Diantara Nasehat Para Ulama Bagi Para Da'i


Diantara Nasehat Para Ulama Bagi Para Da'i

[4] AMALAN LAHIRIYAH AKAN BERPENGARUH TERHADAP HATI

Imam Muslim meriwayatkan hadits dari Ibnu Mas’ud رَضِيَ اللهُ عَنْهُ, beliau berkata: “Rasulullah ﷺ mengusap pundak-pundak kami ketika akan melaksanakan shalat, dan bersabda:

لَا تَخْتَلِفُوا، فَتَخْتَلِفَ قُلُوبُكُمْ، لِيَلِنِي مِنْكُمْ أُولُو الْأَحْلَامِ وَالنُّهَى ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ، ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ.
“Janganlah kalian berselisih, sehingga hati-hati kalian berselisih, hendaklah yang berada di belakangku diantara kalian adalah orang-orang yang berilmu, kemudian yang setelahnya, kemudian yang setelahnya.”

Syaikh Ali Hasan al-Halaby حَفِظَهُ اللهُ berkata: “Guru kami –Syaikh al-Albany- sering menjadikan hadits ini sebagai dalil bahwa amalan lahiriyah dapat berpengaruh kepada hati.”

[5] SOLUSI PERBEDAAN PENDAPAT DI KALANGAN AHLUS SUNNAH

1. Menjadikan Al-Quran dan Sunnah sebagai hakim.

Allah تَعَالَى berfirman:

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوٓاْ أَطِيعُواْ ٱللَّهَ وَأَطِيعُواْ ٱلرَّسُولَ وَأُوْلِي ٱلۡأَمۡرِ مِنكُمۡۖ فَإِن تَنَٰزَعۡتُمۡ فِي شَيۡءٖ فَرُدُّوهُ إِلَى ٱللَّهِ وَٱلرَّسُولِ إِن كُنتُمۡ تُؤۡمِنُونَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأٓخِرِۚ ذَٰلِكَ خَيۡرٞ وَأَحۡسَنُ تَأۡوِيلًا .
"Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya." (QS. An-Nisa: 59)

2. Menuntut ilmu, dan orang yang mampu mencari dalil; diharamkan taklid, karena taklid adalah sarana untuk memahami agama, bukan menjadikan taklid sebagai agama.

3. Mengambil pelajaran dari perbedaan pendapat di kalangan para Shahabat رَضِيَ اللهُ عَنهُمْ.

4. Melihat keadaan masyarakat kaum Muslimin dan bahaya-bahaya yang menimpa mereka, sehingga menimbulkan sikap perhatian terhadap saudaramu.

[6] MEMBERI NASEHAT TIDAK DISYARATKAN HARUS DITERIMA

Syaikh Ali Hasan al-Halaby حَفِظَهُ اللهُ berkata: “Guru kami –Syaikh al-Albany رَحِمَهُ اللهُ sering mengatakan:

قُلْ كَلِمَتَكَ، وَامْشِ.
‘Katakanlah perkataanmu, dan berjalanlah.’

Imam Ibnu Hazm رَحِمَهُ اللهُ berkata: ‘Bukanlah termasuk syarat nasehat; bahwa (orang yang dinasehati harus) menerimanya.’”

[7] BERBEDA PENDAPAT TIDAK MENUNJUKKAN PERPECAHAN

Syaikh Ali Hasan al-Halaby حَفِظَهُ اللهُ berkata:

“Guru kami –Syaikh al-Albany رَحِمَهُ اللهُ- memiliki pendapat dalam masalah penentuan malam Lailatul Qadar, beliau berpendapat bahwa malam lailatul Qadar berbeda-beda pada setiap orang, terkadang sebagian orang melihatnya, namun (di waktu yang sama) tidak dilihat oleh sebagian yang lain.

Kami sangat menghormati Syaikh dan Ustadz kami ini, namun aku tidak berpendapat demikian.

Dan ini tidak berarti bahwa kami tidak menghormatinya, karena berbeda pendapat bukan berarti menunjukkan perpecahan. (Ini kami sampaikan) supaya kalian tidak mengira bahwa kami ini Albaaniyyuun (para pentaklid al-Albany).”

[8] PEMBELAAN TERHADAP SUNNAH NABI ﷺ

Syaikh Ali Hasan al-Halaby حَفِظَهُ اللهُ berkata:

“Imam Ibnul Qayyim رَحِمَهُ اللهُ berkata: ‘Setiap orang yang membela Sunnah (Nabi ﷺ); maka dia mendapat bagian dari firman Allah تَعَالَى:

وَرَفَعۡنَا لَكَ ذِكۡرَكَ .
"Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu.” (QS. Asy-Syarh: 4)

Dan setiap yang menolak Sunnah; maka dia mendapat bagian dari firman Allah تَعَالَى:

إِنَّ شَانِئَكَ هُوَ ٱلۡأَبۡتَرُ .
“Sesungguhnya orang-orang yang membenci kamu dialah yang terputus.” (QS. Al-Kautsar: 3)

[9] TENTANG DEMONSTRASI

Syaikh Ali Hasan al-Halaby حَفِظَهُ اللهُ ditanya:

“Apakah demonstrasi termasuk bentuk pemberontakan kepada penguasa, padahal demonstrasi dibolehkan di negeri kami?”

Beliau menjawab: “Tidak setiap demonstrasi dianggap sebagai bentuk pemberontakan kepada penguasa, akan tetapi masalahnya; apakah demonstrasi itu perkara yang disyareatkan?

Maka jawabannya: bahwa demonstrasi tidak disyareatkan, apapun alasannya, terlebih lagi jika yang melakukannya adalah para da’i. Yang sepantasnya dilakukan oleh para da’i adalah memberi pengarahan (kepada umat), adapun sampai ikut demonstrasi; maka tidak layak.”

[10] AHLUS SUNNAH TIDAK BERSELISIH KARENA MASALAH SEPELE

Syaikh Ali Hasan al-Halaby حَفِظَهُ اللهُ berkata: “Sebab terjadinya perselisihan Ahlus Sunnah dalam hal sepele adalah;

  • tidak memperhatikan adab-adab ilmu.
  • dan tidak memperhatikan adab-adab berbeda pendapat sebagaimana mestinya.

[11] JANGAN SAMPAI SEJARAH MENCATAT NAMAMU DALAM DAFTAR NAMA ORANG-ORANG BERMASALAH
Setelah menjelaskan sifat-sifat perawi yang haditsnya tertolak, dan penilaian para ulama terhadap mereka; Syaikh Ziyad bin Salim al-‘Abbady حَفِظَهُ اللهُ berkata:

“Dari sini wahai saudaraku, terdapat pelajaran:

  • Jadikanlah perjalanan hidupmu baik, jangan sampai namamu jelek dalam sejarah.
  • Karena sejarah tidak mengenal belas kasihan (menceritakan peristiwa sebagaimana adanya).
  • Jangan engkau jadikan keinginan terbesarmu adalah (membesarkan) dirimu, tapi jadikanlah keinginanmu agar engkau dapat membela kebenaran.
  • Imam asy-Syafi’i رَحِمَهُ اللهُ berkata: ‘Seandainya semua (ilmu) yang diambil dariku, tidak dinisbatkan kepadaku.’

[12] AGAMA BUKAN BARANG DAGANGAN

Syaikh Ziyad حَفِظَهُ اللهُ berkata: “Segala perilaku (buruk) akan Allah tutup, kecuali jika engkau menjadikan agama sebagai barang dagangan. Maka orang yang menjadikan agama sebagai barang dagangan; Allah akan bongkar kedoknya.”

[13] SANAD PADA ZAMAN SEKARANG

Syaikh Ziyad ditanya: “Sejauhmana pentingnya sanad pada zaman sekarang, sama saja; apakah di dalam qira’ah, hadits atau yang lainnya?

Beliau menjawab: “Setelah lewat enam abad ini; sanad hanya sebagai hiasan. Dan saya peringatkan orang yang berbangga dengan sanad di zaman ini, sedangkan ia tidak membaca (kitab para ulama) sama sekali. Adapun jika seorang murid membacakan bacaannya kepada gurunya secara sempurna; maka itu (dibenarkan), akan tetapi jika engkau hanya duduk bersamanya beberapa menit, kemudian gurumu memberi ijazah kepadamu, maka tidak.”

[14] JARH WA TA’DIL PADA ZAMAN SEKARANG

Syaikh Ziyad ditanya: Apakah benar ungkapan yang menyatakan bahwa: masa Jarh wa ta’dil telah berakhir?

Beliau menjawab: “Ya, Jarh wa Ta’dil secara makna Syar’i; telah berakhir, namun tinggal tersisa suatu permasalahan, yaitu: menjelaskan kesalahan-kesalahan manusia, dan yang melakukannya adalah Ahli Ilmu.”

[Diintisarikan dari daurah syar’iyyah ke-20, hari ke-3 dan ke-4, bersama Syaikh Ali Hasan al-Halaby dan Syaikh Ziyad al-Abbady حَفظَهُمَا اللهُ, Batu – Malang – Jawa Timur]

Ditulis oleh: Muhammad Iqbal Rahmatullah

Tidak ada komentar: