Bid’ah adalah sesuatu yang tidak ada asalnya dalam agama

Bid’ah

Dari kitab yang berjudul “Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa“, tentang Hakikat Bid’ah dan Hukum-Hukumnya, ditulis oleh Syaikh Sa’id bin Nashir Al Ghomidi hafizhahullahu ta'ala (16)
========

Kaidah-Kaidah Bid’ah #5

Alhamdulillah.. wash-sholaatu was-salaamu ‘alaa Rosuulillah..

Kita lanjutkan pembahasan kitab..“Haqiiqotul Bid’ah wa Ahkaamuhaa”.. masih berhubungan dengan poin-poin yang berhubungan dengan bid’ah..

Poin berikutnya…

KE-LIMA: Bid’ah adalah sesuatu yang tidak ada asalnya dalam agama.

Ini yang dikatakan oleh para Ulama, seperti Ibnu Hajar. Dimana Ibnu Hajar ketika menyebutkan tentang bid’ah, Beliau berkata

‎والمحدثات….جمع محدثة
‘Yang dimaksud dengan muhdatsaat, yaitu jamak daripada muhdatsah’

‎والمراد بها ما أحدث وليس له أصل في الشرع
‘Yang dimaksud adalah apa-apa yang dibuat-buat dan tidak ada asalnya dalam syari’at’

Dalam Kitab ‘Umdatulqoori disebutkan

‎والمراد به ما أحدث وليس له أصل في الشرع
‘Apa-apa yang diada-adakan tidak ada asalnya dalam syari’at’

Ibnu Rojab juga menyebutkan dalam Kitab Jami’ul‘uluum walhikaam hal 252

‘Yang dimaksud bid’ah adalah’

‎ما أحدث مما لا أصل له في الشر يعة يدل عليه
‘Apa-apa yang diada-adakan, sesuatu yang tidak ada asalnya dalam syari’at yang menunjukkannya’

‎أما ما كان له أصل من الشرع يدل عليه فليس ببدعة
‘Adapun bila ada asal yang menunjukannya dari syari’at, maka itu bukan bid’ah’

Apa yang dimaksud dengan asal ?
Telah disebutkan tadi sesuatu yang tidak ada asalnya dari syari’at.

Apasih yang dimaksud dengan aslun/asal ini, yaitu yang dimaksud yaitu dalil.

Artinya sesuatu yang tidak di tunjukkan oleh dalil syari’at, dan dalil syari’at itu:
  1. Kitabullah (Al Qur’an)
  2. Sunnah Rosulullah ‎shollallahu ‘alayhi wasallam,
  3. Ijma’( kesepakatan seluruh Ulama), bukan kesepakatan sebagian Ulama, tapi kesepakatan seluruh Ulama (seluruh dunia).

Dan Ijma’ ini termasuk hujjah syari’at yang ditunjukkan oleh dalil Al Qur’an dan Hadits.

Adapun Al Qur’an, Allah Ta’ala berfirman dalam QS An-Nisa’ : 115

‎وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَىٰ وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّىٰ وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ ۖ وَسَاءَتْ مَصِيرًا
‘Siapa yang menyelisihi Rosul, setelah jelas kepadanya petunjuk/ keterangan dan tidak mau mengikuti jalannya kaum mukminin. 

((Imam Syafi’i berkata yang dimaksud yaitu ijma’ mereka))

Kami akan biarkan mereka leluasa dalam kesesatannya itu dan kami akan bakar mereka dengan neraka jahanam.’

Disini Allah mengancam orang yang tidak mau mengikuti jalan kaum mukminin dengan neraka jahanam, itu menunjukkan bahwa ijma’ itu hujjah.

Demikian pula Rosulullah shollallahu ‘alayhi wasallam bersabda,

لن تَجْتَمِعُ أُمَّتِى عَلَى ضَلاَلَة
‘Umatku tidak akan pernah bersepakat diatas kesesatan’

Namun ada beberapa perkara yang harus diperhatikan seputar ijma’.
Apa itu ?

1. Ijma’ adalah kesepakatan ahli ijtihad umat Islam, setelah Nabi ‎shollallahu ‘alayhi wasallam diatas suatu hukum.
Jadi ini adalah kesepakatan ahli ijtihadnya, adapun orang yang bukan ahli ijtihad, tidak dianggap.

2. Bahwa ummat Islam tidak mungkin bersepakat diatas kesesatan. Berarti ijma’ itu pasti benar.

3. Bahwa ijma’ ummat Islam itu hujjah Qot’iyyah (hujjah yang pasti). Walaupun tentunya sebagian Ulama mengatakan ijma’ itu ada yang bisa dipastikan para Ulama berijma’. Dan ada yang masih diduga terjadi ijma’, dan tentu berbeda antara dua perkara ini.

4. Apabila memang telah pasti para Ulama para ahli ijtihad telah ber-ijma’ pada suatu hukum, maka tidak boleh seorangpun yang menyelisihinya, kenapa ? Karena Allah mengancam untuk membakarnya dengan api neraka (dalam surat tadi).

5. Bahwa ijma’ ada yang sifatnya ‘SUKUTI’, yaitu ‘ijma’nya diam’, artinya seorang sahabat melakukannya dihadapan para sahabat tapi tidak ada satupun yang mengingkarinya, maka inipun hujjah.

6. Kemudian ijma’ itu yang betul-betul bisa dipastikan itu kebanyakan adalah ijma’ Salafush-sholih, karena dizaman tersebut para ahli ijtihad masih bisa terhitung dizaman sahabat itu. Sedangkan dizaman-zaman setelahnya, dimana sangat banyak dan sulit sekali menghitung satu-persatu pendapat-pendapat Ulama.

➡️➡️ Maka tentunya yang berhak mengatakan ini ijma’ atau bukan, Ulama yang betul-betul pengetahuannya sangat luas sekali tentang masalah perselisihan-perselisihan Ulama dan ijma’ mereka.

Wallahu a’lam

Ustadz Abu Yahya Badrusalam Lc, حفظه الله تعالى
Sumber: bbg-alilmu.com

Tidak ada komentar: