Kantin kejujuran Menurut Timbangan Fiqh Islam


Penjual meletakkan barang di kantin, hanya dengan menuliskan harga setiap barang. Pembeli dipersilahkan mengambil sendiri, dengan meletakkan uang senilai harga barang di tempat yang telah disediakan.

Apakah transaksi ini dibolehkan? Sementara penjual tidak ada.

Jawab:

Transaksi ini dibolehkan. Karena sebenarnya penjual ada, hanya saja dia tidak berada di tempat transaksi. Ini dibuktikan dengan kerelaannya untuk meletakkan barang dan memasang harga barang di tempat yang telah disediakan.

Dan bukan syarat dalam transaksi, penjual harus ada di majlis akad. Karena sighat akad, tidak harus dalam bentuk ijab qabul menurut jumhur ulama.

Berbeda dengan madzhab syafi’iyah. Mereka melarang jual beli mu’athah. Karena mereka mempersyaratkan sighat jual beli harus dalam bentuk ijab qabul. Karena keridhaan itu amal hati, sementara orang lain sebagai lawan transaksi, tidak bisa mengetahuinya, kecuali melalui pernyataannya dalam ijab qabul. ( Mudzakirah fi Fiqh al-Muamalat, Dr. as-Syubaili, hlm. 6 )

Pendapat syafi’iyah disanggah Ibnu Qudamah, bahwa Allah menghalalkan jual beli, sementara Allah tidak menjelaskan kaifiyahnya. Sehingga keabsahannya kembali kepada ‘urf yang berlaku di masyarakat. Dan jual beli ini sudah ada sejak masa silam. Sementara tidak dinukil dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam maupun para sahabat mengenai kalimat ijab qabul mereka. Jika itu termasuk rukun, seharusnya ada riwayat kalimat ijab qabul dari mereka.

Padahal inti dari keabsahan transaksi halal adalah kerelaan. Dan untuk menunjukkan adanya kerelaan, tidak harus menggunakan redaksi tertentu. ( al-Mughni, 4/4 ).Oleh: Ustadz Ammi Nur Baits

Tidak ada komentar: