Meluruskan Fakta Mahasiswa Papua Ditolak disebagian Rumah Kost Di Jogjakarta

Mahasiswa Papua Ditolak
Penolakan mahasiswa Papua di sebagian rumah kost di Jogja: harus dilihat secara menyeluruh. Pada asalnya, masyarakat Yogyakarta merupakan masyarakat yang sangat terbuka: bukan hanya pada suku lain di Indonesia, tetapi juga bangsa lain di luar Indonesia, termasuk Afrika.

Di pedukuhan Pogung (kawasan yang umumnya menjadi pilihan tempat kost mahasiswa UGM cluster sains), beberapa kali saya menjumpai anak kost dari Afrika. Dan mereka dapat berinteraksi dengan warga dengan baik. Kalau warga Jogja rasis kepada bangsa kulit hitam, niscaya anak kost dari Afrika tersebut akan terusir, bermuka masam kepada warga lokal, menimbulkan keonaran, atau hengkang dari Jogja. Akan tetapi, kenyataannya mereka nyaman studi di Jogja.

Adapun keengganan sebagian warga Jogja menerima sebagian anak kost dari Papua bukan tanpa sebab; itupun bukan gebyah uyah karena murni anak Papua, bukan pula karena mereka warga kulit hitam. Akan tetapi, keengganan ini ditujukan pada mereka: oknum-oknum yang sudah dikenal kerap berbuat onar dan tidak menghormati tata tertib masyarakat setempat.

Tidak jarang, oknum pelajar Papua mabuk-mabukan di kost, tidak bersosialisasi dengan warga, tidak menjaga kebersihan kost, hingga membuat tempat kost jadi kumuh sehingga pemilik kost pun jengah. Ini sudah menjadi rahasia umum di Jogja. Saya sendiri pernah dicurhati pengelola kost dengan kejadian-kejadian seperti tadi.

Akan tetapi, warga / pelajar Papua yang datang ke Jogja dengan baik, berperilaku baik, serta bermasyarakat dengan baik, niscaya mereka akan diterima dan dipergauli dengan baik pula oleh warga Jogja, bahkan meskipun mereka memiliki keyakinan agama yang berbeda dengan agama mayoritas warga lokal. Saya bahkan melihat dengan mata kepala saya sendiri adanya orang-orang Papua di Jogja yang berperilaku dan bergaul baik dengan warga setempat.

✔ Singkat kata:
1. Rasisme harus kita lawan dengan keras. Tidak boleh bagi kita untuk melecehkan manusia lainnya berdasarkan warna kulit, tempat kelahiran, keturunan ataupun suku bangsanya.

2. Akan tetapi, kita juga harus mengecam "sebagian oknum" warga / pelajar Papua yang menggunakan tameng "anti rasisme" untuk melegalkan perbuatan salahnya, baik di Jogja maupun di wilayah lain di NKRI.

Contoh:
a. Ketika ditegur warga agar tidak minum minuman keras, jangan kemudian menyatakan bahwa warga telah berbuat rasis.
b. Ketika ditegur warga agar di malam hari tidak menyetel musik keras2 di kamar kost, jangan kemudian menyatakan bahwa warga telah berbuat rasis.
c. Ketika diingatkan agar kebersihan kost dijaga, sampah dibuang, dan menjaga kebersihan diri dengan rutin, jangan kemudian menyatakan bahwa warga telah berbuat rasis.

Yang cukup menyedihkan: saya pernah melihat di sosial media => pernyataan oknum warga Papua yang terang-terangan:

  • menolak pembangunan di Papua oleh pemerintah Indonesia.
  • menyampaikan bahwa apabila warga Papua melakukan korupsi di instansi pemerintah Indonesia, maka itu tidak mengapa karena sama saja dengan mengambil harta penjajah Indonesia.
.
✔ Bagaimana mungkin Papua akan maju apabila sebagian oknum warganya justru menolak pembangunan?

✔ Bagaimana mungkin perbuatan korupsi dianggap perbuatan yang benar? Apakah anak cucu generasi penerus Papua pantas mendapatkan doktrin salah kaprah dan fatal yang menghancurkan integritas manusia ini?

✔ Saya berharap: para pelajar Papua tidak termakan doktrin keliru tersebut. Saya berharap: para pelajar Papua dapat maksimal belajar dan menyelesaikan studinya dengan baik, untuk kemudian nantinya membangun Papua menjadi lebih maju.

sumber : https://www.facebook.com/1215102750/posts/10215437892799901/?app=fbl

Tidak ada komentar: