Mengambil Pelajaran Pasca People Power di suriah dan negara lain

Pasca People Power di suriah

Jauh sebelum #PeoplePower menghancurkan Suriah, Syaikh Muqbil bin Hadi al-Wadi'i memperingatkan: "Tekunlah dalam majelis ilmu. Kita (muslim) tidak mengenal revolusi dan kudeta. Kita bertindak berdasarkan AlQuran dan Sunnah. Walaupun Hafez al-Assad (ayah Bashar al-Assad) adalah seorang nusyairah yg lebih sesat dibanding yahudi dan nasrani, tapi kita tidak ingin melihat revolusi terjadi di Suriah, karena hasilnya adalah musnah dan kehancuran total kaum muslimin"

Apa yg terjadi kemudian? Rakyat yg tak sabar menghadapi kezaliman keluarga Assad mulai memberontak; diawali dengan demonstrasi lucu2an sampai akhirnya demonstrasi besar di kota Darra pada 15 Maret 2011. Unjuk rasa damai menuntut keadilan atas penangkapan2 dan kezaliman penguasa direspon dengan brutal oleh Bashar Assad, yg kemudian menandai dimulainya perlawanan serentak di seluruh negeri.

Kekacauan itu sendiri tak bisa dilepaskan dari peranan provokator baik dari dalam maupun luar Suriah. Salah satunya adalah Ikhwanul Muslimin yg selalu mengangkat issue ketidakadilan dan kezaliman keluarga Assad. Setelah gagal dalam upaya makar di era Hafez Assad thn 1982 dimana berakibat pada hilangnya nyawa puluhan ribu orang di kota Hama, ikhwanist mencoba peruntungannya lagi pada thn 2011; yakni memanfaatkan momentum tumbangnya rezim di Tunisia dan Mesir.

Dari London, Istanbul dan Doha, tokoh2 mereka menjalankan fungsi merusaknya. Dari pengasingannya di London, sang ketua Ali Sadreddine al-Bayanouni menjadi mentor para pemuda semisal Obadiah Nahas dan Ahmed Ramadan. Dengan LSM the orient center-nya, mereka membuat website khusus berisi berita2 dan ajang komunikasi ajakan protes dan revolusi. Lalu ada juga, tokoh2 senior yg membentuk SNC (Syrian National Council) di Istanbul yg mewadahi elemen2 oposisi di awal revolusi. Peranan sang tokoh spiritual, Yusuf Qaradhawi pun tak bisa dianggap remeh; dari mimbar2 jumat-nya di Doha, Qaradhawi menyerukan jihad bagi rakyat suriah lewat protes dan melawan kezaliman pemerintah Assad.

Kala itu markas politbiro Hamas sendiri yg merupakan anak ideologis IM berada di Damaskus sejak mereka diusir dari Yordania thn 1999. Mengingat posisinya di Suriah yg cuma "ngemper bukalapak", pada awalnya Hamas memang tak menunjukkan dukungan terbuka pada gerakan makar di Suriah. Meski demikian, tokohnya semisal Khaled Meshaal dan Moussa Abu Marzouk aktif mengkritisi kebijakan Assad dalam menangani demonstrasi. Meshaal bahkan sebelum revolusi secara khusus menemui Assad untuk menekan agar melakukan reformasi politik, jika ia tak mau bernasib sama seperti Hosni Mubarak di Mesir dan Zine el Abidine ben Ali di Tunisia.

Serasa mendapat dukungan banyak pihak dari dalam dan luar negeri, rakyat suriah merespon ajakan revolusi menumbangkan Assad tsb. Berbagai kalangan mulai dari rakyat biasa sampai selebritis ikut turun ke jalan. Artis semisal Mai Skaf dan sutradara Nawwar Bulbul menyuarakan protesnya tidak saja lewat demo di jalan2, tapi juga pentas aksi drama satire-nya. Tapi ya begitu deh, para provokator itu minggat meninggalkan Suriah ketika pertumpahan darah benar2 terjadi. 

Meshaal dan Hamas hengkang dari Suriah Februari 2012, sekira satu tahun setelah demonstrasi di Darra. Dari luar Suriah, layaknya Imam Besar, Meshaal dan Hamas makin terbuka ngegas mengkompori rakyat yg marah dan terbakar. Mai Skaf mengasingkan diri ke Paris dan Bulbul menetap di Amman, Yordania melanjutkan "perjuangan" jarak jauhnya.

Ada lagi kisah Abdurrahman Farhood dari Hama; ia menjadi penyanyi rap dadakan dan terkenal setelah menciptakan yel-yel lagu yg selalu diteriakkan para demonstran .... 'yalla irhal yaa Bashar' (ayo turun kau Bashar). Ia berhasil lari dari kejaran aparat keamanan dengan cara membuat semua orang menyangka pencipta yel-yel itu adalah Ibrahim al-Qashous yg tewas dgn leher tergorok beberapa hari setelah Farhood memimpin yel-yel itu di sebuah panggung demo. Ia pun sekarang hidup dan bekerja normal di Turki.

Bagi kebanyakan rakyat suriah sendiri hasil revolusi itu adalah duka dan kepedihan persis seperti yg dinasehatkan Syaikh Muqbil. Disamping 500ribu orang tewas, 5.6jt orang keluar dari Suriah, dan 6jt lainnya tinggal di tenda2 pengungsian. 4 dari 5 orang hidup di bawah garis kemiskinan, sementara 30% rakyat hidup sangat tidak layak atau tak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya sama sekali (extreme poverty). Padahal dulu sebelum konflik, kondisi perekonomian Suriah mirip2 dgn Indonesia di kisaran GDP $3000/kapita dengan 5% tingkat pertumbuhan ekonomi.

Tahun 2019, meskipun banyak orang yg berharap kejatuhan kota Idlib (the last rebel stronghold) akan mengakhiri konflik di Suriah sehingga mereka bisa kembali menata negaranya yg hancur, tapi pastinya Suriah tak akan sama lagi dgn Suriah yg dulu .... Bashar Assad tak akan membiarkan 70% muslim sunni exist dan menikmati kebebasan ... kebebasan yg hampir2 merenggut kekuasaannya. 

Idlib yg berbatasan dgn Turki, sepertinya akan dijadikan tempat relokasi buangan sebagian kaum muslimin yg tersisa pasca perang. Selebihnya kota2 di Suriah akan didominasi oleh etnis minoritas Alawi nusyairah atau syiah. Jika ini benar terwujud, Idlib akan menjadi seperti 'new palestine' yg dikepung oleh komunitas syiah.

Tak sampai disitu, rekonstruksi pasca perang yg diperkirakan memerlukan dana 400 milyard dollar tak mungkin bisa didanai oleh Suriah sendiri. Then, who else is the Hero? .... siapa lagi yg punya duit kalau bukan China. Terbukti sejak Juli 2018, investor China sudah mulai berdatangan menjajaki bisnis di Suriah. Sebagai contoh 15 September lalu, kepersertaan dalam Damascus Fair didominasi oleh 200 perusahaan asal China. China pun mendatangkan ribuan genset listrik untuk menerangi kota2 pelabuhan seperti Lattakia. 

Pabrikan otomotif Geely juga berencana membangun pabrik mobil di kota Homs. Assad sendiri tak punya banyak pilihan untuk tidak segera menandatangani kesepakatan dgn China untuk membiayai pembangunan jalan dan infrastruktur yg rusak akibat perang ... dan Suriah pun tak lama lagi akan terjebak hutang yg biasa dipermasalahkan oleh mereka yg gemar meneriakkan "anti asing-aseng". Akankah rakyat Suriah kembali mendemo Assad karena hutang tersebut?

Nah, tidakkah anda berpikir betapa nikmat aman itu mahal, sobat? Sangat mahal dan barangkali hanya bisa dibayar dengan kesabaran. Kesabaran yg tak mungkin dimiliki jika kita mengekor pada mereka yg gemar menyeru pada jihad kaleng-kaleng ... nyaring bunyinya, remuk hasilnya.

Semoga kita semua bisa mengambil pelajaran dari kisah pilu rakyat Suriah, senantiasa mendoakannya agar segera Allah angkat penderitaannya.

sumber fb katon kurniawan

Tidak ada komentar: