Renungan dari Kemarau Panjang dan Kekeringan

Berdasarkan analisis BMKG, pada tahun 2019 ini, Indonesia diperkirakan akan mengalami musim kemarau yang cukup panjang, melebihi periode musim kemarau pada tahun lalu. Musim hujan baru akan dimulai saat memasuki bulan Oktober.

Dampak musim kemarau panjang ini, sudah dirasakan dimana-mana; terjadi kekeringan di beberapa tempat, kebakaran hutan dan lahan, yang kemudian menimbulkan kabut asap, dan polusi udara. Di beberapa daerah seperti Riau, Sumatera Selatan, dan Kalimantan, kualitas udara menjadi sangat buruk. Bahkan seperti yang diberitakan oleh media, polusi udara di kota Pekanbaru (Riau) dan Pontianak (Kalbar) pada 16 September kemarin, sudah sampai pada level berbahaya.

Dari peristiwa kemarau panjang, kekeringan dan kebakaran hutan yang tengah terjadi, seharusnya kita bisa menjadi pribadi muslim yang cerdas yang mampu merenungi kejadian untuk diambil pelajarannya. Di antara pelajaran yang dapat kita petik:

Hati dan jiwa juga bisa kering dan gersang seperti bumi

Sebagaimana bumi dan tanah dapat kering dan gersang hingga kemudian mengeras, hati manusia juga bisa seperti itu, bahkan ada yang menjadi lebih keras dari batu. Allah berfirman menceritakan keadaan hati bani Israil:

ثُمَّ قَسَتْ قُلُوبُكُم مِّن بَعْدِ ذَٰلِكَ فَهِيَ كَالْحِجَارَةِ أَوْ أَشَدُّ قَسْوَةً
Kemudian setelah itu hatimu menjadi keras seperti batu, bahkan lebih keras lagi. (QS. Al-Baqarah: 74)

Ketika hati sudah mulai kering dan gersang maka itulah awal mula keburukan yang akan silih berganti menimpanya, persis seperti bumi yang kering di musim kemarau awal mula dari bencana kekeringan, kebakaran hutan, polusi udara, gangguan kesehatan, dst. Maka jika kita khawatir terhadap bahaya dari kemarau panjang dan kekeringan maka seharusnya kita lebih khawatir lagi dengan kekeringan dan kegersangann hati kita.

Ketika hati itu telah kering dan gersang maka ia akan berat melakukan ketaatan lebih senang mengikuti apa yang diinginkan oleh hawa nafsunya. Ia akan lebih cinta pada dunia; pekerjaan, karier, kedudukan daripada duduk di majelis taklim, shalat berjama’ah, membaca al-Qur’an, dst. Ia akan memandang harta lebih berharga daripada ilmu, ia akan lebih menghormati orang-orang kaya daripada orang-orang yang mengajarkan ilmu agama.

Ilmu agama ibarat air hujan yang dibutuhkan

Sebagaimana bumi yang kering butuh pada hujan maka hati kita yang kering pun juga butuh pada hujan. Dan hujan yang dibutuhkan oleh hati yang gersang adalah ilmu agama. Rasullullah shallallahu alaihi wasallam secara jelas mengatakan bahwa ilmu agama persis seperti air hujan. Beliau bersabda:

إِنَّ مَثَلَ مَا بَعَثَنِيَ اللَّهُ بِهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ الْهُدَى وَالْعِلْمِ كَمَثَلِ غَيْثٍ أَصَابَ أَرْضًا
“Perumpamaan agama yang aku diutus Allah ‘azza wajalla dengannya, yaitu berupa petunjuk dan ilmu ialah bagaikan hujan yang jatuh ke bumi.” (HR. Muslim: 2282)

Oleh sebab itu, sebagaimana di musim kemarau panjang ini, kita sangat membutuhkan hujan, maka hati dan jiwa kita sesungguhnya juga butuh terhadap siraman, bahkan lebih butuh. Karena kering dan gersangnya hati lebih parah dan berbahaya jika dibandingkan dengan kering dan gersangnya bumi. Maka marilah kita menyadari pentingnya ilmu agama itu untuk diri dan kehidupan kita. Merasa butuh terhadapnya, melebihi kebutuhan kita terhadap yang lainnya.

Semoga bermanfaat.


Ditulis oleh: Zahir al-Minangkabawi
artikel maribaraja.com

Tidak ada komentar: