Hukum Istri Bersedekah Tanpa Izin Suami kepada orang tua dan lainnya ?

Istri Bersedekah Tanpa Izin Suami

Bolehkan seorang istri membantu ekonomi orang tua atau saudarnya atau bersedekah kepada orang lain tapi tidak izin dan tanpa sepengetahuan suaminya?

Masalah ini sering sekali ditanyakan. Maka setelah mengkaji hadits-hadits terkait masalah ini dan penjelasan para Ulama Ahlus Sunnah terkait hal ini, dapat disimpulkan bahwa seorang istri memberikan harta kepada pihak lain tanpa seizin suaminya itu tak lepas dari tiga kondisi berikut:

Kondisi Pertama
Istri memberikan harta suami kepada orang tua atau pihak lainnya tanpa sepengetahuan/izin suaminya dalam keadaan ia tahu jika ini dilakukan maka suaminya marah. Dalam kondisi seperti ini maka hukumnya Haram.

Contoh Kasus: Sang istri hendak memberi orang tua atau saudaranya sejumlah uang yang merupakan uang suaminya tanpa seizin atau sepengetahuan suaminya.

Namun sang istri sudah memperkirakan dengan kuat bahwa suaminya akan marah-marah dan bahkan bisa bersikap kasar saat istrinya mengeluarkan harta suaminya tanpa izin darinya. Maka dalam kondisi demikian istri haram memberikan harta suaminya itu.

Dalilnya adalah hadits berikut, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

لا يَجُوزُ لِلْمَرْأَةِ فِي مَالِهَا إِلا بِإِذْنِ زَوْجِهَا
“Tidah diperbolehkan bagi seorang wanita (istri) membelanjakan hartanya tanpa seizin suaminya". [HR. Abu Daud no.3546, Nasai no.3756, Ibnu Majah no.2388 dan dinilai al Albani sebagai hadits hasan shahih]
Perlu dijelaskan, bahwa hal ini juga haram sekalipun yang diberikan itu bukan berupa uang, tetapi makanan terutama yang memiliki nilai tinggi.

Dalilnya adalah hadits berikut:

لا تنفقُ امرأةٌ شيئًا من بيتِ زوجِها إلَّا بإذنِ زوجِها قيلَ يا رسولَ اللَّهِ ولا الطَّعامُ قالَ ذاكَ أفضلُ أموالِنا
"Janganlah seorang wanita menafkahkan sesuatu dari rumah suaminya kecuali dengan izin suaminya.’ Ditanyakan (kepadanya): "Ya Rasulullah, tidak pula makanan?" Beliau menjawab: "(makanan) Itu adalah (justru) sebaik-baik harta kita." [HR. Abu Dawud no.3565, Turmudzi no.670. Kata al Albani rahimahullah dalam Takhrij Misykaatul Mashoobih 1893: “Hasan“]

Kondisi Kedua
Istri mengeluarkan harta suami tanpa izin suami yang diperkirakan suaminya tak akan marah dan tak menimbulkan Mafsadat (kerusakan). Maka kondisi kedua ini boleh.

Contoh Kasus: Sang istri suatu hari memberikan uang milik suaminya untuk fakir miskin atau saudaranya atau pihak lain walau tanpa sepengetahuan dan izin suaminya. Maka boleh istri melakukannya jika istri memperkirakan dengan sangat kuat suaminya tak akan marah atau tak sangat merugikan harta suaminya dengan perbuatannya itu. Sang istri bahkan akan mendapatkan pahala dari perbuatannya itu, namun suaminya juga dapat pahala.

Adapun jika istri misal memberikan harta suaminya dalam jumlah besar untuk orang tuanya atau saudaranya atau untuk orang lain tanpa seizin suaminya, sementara ia tahu kalau suaminya mengetahuinya maka sang suami tak akan mengizinkan dan bahkan akan marah, maka haramlah istri tersebut melakukan hal itu.

Dalilnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إِذَا أَنْفَقَتِ الْمَرْأَةُ مِنْ طَعَامِ بَيْتِهَا غَيْرَ مُفْسِدَةٍ، كَانَ لَهَا أَجْرُهَا بِمَا أَنْفَقَتْ، وَزَوْجُهَا أَجْرُهُ بِمَا كَسَبَ، وَلِلْخَازِنِ مِثْلُ ذَلِكَ، لاَ يَنْقُصُ بَعْضُهُمْ أَجْرَ بَعْضٍ شَيْئًا.
"Jika wanita (istri) menafkahkan dari makanan rumahnya tanpa menimbulkan mafsadah (kerusakan/sesuatu yang mudharat/berbahaya), maka ia (sang istri tadi) mendapatkan pahala dengan apa yang dinafkahkannya dan bagi suaminya (juga) mendapatkan pahala dengan apa yang diusahakannya. Penanggung jawab gudang juga mendapatkan hal yang sama, masing-masing dari mereka tidak mengurangi pahala sebagian lainnya sedikit pun." [HSR. Bukhari no.1437 dan Muslim no.1024]

Juga hadits berikut:

إِذَا أَنْفَقَتِ الْمَرْأَةُ مِنْ كَسْبِ زَوْجِهَا مِنْ غَيْرِ أَمْرِهِ فَلَهُ نِصْفُ اْلأَجْرِ.
“Jika wanita menginfakkan dari penghasilan suaminya dengan tanpa perintah suaminya, maka suaminya (juga) mendapatkan separuh pahala.“ [HSR. Bukhari no.5360]

Kondisi Ketiga
Jika harta itu adalah harta pribadi sang istri maka boleh istri mengeluarkannya untuk apapun yang benar walau tanpa sepengetahuan dan seizin suaminya.

Contoh kasus: Istri mendapatkan harta waris dari keluarganya. Maka uang itu adalah harta pribadi istrinya. Demikian pula istri yang mendapatkan gaji dari statusnya sebagai pegawai atau ia punya usaha yang murni dari uang sang istri itu sendiri tak tercampur dengan harta suaminya.

Saat uang waris atau gajinya atau uang murni hasil usahanya sendiri itu ia pergunakan untuk sodaqoh atau membelanjakan keperluan lainnya yang halal, maka istri boleh mengeluarakannya walau tanpa sepengetahuan atau seizin suaminya.

Walaupun tentu saja kalau saja istri menyampaikan dulu ke suaminya maka itu adalah perkara yang baik.

Dalilnya:

Dalil pertama, dari Maimunah bin Al Harits radhiallahu ‘anha, salah satu istri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengisahkan:

أَنَّهَا أَعْتَقَتْ وَلِيدَةً وَلَمْ تَسْتَأْذِنِ النَّبِىَّ - صلى الله عليه وسلم- ، فَلَمَّا كَانَ يَوْمُهَا الَّذِى يَدُورُ عَلَيْهَا فِيهِ قَالَتْ أَشَعَرْتَ يَا رَسُولَ اللَّهِ أَنِّى أَعْتَقْتُ وَلِيدَتِى قَالَ « أَوَفَعَلْتِ» . قَالَتْ نَعَمْ . قَالَ «أَمَا إِنَّكِ لَوْ أَعْطَيْتِيهَا أَخْوَالَكِ كَانَ أَعْظَمَ لأَجْرِكِ»
"Bahwasanya dia pernah memerdekakan budak perempuannya tanpa meminta izin (terlebih dahulu) kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam (selaku suaminya -pent). Pada saat hari giliran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menginap di rumah istrinya, Maimunah barulah Maimunah berkata kepada Nabi: “Ya Rasulullah, apakah kau tahu bahwa aku telah memerdekakan budak perempuan yang kumiliki?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menjawab: “Benarkah kau telah melakukannya?” “Ya!” Jawab Maimunah radhiallahu ‘anhaa. Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Jika kau berikan budak perempuan tersebut kepada pamanmu tentu pahalanya lebih besar.” [HSR. Bukhari no.2452 dan Muslim no.999]

Yang menjadi titik tekan pada bahasan ini adalah Maimunah radhiallahu ‘anha telah memerdekakan seorang budaknya dengan hartanya sendiri tanpa sepengetahuan dan seizin suaminya, dalam hal ini Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam itu sendiri.

Dan ternyata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak mengingkari tindakan istrinya itu, hanya beliau menyarankan jika saja hal itu diberikan kepada yang masih memiliki kerabat tentu lebih utama.

Ini menunjukkan istri mengeluarkan harta pribadi tanpa sepengetahuan dan seizin suaminya adalah boleh .

Dalil kedua, dalam suatu shalat ‘Id, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah memberikan nasehat khusus untuk para wanita. Diantaranya beliau pun mengingatkan para wanita untuk bersedekah. Maka pada ujung hadits tersebut dikisahkan:

وَأَمَرَهُنَّ بِالصَّدَقَةِ ، فَجَعَلَتِ الْمَرْأَةُ تُلْقِى الْقُرْطَ وَالْخَاتَمَ ، وَبِلاَلٌ يَأْخُذُ فِى طَرَفِ ثَوْبِهِ 
“ ... Dan beliau memerintahkan para wanita agar bersedekah. Para wanita pun melemparkan anting-anting dan cincin mereka ke arah kain yang dibentangkan oleh Bilal dan Bilal memegang ujung kainnya.” [HSR. Bukhari no.98 dan Muslim no.884]

Hadits di atas menunjukkan para wanita bershodaqoh secara langsung saat itu juga tanpa izin atau memberitahu dulu pada suami-suami mereka.

Ini menunjukkan bahwa bersedekah dengan harta pribadi dibolehkan bagi istri walaupun tanpa sepengetahuan dan seizin para suami.

Walhamdu lillaahi rabbil ‘aalamiin, wa shallallahu ‘alaa Muhammadin.

Oleh Ustadz Berik Said hafidzhahullah
artikel dakwahmanhajsalaf.com

Tidak ada komentar: