[1]- Menuntut ilmu sangat dibutuhkan oleh manusia -terutama ilmu ‘aqidah & manhaj-. Ilmu adalah “al-Ashlul Akbar” (prinsip terbesar) dan “al-Ashlul A’zham” (prinsip paling agung).
Kita membahas buku “Panduan Menuntut Ilmu” agar kita kembali ke awal (dalam menuntut ilmu). Terkadang kalau kita sudah ceramah, khuthbah, belajar bahasa Arab: maka merasa sudah pintar, padahal (keilmuannya) masih jauh (dari sempurna).
Dan terkadang kita dapati pada orang-orang yang (sudah banyak) ceramah; tapi tidak memiliki “ushuul” (prinsip-prinsip dasar). Padahal dikatakan oleh para ulama:
مَنْ حُرِمَ الْأُصُوْلَ؛ حُرِمَ الْوُصُوْلَ
“Barangsiapa yang tercegah dari “ushuul”; maka tercegah dari tujuan.”
Dan tujuan kita dalam menuntut ilmu adalah: untuk menegakkan ibadah kepada Allah, menghilangkan kebodohan, dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat; bukan untuk berbangga-bangga.
[2]- Kita datang ke pengajian seperti ini: karena ini merupakan majlis penyubur iman. Dan kita juga merasakan sendiri bahwa iman kita bertambah, karena ini merupakan “Riyaadhul Jannah” (Taman Surga); sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-:
Dan tujuan kita dalam menuntut ilmu adalah: untuk menegakkan ibadah kepada Allah, menghilangkan kebodohan, dan mendapatkan ilmu yang bermanfaat; bukan untuk berbangga-bangga.
[2]- Kita datang ke pengajian seperti ini: karena ini merupakan majlis penyubur iman. Dan kita juga merasakan sendiri bahwa iman kita bertambah, karena ini merupakan “Riyaadhul Jannah” (Taman Surga); sebagaimana disabdakan oleh Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-:
((إِذَا مَرَرْتُمْ بِرِيَاضِ الْجَنَّةِ)) فَارْتَعُوا قَالُوْا: وَمَا رِيَاضُ الْجَنَّةِ؟ قَالَ: ((حِلَقُ الذِّكْرِ))
”Apabila kalian berjalan melewati taman-taman Surga;maka duduklah bersama mereka (perbanyaklah berdzikir).” Para Shahabat bertanya: Wahai Rasulullah, apakah yang dimaksud taman-taman Surga itu? Beliau -shallallaahu ‘alaihi wasallam- menjawab: ”Yaituhalaqah-halaqah dzikir (majelis ilmu).” [HR. At-Tirmidzi, dan lainnya]
’Atha’ bin Abi Rabah (wafat th. 114 H) -rahimahullaah- mengatakan:
”Majelis-majelis dzikir yang dimaksud adalah: majelis-majelis halal dan haram, bagaimana harus membeli, menjual, berpuasa, mengerjakan shalat, bersedekah, menikah, cerai, melakukan haji, dan yang sepertinya.”
Dan tentu yang paling pokok dari majlis dzikir ini adalah: mempelajari Tauhidullah.
[3]- Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
’Atha’ bin Abi Rabah (wafat th. 114 H) -rahimahullaah- mengatakan:
”Majelis-majelis dzikir yang dimaksud adalah: majelis-majelis halal dan haram, bagaimana harus membeli, menjual, berpuasa, mengerjakan shalat, bersedekah, menikah, cerai, melakukan haji, dan yang sepertinya.”
Dan tentu yang paling pokok dari majlis dzikir ini adalah: mempelajari Tauhidullah.
[3]- Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
نِعْمَتَانِ مَغْبُوْنٌ فِيْهِمَا كَثِيْرٌ مِنَ النَّاسِ: الصِّحَّةُ وَالفَرَاغُ
“Dua nikmat yang banyak manusia tertipu di dalamnya: kesehatan dan waktu luang.” [HR. Al-Bukhari]
Hendaknya kita manfaatkan dua nikmat ini untuk menuntut ilmu. Waktu termasuk “Ushuul an-Ni’am” (pokok-pokok nikmat), yang jika tidak digunakan untuk menuntut ilmu, beribadah, membaca buku-buku: pasti rugi. Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- berfirman:
Hendaknya kita manfaatkan dua nikmat ini untuk menuntut ilmu. Waktu termasuk “Ushuul an-Ni’am” (pokok-pokok nikmat), yang jika tidak digunakan untuk menuntut ilmu, beribadah, membaca buku-buku: pasti rugi. Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- berfirman:
{وَالْعَصْرِ * إِنَّ الْإِنْسَانَ لَفِيْ خُسْرٍ * إِلَّا الَّذِيْنَ آمَنُوْا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ}
“Demi masa, sungguh, manusia berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan kebajikan serta saling menasihati untuk kebenaran dan saling menasihati untuk kesabaran.” (QS. Al-‘Ashr: 1-3)
Oleh karena itu, jika ada orang membuat kajian dengan membuang waktu -seperti motor-motoran, jalan-jalan-: maka ini tidak benar.
[4]- Semoga melalui majelis taklim yang kita kaji di dalamnyakitab-kitab para ulama Salaf:Allah memberikan hidayah kepada kita di atas Islam, ditetapkan hati dalam beriman, istiqamah di atas Sunnah, serta diberikan hidayah taufik oleh Allah untuk dapat melaksanakan syari’at Islam secara “kaaffah”(menyeluruh).
Seorang Muslim tidak akan bisa melaksanakan agamanya dengan benar, kecuali dengan belajar Islam yang benar berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih. Agama Islam adalah agama ilmu dan amal;karena Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- diutus dengan membawa ilmu dan amal shalih.
Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- berfirman:
Oleh karena itu, jika ada orang membuat kajian dengan membuang waktu -seperti motor-motoran, jalan-jalan-: maka ini tidak benar.
[4]- Semoga melalui majelis taklim yang kita kaji di dalamnyakitab-kitab para ulama Salaf:Allah memberikan hidayah kepada kita di atas Islam, ditetapkan hati dalam beriman, istiqamah di atas Sunnah, serta diberikan hidayah taufik oleh Allah untuk dapat melaksanakan syari’at Islam secara “kaaffah”(menyeluruh).
Seorang Muslim tidak akan bisa melaksanakan agamanya dengan benar, kecuali dengan belajar Islam yang benar berdasarkan Al-Qur-an dan As-Sunnah menurut pemahaman Salafush Shalih. Agama Islam adalah agama ilmu dan amal;karena Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- diutus dengan membawa ilmu dan amal shalih.
Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa- berfirman:
{هُوَ الَّذِيْ أَرْسَلَ رَسُوْلَهُ بِالْهُدَى وَدِيْنِ الْحَقِّ لِيُظْهِرَهُ عَلَى الدِّيْنِ كُلِّهِ وَلَوْ كَرِهَ الْمُشْرِكُوْنَ}
”Dia-lah (Allah) yang mengutus Rasul-Nya dengan membawa petunjuk dan agama yang benaragar dimenangkan-Nya terhadap semua agama. Walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (QS. At-Taubah: 33)
Yang dimaksud dengan “al-hudaa” (petunjuk) dalam ayat ini adalah: ilmu yang bermanfaat. Dan yang dimaksud dengan“diinul haqq” (agama yang benar) adalah amal shalih. Allah -Tabaaraka Wa Ta’aalaa- mengutus Nabi Muhammad -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- untuk menjelaskan kebenaran dari kebathilan, menjelaskan Nama-Nama Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, hukum-hukum dan berita yang datang dari-Nya, serta memerintahkan untuk melakukan segala apa yang bermanfaat bagi hati, ruh, dan jasad.
Beliau -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- menyuruh ummatnya agar mengikhlaskan ibadah semata-mata karena Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa-, mencintai-Nya, berakhlak yang mulia, beradab dengan adab yang baik dan melakukan amal shalih. Beliau -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- melarang ummatnya dari perbuatan syirik, amal danakhlak yang buruk yang berbahaya bagi hati, badan, dan kehidupan dunia dan akhiratnya.
Dengan menuntut ilmu; maka kita akan tahu: mana yang haq mana yang bathil, mana yang Tauhid mana yang syirik, mana yang Sunnah mana yang bid’ah, mana yang ma’ruf mana yang mungkar, mana yang bermanfaat mana yang berbahaya, mana yang lurus mana yang bengkok, dan mana yang bersungguh-sungguh mana yang main-main.
[5]- Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
Yang dimaksud dengan “al-hudaa” (petunjuk) dalam ayat ini adalah: ilmu yang bermanfaat. Dan yang dimaksud dengan“diinul haqq” (agama yang benar) adalah amal shalih. Allah -Tabaaraka Wa Ta’aalaa- mengutus Nabi Muhammad -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- untuk menjelaskan kebenaran dari kebathilan, menjelaskan Nama-Nama Allah, sifat-sifat-Nya, perbuatan-perbuatan-Nya, hukum-hukum dan berita yang datang dari-Nya, serta memerintahkan untuk melakukan segala apa yang bermanfaat bagi hati, ruh, dan jasad.
Beliau -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- menyuruh ummatnya agar mengikhlaskan ibadah semata-mata karena Allah -Subhaanahu Wa Ta’aalaa-, mencintai-Nya, berakhlak yang mulia, beradab dengan adab yang baik dan melakukan amal shalih. Beliau -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- melarang ummatnya dari perbuatan syirik, amal danakhlak yang buruk yang berbahaya bagi hati, badan, dan kehidupan dunia dan akhiratnya.
Dengan menuntut ilmu; maka kita akan tahu: mana yang haq mana yang bathil, mana yang Tauhid mana yang syirik, mana yang Sunnah mana yang bid’ah, mana yang ma’ruf mana yang mungkar, mana yang bermanfaat mana yang berbahaya, mana yang lurus mana yang bengkok, dan mana yang bersungguh-sungguh mana yang main-main.
[5]- Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
طَلَبُ الْعِلْمِ فَرِيضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ
“Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim.” [HR. Ibnu Majah]
Karena menuntut ilmu itu wajib; maka harus dikedepankan dari yang lainnya (seperti: bekerja, tamasya, dan semisalnya). Yang Allah perintahkan (dalam Al-Qur-an) kepada Nabi-Nya adalah: untuk meminta tambahan ilmu, bukan tambahan harta. Jadi setiap hari harus bertambah ilmu kita, harus kita luangkan waktu untuk baca; karena menuntut ilmu: jalan menuju Surga.
[6]- Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
Karena menuntut ilmu itu wajib; maka harus dikedepankan dari yang lainnya (seperti: bekerja, tamasya, dan semisalnya). Yang Allah perintahkan (dalam Al-Qur-an) kepada Nabi-Nya adalah: untuk meminta tambahan ilmu, bukan tambahan harta. Jadi setiap hari harus bertambah ilmu kita, harus kita luangkan waktu untuk baca; karena menuntut ilmu: jalan menuju Surga.
[6]- Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا؛ نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ، وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ؛ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا؛ سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ، وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ، وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا؛ سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ، وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِيْ بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ؛ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ، وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ؛ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
“Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin; maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di Hari Kiamat. Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah utang); maka Allah memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan di akhirat. Barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim; maka Allah akan menutup (aib)nya di dunia dan akhirat. Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya. Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu; maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Surga. Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) untuk membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka; melainkan ketenteraman turun atas mereka, rahmat meliputi mereka, malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyanjung mereka di tengah para malaikat yang berada di sisi-Nya. Dan barangsiapa yang lambat amalnya; maka tidak dapat dikejar oleh nasabnya.”[HR. Muslim]
Dalam hadits ini ada beberapa pembahasan:
PERTAMA: Sabda Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-:
Dalam hadits ini ada beberapa pembahasan:
PERTAMA: Sabda Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-:
مَنْ نَفَّسَ عَنْ مُؤْمِنٍ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ الدُّنْيَا؛ نَفَّسَ اللهُ عَنْهُ كُرْبَةً مِنْ كُرَبِ يَوْمِ الْقِيَامَةِ
“Barangsiapa yang melapangkan satu kesusahan dunia dari seorang mukmin; maka Allah melapangkan darinya satu kesusahan di Hari Kiamat.”
Kalau ada seorang mukmin yang kesusahan dalam urusan agama, keluarga, atau ma’iisyah: maka kita bantu. Siapa saja yang butuh bantuan; maka kita bantu. Dan ini bisa seperti jihad. Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
Kalau ada seorang mukmin yang kesusahan dalam urusan agama, keluarga, atau ma’iisyah: maka kita bantu. Siapa saja yang butuh bantuan; maka kita bantu. Dan ini bisa seperti jihad. Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
السَّاعِيْ عَلَى الْأَرْمَلَةِ وَالمِسْكِينِ: كَالْمُجَاهِدِ فِيْ سَبِيْلِ اللهِ
“Orang yang membantu janda-janda dan orang-orang miskin: seperti orang yang berjihad di jalan Allah.” [HR. Al-Bukhari dan Muslim]
Tapi bagi orang yang berada dalam kesusahan; maka dia jangan sampai minta-minta kepada manusia; tapi hendaknya ia adukan kesusahannya kepada Allah.
KEDUA: Sabda Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-:
Tapi bagi orang yang berada dalam kesusahan; maka dia jangan sampai minta-minta kepada manusia; tapi hendaknya ia adukan kesusahannya kepada Allah.
KEDUA: Sabda Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-:
وَمَنْ يَسَّرَ عَلَى مُعْسِرٍ؛ يَسَّرَ اللهُ عَلَيْهِ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“Barangsiapa memudahkan (urusan) orang yang kesulitan (dalam masalah utang); maka Allah memudahkan baginya (dari kesulitan) di dunia dan di akhirat.”
Terkadang ada orang miskin yang dia benar-benar tidak mampu; tapi ia tidak mau minta-minta, dan dia lebih memilih pinjam. Jika dia tidak mampu membayar; maka kita bantu.
Tapi yang harus diingat bagi yang berhutang: dia harus bayar. Karena Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- sampai tidak mau menshalati jenazah yang belum membayar hutang ketika hidupya. Dan orang yang mati syahid sampai terhalang dari masuk Surga dikarenakan hutangnya. Dan Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
Terkadang ada orang miskin yang dia benar-benar tidak mampu; tapi ia tidak mau minta-minta, dan dia lebih memilih pinjam. Jika dia tidak mampu membayar; maka kita bantu.
Tapi yang harus diingat bagi yang berhutang: dia harus bayar. Karena Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- sampai tidak mau menshalati jenazah yang belum membayar hutang ketika hidupya. Dan orang yang mati syahid sampai terhalang dari masuk Surga dikarenakan hutangnya. Dan Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
نَفْسُ الْمُؤْمِنِ مُعَلَّقَةٌ بِدَيْنِهِ، حَتَّى يُقْضَى عَنْهُ
“Jiwa seorang mukmin tergantung dengan hutangnya sampai ditunaikan.” [HR, At-Tirmidzi & Ibnu Majah]
Maka jangan sampai orang yang berhutang dituntut pada Hari Kiamat. Lebih baik dia menjual apa yang dia miliki untuk membayar hutangnya,
KETIGA: Sabda Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-:
Maka jangan sampai orang yang berhutang dituntut pada Hari Kiamat. Lebih baik dia menjual apa yang dia miliki untuk membayar hutangnya,
KETIGA: Sabda Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-:
وَمَنْ سَتَرَ مُسْلِمًا؛ سَتَرَهُ اللهُ فِي الدُّنْيَا وَالْآخِرَةِ
“Barangsiapa menutupi (aib) seorang muslim; maka Allah akan menutup (aib)nya di dunia dan akhirat.”
Kita harus menutup aib seseorang yang berkaitan dengan urusan pribadi. Tapi kalau kaitannya dengan maslah umat -seperti penyimpangan & kesesatan seseorang-; maka ketika kita membicarakannya: itu bukan termasuk ghibah.
KEEMPAT: Sabda Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-:
Kita harus menutup aib seseorang yang berkaitan dengan urusan pribadi. Tapi kalau kaitannya dengan maslah umat -seperti penyimpangan & kesesatan seseorang-; maka ketika kita membicarakannya: itu bukan termasuk ghibah.
KEEMPAT: Sabda Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-:
وَاللهُ فِيْ عَوْنِ الْعَبْدِ مَا كَانَ الْعَبْدُ فِيْ عَوْنِ أَخِيْهِ
“Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba tersebut menolong saudaranya.”
Maka yang terbaik adalah kita tawarkan kepada orang lain: apa yang bisa saya bantu? Dan yang pertama kali adalah: orang tua kita. Allah berfirman:
Maka yang terbaik adalah kita tawarkan kepada orang lain: apa yang bisa saya bantu? Dan yang pertama kali adalah: orang tua kita. Allah berfirman:
{وَقَضَى رَبُّكَ أَلا تَعْبُدُوا إِلا إِيَّاهُ وَبِالْوَالِدَيْنِ إِحْسَانًا...}
“Dan Rabb-mu telah memerintahkan agar kamu jangan beribadah kecuali hanya kepada-Nya, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua orang tuamu…” (QS. Al-Israa’: 23)
KELIMA: Sabda Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-:
KELIMA: Sabda Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-:
وَمَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَلْتَمِسُ فِيْهِ عِلْمًا؛ سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ
“Barangsiapa menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu; maka Allah akan mudahkan baginya jalan menuju Surga.”
- ”Menempuh jalan untuk menuntut ilmu” mempunyai dua makna:
Pertama: menempuh jalan dengan artian yang sebenarnya;yaitu: berjalan kaki menuju majelis-majelis para ulama.
Kedua: menempuh jalan (cara) yang mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu; seperti:menghafal, belajar (sungguh-sungguh), membaca, menela’ah kitab-kitab (para ulama), menulis, dan berusaha untuk memahami (apa-apa yang dipelajari). Dan cara-cara lain yang dapat mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu syar'i.
- ”Allah mudahkan baginya jalan menuju Surga” mempunyai dua makna:
Pertama: Allah akan memudahkan memasuki Surga bagi orang yang menuntut ilmu yang tujuannya untuk mencari wajah Allah, untuk mendapatkan ilmu, mengambil manfaat dari ilmu syar’i, dan mengamalkan konsekuensinya.
Kedua: Allah akan memudahkan baginya jalan ke Surga pada hari Kiamat ketika melewati ”ash-Shiraath” dan dimudahkan dari berbagai ketakutan yang ada sebelum dan sesudahnya. Wallaahu A’lam. [Lihat: “Jaami’ al-‘Uluum Wal Hikam” (II/297)]
Kalau menuntut ilmu adalah jalan menuju Surga; maka kita harus semangat, karena ini adalah hal yang bermanfaat.Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
- ”Menempuh jalan untuk menuntut ilmu” mempunyai dua makna:
Pertama: menempuh jalan dengan artian yang sebenarnya;yaitu: berjalan kaki menuju majelis-majelis para ulama.
Kedua: menempuh jalan (cara) yang mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu; seperti:menghafal, belajar (sungguh-sungguh), membaca, menela’ah kitab-kitab (para ulama), menulis, dan berusaha untuk memahami (apa-apa yang dipelajari). Dan cara-cara lain yang dapat mengantarkan seseorang untuk mendapatkan ilmu syar'i.
- ”Allah mudahkan baginya jalan menuju Surga” mempunyai dua makna:
Pertama: Allah akan memudahkan memasuki Surga bagi orang yang menuntut ilmu yang tujuannya untuk mencari wajah Allah, untuk mendapatkan ilmu, mengambil manfaat dari ilmu syar’i, dan mengamalkan konsekuensinya.
Kedua: Allah akan memudahkan baginya jalan ke Surga pada hari Kiamat ketika melewati ”ash-Shiraath” dan dimudahkan dari berbagai ketakutan yang ada sebelum dan sesudahnya. Wallaahu A’lam. [Lihat: “Jaami’ al-‘Uluum Wal Hikam” (II/297)]
Kalau menuntut ilmu adalah jalan menuju Surga; maka kita harus semangat, karena ini adalah hal yang bermanfaat.Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجَزْ
“Bersungguh-sungguhlah engkau dalam hal yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah, dan janganlah lemah.” [HR. Muslim]
Menuntut ilmu bukan sekedar main-main, tapi dengan semangat.
Imam Ibnu Jauzi -rahimahullaah- berkata dalam “Talbiis Ibliis”:
Menuntut ilmu bukan sekedar main-main, tapi dengan semangat.
Imam Ibnu Jauzi -rahimahullaah- berkata dalam “Talbiis Ibliis”:
اِعْلَمْ أَنَّ أَوَّلَ تَلْبِيْسِ إِبْلِيْسَ عَلَى النَّاسِ: صَدُّهُمْ عَنِ الْعِلْمِ، لِأَنَّ الْعِلْمَ نُوْرٌ، فَإِذَا أَطْفَأَ مَصَابِيْحَهُمْ؛ خَبَّطَهُمْ فِي الظُّلَمِ كَيْفَ شَاءَ
“Ketahuilah bahwa “Talbiis Ibliis” (tipuan Iblis) yang pertama kali kepada manusia adalah: menghalangi mereka dari ilmu. Karena ilmu adalah cahaya, sehingga kalau Iblis bisa memadamkan cahaya mereka; maka dia bisa menyesatkan mereka dalam kegelapan sesuai keinginannya.”
Dan ilmu yang dimaksud adalah yang kita belajar dalil, bukan kata orang.
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah -rahimahullaah- menukil perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullah-:
Dan ilmu yang dimaksud adalah yang kita belajar dalil, bukan kata orang.
Imam Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah -rahimahullaah- menukil perkataan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah -rahimahullah-:
مَنْ فَارَقَ الدَّلِيْلَ؛ ضَلَّ السَّبِيْلَ، وَلَا دَلِيْلَ إِلَّا بِمَا جَاءَ بِهِ الرَّسُوْلُ
“Barangsiapa meninggalkan dalil; maka dia telah tersesat jalan. Dan tidak ada dalil kecuali dengan apa yang dibawa oleh Rasul -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-.” [“Miftaah Daaris Sa’aadah”]
KEENAM: Sabda Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-:
KEENAM: Sabda Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-:
وَمَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ فِيْ بَيْتٍ مِنْ بُيُوْتِ اللهِ يَتْلُوْنَ كِتَابَ اللهِ وَيَتَدَارَسُوْنَهُ بَيْنَهُمْ؛ إِلَّا نَزَلَتْ عَلَيْهِمُ السَّكِيْنَةُ، وَغَشِيَتْهُمُ الرَّحْمَةُ، وَحَفَّتْهُمُ الْمَلَائِكَةُ، وَذَكَرَهُمُ اللهُ فِيْمَنْ عِنْدَهُ
“Tidaklah suatu kaum berkumpul di salah satu rumah Allah (masjid) untuk membaca Kitabullah dan mempelajarinya di antara mereka; melainkan ketenteraman turun atas mereka, rahmat meliputi mereka, malaikat mengelilingi mereka, dan Allah menyanjung mereka di tengah para malaikat yang berada di sisi-Nya.”
Dengan kita berkumpul di rumah Allah (masjid); maka:
1. Kita akan mendapatkan ketenangan. Ketika kita ikhlas; maka pasti tenang.
2. Allah liputi dengan rahmat.
3. Dikelilingi oleh malaikat, sebagai bentuk penghormatan. Seperti disebutkan dalam hadits lain:
Dengan kita berkumpul di rumah Allah (masjid); maka:
1. Kita akan mendapatkan ketenangan. Ketika kita ikhlas; maka pasti tenang.
2. Allah liputi dengan rahmat.
3. Dikelilingi oleh malaikat, sebagai bentuk penghormatan. Seperti disebutkan dalam hadits lain:
...وَإِنَّ الْمَلَائِكَةَ لَتَضَعُ أَجْنِحَتَهَا رِضًا لِطَالِبِ الْعِلْمِ...
“…Sesungguhnya malaikat akan meletakkan sayapnya karena ridha kepada orang yang menuntut ilmu …” [HR, Abu Dawud dan lainnya]
4. Allah menyebut dan memuji: orang yang menuntut ilmu dengan niat karena Allah.
KETUJUH: Sabda Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-:
4. Allah menyebut dan memuji: orang yang menuntut ilmu dengan niat karena Allah.
KETUJUH: Sabda Rasulullah -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-:
وَمَنْ بَطَّأَ بِهِ عَمَلُهُ؛ لَمْ يُسْرِعْ بِهِ نَسَبُهُ
“Dan barangsiapa yang lambat amalnya; maka tidak dapat dikejar oleh nasabnya.”
Meski nasab tinggi -seperti keturunan Nabi-, tapi kalau tidak beramal; maka nasabnya tidak bisa mengejarnya. Karena Allah menghisab atas amal. Jadi keturunan Nabi harus mengikuti Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-.
Sekali lagi bahwa yang harus terus diingat dalam menuntut ilmu adalah: agar menuntut ilmu ini mendekatkan diri kita kepada Allah.
[7]- Juga yang perlu diperhatikan dalam menuntut ilmu adalah: harus hafal Al-Qur-an. Imam Ibnu ‘Abdil Barr (wafat th. 463 H) -rahimahulaah- berkata:
”Menuntut ilmu memiliki tingkatan dan tahapan yang tidak boleh dilanggar. Siapa yang melanggamya secara keseluruhan; maka ia telah melanggar jalan para ulama Salaf. Dan siapa yang melanggar jalan mereka dengan sengaja; maka ia telah tersesat. Dan siapa yang melanggarnya lantaran ijtihadnya, maka ia telah tergelincir.
Awal dari ilmu adalah menghafalkan Kitabullah dan memahaminya. Segala apa yang dapat membantu untuk memahaminya (As-Sunnah, bahasa Arab, dan lain-lain -pent);maka wajib untuk mempelajarinya. Aku tidak mengatakan bahwa menghafal seluruh Al-Qur-an adalah fardhu, tetapi aku katakan bahwa hal itu adalah wajib (sunnah yang mendekati wajib) dan keharusan bagi siapa saja yang ingin menjadi seorang yang alim, bukan fardhu.” [“Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi”]
Banyak penuntut ilmu yang belajar bertahun-tahun tapi tidak bertambah hafalan. Banyak yang tidak mengalami peningkatan, sehingga kita harus belajar setiap hari dengan membaca agar ilmu kita meningkat.
Dan -sebelumnya-: hati kita harus bersih terlebih dahulu, karena ibarat mau menanam; maka tanahnya harus dibersihkan terlebih dahulu; baru kemudian ditanami. Ketika akan menuntut ilmu; maka harus bersih hati ini, karena betapa banyak orang yang kotor hatinya ketika menuntut ilmu.
Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas -hafizhahullaah- (Masjid Nurul Iman)
-ditulis dengan ringkas oleh: Ahmad Hendrix
Meski nasab tinggi -seperti keturunan Nabi-, tapi kalau tidak beramal; maka nasabnya tidak bisa mengejarnya. Karena Allah menghisab atas amal. Jadi keturunan Nabi harus mengikuti Nabi -shallallaahu ‘alaihi wa sallam-.
Sekali lagi bahwa yang harus terus diingat dalam menuntut ilmu adalah: agar menuntut ilmu ini mendekatkan diri kita kepada Allah.
[7]- Juga yang perlu diperhatikan dalam menuntut ilmu adalah: harus hafal Al-Qur-an. Imam Ibnu ‘Abdil Barr (wafat th. 463 H) -rahimahulaah- berkata:
”Menuntut ilmu memiliki tingkatan dan tahapan yang tidak boleh dilanggar. Siapa yang melanggamya secara keseluruhan; maka ia telah melanggar jalan para ulama Salaf. Dan siapa yang melanggar jalan mereka dengan sengaja; maka ia telah tersesat. Dan siapa yang melanggarnya lantaran ijtihadnya, maka ia telah tergelincir.
Awal dari ilmu adalah menghafalkan Kitabullah dan memahaminya. Segala apa yang dapat membantu untuk memahaminya (As-Sunnah, bahasa Arab, dan lain-lain -pent);maka wajib untuk mempelajarinya. Aku tidak mengatakan bahwa menghafal seluruh Al-Qur-an adalah fardhu, tetapi aku katakan bahwa hal itu adalah wajib (sunnah yang mendekati wajib) dan keharusan bagi siapa saja yang ingin menjadi seorang yang alim, bukan fardhu.” [“Jaami’ Bayaanil ‘Ilmi wa Fadhlihi”]
Banyak penuntut ilmu yang belajar bertahun-tahun tapi tidak bertambah hafalan. Banyak yang tidak mengalami peningkatan, sehingga kita harus belajar setiap hari dengan membaca agar ilmu kita meningkat.
Dan -sebelumnya-: hati kita harus bersih terlebih dahulu, karena ibarat mau menanam; maka tanahnya harus dibersihkan terlebih dahulu; baru kemudian ditanami. Ketika akan menuntut ilmu; maka harus bersih hati ini, karena betapa banyak orang yang kotor hatinya ketika menuntut ilmu.
Ustadz Yazid bin ‘Abdul Qadir Jawas -hafizhahullaah- (Masjid Nurul Iman)
-ditulis dengan ringkas oleh: Ahmad Hendrix
Tidak ada komentar: