Tanggapan Penyelenggara Kajian Ustaz Firanda di Masjid Al Fitrah aceh

pembubaran kajian ustadz firanda

Panitia penyelenggara kajian Ustaz Dr. Firanda Andirja Abidin, Lc., M.A. di Masjid Al Fitrah Keutapang menanggapi terkait penolakan Ustaz Firanda oleh sejumlah warga dan berujung ricuh.

Melalui pesan WhatsApp, Nauval Pally Taran mewakili panitia mengirimkan rilis berisi pernyataan dan kronologi pelaksanaan kajian Ustaz Firanda di Masjid Al Fitrah pada Kamis (13/6) malam.

Berikut penyataan lengkap Panitia penyelenggara kajian Ustaz Dr. Firanda Andirja Abidin di Masjid Al Fitrah Keutapang

Telah berlalu bagi kita semua bahwa pada tanggal 13 Juni 2019, keinginan kami dan sebagian masyarakat yang antusias (baik di Banda Aceh, Aceh Besar, dan daerah lain seantero provinsi Aceh) untuk mengikuti dan menghadiri kajian Ustadz DR. Firanda Andirja, MA, di sambut dengan demo dan tindakan anarkis serta pemukulan dari sekelompok orang dan gabungan dari beberapa organisasi (diantaranya FPI Aceh).

Berita terkait peristiwa ini muncul, simpang siur dan sebagiannya mengandung kabar yang tidak benar (hoax) serta penggiringan opini yang dirancang sehingga seolah-olah penyerangan yang terjadi di rumah Allah saat berlangsungnya kajian Al-Ustadz Firanda adalah dibenarkan dan lumrah terjadi. Sebab, panitia tetap melangsungkan kajian meskipun para pelaku penyerangan sudah mengancam akan membubarkan kajian secara paksa.

Atas dasar ini, untuk memberikan informasi yang benar kepada publik mengenai fakta yang terjadi seputar pembubaran kajian Ustadz Dr. Firanda Andirja, MA di Banda Aceh, maka kami dari pihak penyelenggara dan korban persekusi hendak menyampaikan beberapa hal sebagai berikut.

1. Pada hari kamis, 13 Juni 2019 sekitar pukul 15.00 WIB, Ustadz Firanda tiba dan disambut oleh panitia serta keluar dari bandara Sultan Iskandar Muda dengan aman. Tidak berapa lama para pendemo, yang entah bagaimana, dapat masuk ke bandara dan melakukan orasi (dari pihak Aswaja dan FPI di Bandara yang diantaranya ada Tu Bulqaini cs). Kepada massa aksi, Bapak Kapolres mengeluarkan pernyataan bahwa Ustadz Firanda akan dipulangkan segera.

2. Di sisi lain, ratusan massa yang sudah berangkat dari berbagai daerah telah sampai di Banda Aceh untuk menghadiri kajian ustadz Firanda. Belum lagi ribuan massa di Banda Aceh yang sudah bersiap untuk mengikuti kajian.

3. Ketika Ustadz Firanda sudah keluar lebih dulu sebelum demo terjadi, pihak aparat menghubungi pihak panitia dan hendak memulangkan ustadz Firanda ke Jakarta. Dan dinyatakan bahwa Kapolres telah menunggu kita beserta ustadz Firanda di Bandara. Panitia menolak, karena tentu ini tidak fair. Namun pada akhirnya pihak aparat menyatakan ingin bertemu langsung dengan Panitia dan Ustadz Firanda untuk membicarakan soal keberlangsungan acara dan potensi keributan yang akan terjadi. Kita kemudian membuka ruang berembuk, dan pihak aparat menyampaikan akan ke hotel Kyriad untuk langsung menemui panitia dan ustadz Firanda. Namun kemudian, kita mendapat informasi dari pihak hotel, bahwa massa FPI sedang menuju hotel dan meminta kita untuk segera keluar (check out). Maka kita memutuskan agar ustadz Firanda segera dibawa pergi dari Hotel, dan beberapa panitia menetap di hotel untuk bertemu dan berembuk dengan Kapolres tentang persoalan ini bersama, tanpa Ustadz Firanda.

4. Pada pertemuan di Hotel Kyriad itu, tanpa panitia menduga, ternyata telah hadir pihak pemerintah yang diwakili Asisten 1 walikota Banda Aceh, Dinas Syariat Islam, kemudian dari Polda, Kapolres, Dandim, Wakapolres, disertai MPU Banda Aceh. Para pihak ini, kesemuanya menyampaikan hal yang sama; meminta kajian dihentikan dan ustadz Firanda dipulangkan segera. 

Di antara hal yang dijadikan alasan adalah;

  1. kita tidak mengantongi izin acara (hal ini disampaikan asisten 1 walikota),
  2. MPU sudah melarang berdasarkan fatwa MPU Nomor 9 Tahun 2014, bahwa kajian salafi sesat menyesatkan.
  3. Dan juga acara kita dinilai berpotensi menciptakan chaos.

5. Panitia tidak dapat menerima permintaan tersebut dengan beberapa alasan:

(1) Tidak ada satu pun regulasi yang mengharuskan izin pada acara ceramah di Masjid. Dan tidak ada yang berhak melarang pengajian atau kegiatan keagamaan kecuali bila bertentangan dengan Pancasila. Ketika alasan ini kita sampaikan, maka dari pihak Polres dan Polda mengakui bahwa memang tidak ada syarat untuk itu, serta tak ada yang berhak melarang. Hanya saja surat pemberitahuan acara diperlukan. Dan pada faktanya kami telah menyurati Kapolres dan Dandim tentang pemberitahuan acara.

(2) Ini adalah soal hak mendasar umat beragama yang negara harus menjaminnya. Sehingga negara melalui aparat keamanan harus hadir untuk mengayomi dan melindungi, tidak menghalangi.

(3) Fatwa MPU (lembaga yang bersifat independen, yakni mitra Pemerintah yang dapat memberikan usulan dan pertimbangan para pengambil kebijakan). Fatwa MPU bukan produk hukum positif yang punya kekuatan hukum mengikat yang kerap kali dijadikan alasan untuk menghentikan dakwah Ahlussunnah Salafiyyun mengandung cacat substansial dan bersifat menuduh. Tidak menggambarkan keyakinan salafi secara tepat seutuhnya. Maka fatwa itu harus ditinjau ulang. Fatwa MPU bukan produk hukum positif yang punya kekuatan hukum mengikat. Fatwa MPU justru telah menyesatkan keyakinan para tokoh agama Bangsa Indonesia yang dahulu berjuang untuk kemerdekaan bangsa dan kejayaan agama di bumi nusantara. Seperti Imam Bonjol, Diponegoro, Ki Bagus Hadikusumo, Mohd. Natsir, dll. Dan Aceh masih dalam NKRI. Dan dalam sistem Otonomi Daerah, urusan agama masih termasuk urusan yang merupakan domain kewenangan pemerintah pusat. Sehingga menjadikan Fatwa MPU sebagai dasar pertimbangan untuk hal ini seharusnya tidak di lakukan.

(4) Terdapat Pasal 175 KUHP yang menjelaskan tentang larangan mempersekusi kegiatan keagamaan. Dengan pertimbangan ini, kami sebenarnya yakin bahwa pihak keamanan akan tetap melidungi setiap kegiatan, dan menjaga keamanan, sesuai amanah hukum dan akan melarang pihak-pihak yang akan mempersekusi. Walaupun kami telah menyampaikan bahwa kami juga telah menyiapkan keamanan internal sebagai antisipasi.

(5) Kami dan pemateri kajian (Al-Ustadz Firanda) bukan pihak radikal, dan juga tidak memiliki catatan untuk aksi radikalisme. Hingga kami yakin pihak keamanan akan tetap melindungi kami manakala pihak yang jelas punya catatan radikalisme ingin memaksa kami untuk menghentikan ekspresi hak beragama kami.

(6) Ahlussunnah Salafiyyun di Aceh, telah melalui ujian penolakan massa lebih besar lagi pada masa-masa sebelumnya. Bahkan potensi konflik dan chaos dari persoalan terdahulu jauh lebih besar dari saat ini. Massa aksi yang mengancam kita dalam jumlah ribuan. Namun alhamdulillah hal itu bisa kita lalui dengan bantuan pihak aparat keamanan. Dan tidak ada satu pun korban fisik dan nyawa.

6. Ketika perembukan di hotel Kyriad tersebut mengalami deadlock antara pihak pemerintah, aparat dan panitia, massa dari FPI yang cukup emosional dan aswaja tiba-tiba dengan mudah masuk ke dalam tempat perembukan berlangsung dan membuat kegaduhan hingga mengancam panitia dengan berteriak di depan seluruh peserta rapat dengan ucapan-ucapan yang intimidatif, di antaranya mengancam untuk “koh taku”, (potong leher, yakni bunuh) panitia. Dan akhirnya, karena kondisi sudah serba tak kondusif kami panitia mengambil sikap untuk mengakhiri perembukan.

7. Karena perembukan berujung deadlock, kami panitia yang ikut berembuk segera menuju Masjid Al-Fitrah, dan menyampaikan kepada pihak BKM Masjid tentang segala risiko kericuhan yang mungkin terjadi saat kajian, berdasarkan apa yang disampaikan oleh pihak aparat sebelumnya pada saat perembukan. Namun pengurus BKM Masjid Al-Fitrah telah menyatakan untuk siap bertanggungjawab atas berlangsungnya kajian, maka kajian di Masjid Al-Fitrah akhirnya tetap berlangsung.

8. Hingga akhirnya, datang puluhan massa membuat ricuh. Melempari dan menghardik jamaah wanita dan anak-anak dengan sandal dan helm, hingga menorobos dan merusak sebagian fasilitas masjid, merusak motor-motor, serta memukuli dan mengeroyoki jamaah kajian. Pada saat itu dari pihak jamaah dan panitia bertahan untuk melakukan pembelaan diri dan melindungi keluarga mereka. Hanya saja karena instruksi dari pihak pengurus masjid dan kepolisian yang mengkhawatirkan korban jiwa, maka kami dari panitia, Ustadz Firanda dan jamaah memutuskan mengalah.

9. Selama peristiwa itu berlangsung pihak panitia, para ustadz lokal dan terkhusus Ustadz Firanda meminta para jama’ah untuk tetap sabar. Tidak ada sedikitpun perintah untuk membalas para penyerang sebagai sikap menjaga darah kaum muslimin.

10. Sesungguhnya, sampai saat ini kami masih kurang dapat mengerti, bagaimana mungkin puluhan massa saja yang secara jelas sudah merencanakan menyerang kajian (bukti ada pada video ucapan tokoh mereka di bandara) jika tetap diadakan dapat dengan mudah membuat kericuhan dan menerobos masuk ke masjid dengan leluasa serta mengusai mic mesjid. Sedangkan dahulu, ratusan bahkan ribuan massa yang beraksi untuk menolak keberadaan salafiyyin tidak berakhir dengan bentrokan fisik. Dengan izin Allah.

11. Dan akhirnya, setelah kejadian rusuh yang menyebabkan korban-korban luka dan penghinaan terhadap keagungan Rumah Allah, perwakilan panitia segera dipanggil malam itu juga oleh Kepolisian untuk diinterogasi (dengan membuat laporan Berita Acara Introgasi). Hingga saat ini kami belum tahu apakah ada dari pihak pembuat rusuh yang dipanggil oleh pihak kepolisian. Kita sangat berharap, pihak kepolisian bisa memanggil para perusuh berserta dalangnya. Ada banyak bukti rekaman yang dapat dijadikan bukti, mulai dari provokasi dan aksi, dengan menampilkan tiap person yang sesungguhnya sudah atau dapat kita kenal dengan baik.

12. Sekitar pukul 5.00 WIB subuh (pemeriksaan di mulai dari pukul 12 malam) pada hari Jum`at, 14 Juni 2019, polisi mengharuskan panitia untuk memulangkan segera Ustadz Firanda subuh itu juga. dan meminta panitia menunjukkan tempat menginap Ustadz Firanda guna menjemput langsung beliau untuk dipulangkan.

13. Panitia dengan segala keterpaksaan akhirnya menunjukkan dan membawa pihak polisi menuju tempat penginapan Ustadz Firanda, dan setelah berbincang beberapa saat di rumah penginapan tersebut, Ustadz Firanda digiring langsung ke Bandara disertai oleh panitia, dan akhirnya dipulangkan.

14. Dengan adanya peristiwa ini serta berbagai peristiwa sebelumnya, kami sangat berharap Gubernur Aceh dapat memfasilitasi dialog antara pihak-pihak yang terkait. Agar permasalahan ini tidak terus berkepanjangan dan berulang hingga menjadi bencana kemanusiaan. Sebagai penutup kami meminta kepada Allah hidayah kepada kita semua. Wahai Rabb Yang Maha Adil setiap kezaliman pasti ada pertanggung-jawabannya. Kami meminta kepada-Mu pertolongan dan kesabaran dalam menghadapi setiap ujian dan cobaan.

Mewakili Pihak Panitia,

Nauval Pally Taran, SH, dan Asqar Quraisy ST.

source ajnn.net

Tidak ada komentar: