghufron, Lc.
artikel maribaraja.com

Tidak ada komentar: